Saat gerbang Nether kembali terbuka, Kate Velnaria seorang Ksatria Cahaya terkuat Overworld, kehilangan segalanya. Kekuatan Arcanenya hancur di tangan Damian, pangeran dari kegelapan. Ia kembali dalam keadaan hidup-hidup, tetapi dunia yang dulu dikenalnya perlahan berubah menjadi asing. Arcane-nya menghilang, dan dalam bayang-bayang malam Damian selalu muncul. Bukan untuk membunuh, tetapi untuk memilikinya.
Ada sesuatu dalam diri Kate yang membangkitkan obsesi sang pangeran, sebuah rahasia yang bahkan dirinya sendiri tidak memahaminya. Di antara dunia yang retak, peperangan yang mengintai, dan bisikan kekuatan asing di dalam dirinya, Kate mulai mempertanyakan siapa dirinya sesungguhnya dan mengapa hatinya bergetar setiap kali Damian mendekat.
Masa lalu yang terkubur mulai menyeruak, membawa aroma darah, cinta, dan pengkhianatan. Saat kebenaran terungkap, Kate harus memilih antara melawan takdir yang membelenggunya atau menyerahkan dirinya pada kegelapan yang memanggil dengan manis.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Aria Monteza, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 17. Misi ke 2
Kantin utama Kastil Ceaseton hangat oleh cahaya lentera dan wangi sup rebusan yang memenuhi udara. Derak kayu dari lantai tua, tawa prajurit yang pulang dari pelatihan, dan suara sendok beradu dengan mangkuk menciptakan suasana akrab yang menenangkan setelah hari yang melelahkan.
Kate duduk di bangku panjang dekat dinding, mencoba menikmati makan malamnya semangkuk sup daging rusa dan roti gandum. Ia makan dengan tenang meski pikirannya masih tertinggal di pelataran latihan tadi pagi. Tak lama, seseorang menjatuhkan diri ke bangku di seberangnya dengan cara khas yang hampir selalu berisik.
“Selamat, Kate,” ucap Danzzle sambil mencuil roti dari piringnya dan memakannya santai. Senyum miringnya muncul seperti biasa, penuh percaya diri. “Sekarang kau sudah mulai bisa menggunakan Arcanemu lagi. Rasanya aku ikut bahagia tadi.”
Kate terkekeh pelan. “Itu bukan apa-apa. Aku hanya beruntung tidak kehilangan kendali.”
Danzzle meliriknya dengan alis terangkat. “Beruntung? Tidak. Itu hasil latihan dan kerja kerasmu selama ini.” Ia menjentikkan jari ke arah Kate.
Kate memutar bola matanya, tapi senyum kecil tak bisa disembunyikan. “Apa kau mengatakan seperti itu ke semua orang?”
“Tidak. Yang lain tidak memiliki Arcane gabungan dua warna seperti milikmu,” jawab Danzzle sambil menyuap sup.
Kate langsung menegang. “Kau bisa... merasakannya?”
“Yap.” Danzzle mencondongkan tubuh sedikit, suaranya kini lebih lembut. “Aku periksa saat kau sparing tadi. Waktu kau pancarkan Arcane, ada kilatan merah. Bukan warna yang biasa muncul darimu sebelumnya, tapi anehnya dia menyatu dengan Arcane emasmu. Harmonis, bukan kacau.”
Kate menggigit bibir bawahnya. Tangan di pangkuannya saling menggenggam. Ia ingin bertanya, ingin tahu kenapa Arcanenya kini terasa asing. Namun Danzzle sudah lebih dulu bicara.
“Aku tahu kau merasa ada yang berbeda,” ujar Danzzle pelan, kali ini tanpa nada bercanda. “Tapi ini bukan pertanda buruk. Justru sebaliknya, ini penguatan alami. Arcane merah itu yang semula hanya melindungi benih Arcane dalam dirimu, kini keluar menguatkan Arcane cahayamu. Arcane merah itu menyatu, jadi kau tak perlu takut.”
“Tapi aku tak tahu asalnya,” bisik Kate. “Bagaimana kalau…”
“Kalau apa?” potong Danzzle. “Kalau itu sesuatu yang gelap? Kau pikir aku akan bilang buang dan tinggalkan? Tidak, Kate. Arcane itu milikmu sekarang. Dan sejauh yang kulihat, Arcane merah itu tidak berusaha menghancurkanmu. Dia malah menyatu, seperti ingin melindungimu.”
Kate terdiam. Kata-kata itu menenangkan, sekaligus mengguncang pikirannya. Sejak bangun pagi, ia terus merasa ada sesuatu yang lebih hidup di dalam tubuhnya. Belum sempat ia membalas, suara langkah berat menggema di balik lorong.
Orion muncul dari pintu masuk dengan langkah mantap, pakaian pelatihnya masih dikenakan meski hari sudah malam. Ia menatap sekeliling dengan pandangan khasnya yang tak pernah benar-benar ramah, hingga matanya berhenti pada Kate dan Danzzle.
“Kate.”
Kate buru-buru berdiri tegak. “Ya, Orion?”
Orion mendekat dan berdiri di sisi meja mereka. “Ada misi baru di lereng timur Gunung Ceaseton. Beberapa laporan gangguan sihir liar di sana dan penduduk sekitar mulai resah. Kita akan ke sana besok.”
Kate mengangguk cepat. “Tentu, aku sudah siap menjalankan misi lagi.”
Namun sebelum ia sempat duduk kembali, Orion menatapnya dalam. Kali ini, ekspresinya berbeda. Ada sesuatu di balik ketegasannya yang sedikit melunak.
“Persiapkan dirimu dengan baik. Dan yang paling penting jangan memaksakan diri,” kata Orion dengan nada lebih pelan. “Jika kau merasa ada yang salah, kau harus berhenti atau meminta bantuan yang lain. Kita tidak mau kejadian di Desa Elmridge terulang lagi.”
Kate membeku sejenak. Kenangan misi sebelumnya itu terlalu segar saat ia mengerahkan secara paksa seluruh Arcane dalam dirinya yang belum stabil. Luka fisik bisa disembuhkan, tapi rasa bersalah dan rasa takut itu masih membekas.
Orion melanjutkan lebih pelan, nyaris hanya untuk telinganya sendiri, “Aku khawatir padamu, Kate. Jangan buatku kehilanganmu karena keras kepala.”
Kata-kata itu membuat jantung Kate mencelos. Orion bukan tipe yang bicara perasaan, apalagi menunjukkan kekhawatiran secara terbuka. Namun malam ini, ia melakukannya.
Kate mengangguk pelan. “Aku akan berhati-hati. Aku janji.”
Orion menatapnya sesaat lebih lama, lalu mengangguk sebelum berbalik dan pergi, langkahnya hilang di balik suara tawa para ksatria lainnya.
Kate kembali duduk perlahan, dan menatap piringnya yang kini dingin.
Danzzle hanya mendecak pelan. “Astaga, baru kali ini aku melihat Orion begitu perhatian.”
“Benarkah?” tanya Kate heran yang langsung dijawab Danzzle dengan anggukan mantab.
Mereka melanjutkan lagi makan malam yang sempat tertunda. Diam-diam Kate menyentuh dadanya. Merasakan denyut Arcane yang baru, merah dan emas. Dua cahaya yang belum sepenuhnya ia pahami, tapi kini menjadi bagian dari dirinya. Dan misi gunung di timur sudah menunggu mereka.
***
Fajar baru menyingsing, langit keperakan masih malu-malu menampakkan cahaya saat kelima anggota Ksatria Cahaya berkumpul di gerbang timur Kastil Ceaseton. Kabut pagi menggantung tipis, menyelimuti tanah berbatu yang mulai menghangat oleh sinar matahari pertama.
Orion seperti biasa, sudah siap sejak jauh lebih awal. Ia menunggangi kudanya yang besar berwarna kelam, dengan pelindung dada ringan dan jubah panjang berwarna abu-biru yang berkibar tiap gerakan kecil. Tatapannya menelusuri jalanan berbatu di depannya, tetapi sesekali ia mencuri pandang ke belakang. Ke arah Kate.
Gadis itu kini berada di atas kuda coklat muda, mengenakan jubah perjalanan berlapis kulit ringan. Di sebelahnya, Danzzle tampak santai, bahkan menggantung satu kakinya dari pelana dengan pose seenaknya.
“Sudah siap, Ksatria Cahaya?” goda Danzzle sambil menjentikkan jari ke udara. “Siapa tahu nanti kita harus lawan ular raksasa pemakan Arcane. Kau bisa pasang sihir pelindung sebelum aku kabur duluan.”
Kate tertawa pelan. “Selama kau lari ke arah yang berlawanan dariku, kurasa aku masih punya waktu untuk bertahan.”
“Jadi maksudmu aku pengalih perhatian?” Danzzle menaruh tangan di dada, pura-pura tersinggung. “Astaga, betapa kejamnya dunia ini.”
Sementara mereka bercanda di belakang, Jasper dan Lyra berada di posisi tengah. Jasper diam seperti biasanya, memperhatikan sekitar dengan mata tajam. Lyra di sisi lain tampak tenang dan sigap, menyesuaikan posisi busur di punggungnya.
Orion akhirnya memberi isyarat dengan satu lambaian tangan. “Kita berangkat. Dua hari perjalanan, rute timur akan memotong pemukiman kecil, lalu masuk jalur hutan dan sungai. Fokus semuanya, jangan sampai ada yang tersesat.”
Suara derap kuda pun mulai terdengar, menyatu dengan gemerisik angin pagi dan suara burung-burung yang mulai aktif di dahan tinggi.
Perjalanan di awal cukup mulus. Mereka melintasi jalan-jalan batu yang menghubungkan kota dengan pemukiman-pemukiman luar. Sesekali, penduduk desa yang mereka lewati menyapa dengan sopan, menawarkan buah atau air segar sebagai bentuk penghormatan pada para Ksatria Cahaya yang menjaga wilayah mereka.
Setelah separuh hari berlalu, jalan mulai berubah menjadi jalur tanah berkerikil. Rerimbunan pohon di kiri dan kanan semakin padat, pertanda mereka mulai mendekati tepian hutan yang memisahkan Ceaseton dengan daerah timur yang lebih liar.
Kate menunduk, memperhatikan lintasan bekas roda tua yang nyaris hilang tertutup lumut. “Kita benar-benar akan masuk ke hutan ini?”
“Yup,” jawab Danzzle sambil memainkan batu kecil dengan sihir di telapak tangannya. “Hutan Sungra. Katanya banyak cerita tentang makhluk Nether yang senang menumpang lewat kalau batas dunia sedang menipis.”
Kate menggigit bibir. “Dan binatang buas?”
“Lebih buas dari Nether kalau kelaparan.” Ia melirik. “Tapi kita punya Orion. Dia bisa membunuh beruang dengan tatapan.”
Kate terkekeh lagi, lalu menatap ke depan dan sekali lagi, matanya tanpa sengaja bertemu pandang dengan Orion, yang menoleh ke belakang untuk kesekian kalinya. Tatapan Orion hanya sebentar, tetapi cukup jelas memastikan dirinya masih ada di barisan dan sedikit khawatir.
Orion langsung kembali menatap ke depan, pura-pura tak terjadi apa-apa membuat Kate mengernyit pelan.
“Kenapa dia terus memeriksa ke belakang?” batin Kate.
Mata Kate kemudian menatap tangannya. Ia bisa merasakan Arcanenya berdenyut pelan, tenang, seimbang. Bahkan siang ini, energi merah itu tak lagi berontak. Seolah beradaptasi dengan tubuhnya, seperti telah menemukan tempatnya. Namun entah mengapa perasaan tenang itu justru membuatnya semakin gelisah.
***
Saat matahari mulai merunduk, mereka memutuskan beristirahat di pinggir sungai sempit yang mengalir pelan di tengah hutan. Lyra dan Jasper sibuk memeriksa perimeter, sedangkan Orion memetakan rute berikutnya. Kate duduk dekat air, mencuci tangan dan menatap pantulan wajahnya.
“Pikiranku aneh sejak kemarin,” gumam Kate, entah pada siapa.
“Kalau suara-suara mulai muncul, kabari aku.” Danzzle duduk tak jauh, menyandarkan punggung pada pohon. “Tapi kalau cuma firasat, kadang-kadang itu cuma tubuhmu menyesuaikan diri. Kau baru saja mengalami lonjakan energi dan tubuhmu masih berusaha menyusaikan.”
“Lonjakan?” Kate menoleh.
“Iya,” Danzzle membuka sebelah matanya. “Arcanemu sekarat bulan lalu. Sekarang malah meledak seperti dua matahari kecil. Wajar tubuhmu bingung.”
Kate menatap langit yang mulai jingga, masih banyak pertanyaan yang belum terjawab dan perjalanan mereka masih panjang.
***
Malam pertama di Hutan Sungra turun dengan cepat, menelan sisa cahaya sore seperti mulut hitam yang lapar. Di bawah kanopi lebat, langit nyaris tak terlihat dan hanya cahaya api unggun yang mengusir gelap sejauh beberapa langkah dari area perkemahan.
Orion duduk paling dekat dengan api, sedang membersihkan bilah pedangnya dengan tenang. Jasper berjaga di sisi luar radius cahaya, matanya awas menatap celah-celah pepohonan. Lyra sibuk menyiapkan ransum kering untuk makan malam.
Kate duduk dekat api bersama Danzzle, tangan terulur memanaskan botol kecil berisi air. Meski tubuhnya lelah, ia merasa sulit untuk benar-benar tenang. Arcanenya berdenyut pelan yang terasa berbeda. Sejak pagi, ia terus merasakan semacam tekanan samar di udara. Seperti seseorang atau sesuatu sedang mengamati mereka dari kegelapan.
“Jangan menatap ke dalam hutan terlalu lama,” kata Danzzle tanpa menoleh, seolah bisa membaca pikirannya. “Hutan ini, senang menatap balik.”
Kate menoleh cepat. “Apa maksudmu?”
Danzzle tersenyum singkat, tapi matanya tidak ikut tersenyum. “Kadang pengaruh Nether membuat binatang atau makhluk liar lebih gelap. Mereka seperti bayangan, menunggu waktu untuk merayap masuk ke dunia kita.”
Kate menelan ludah pelan mendengar penjelasan Danzzle. Dulu saat ia tinggal di Sanctum Mesa, ia tidak pernah masuk hutan. Atau lebih tepatnya, Sanctum Mesa adalah kota besar yang berada di tengah gurun. Misi yang biasa ia jalankan adalah misi perburuan di padang gurun, terkadang berada di ngarai meski lebih sering membasmi makhluk Nether yang berkeliaran di tengah padatnya penduduk kota Sanctum Mesa.
Orion mengangkat kepalanya. “Jasper?”
Jasper mengangkat satu tangan, isyarat tenang. Tapi tubuhnya tetap tegang, siap bergerak saat merasakan mulai ada yang tidak beres di sekitar mereka. Beberapa menit berlalu dalam hening.
Lalu...
Crakk.
Suara ranting patah diikuti desis rendah yang berasal dari segala arah.
Kate langsung berdiri, tangan terulur membentuk segel sihir. Danzzle berdiri di sisinya dalam satu gerakan, senyum santainya menghilang, digantikan ekspresi serius. Dari balik pepohonan, mata-mata berkilau mulai bermunculan. Merah. Menyala.
“Aku hitung tiga,” Orion berdiri, pedangnya sudah siap. “Satu... dua…”
Makhluk pertama melompat dari semak, bentuknya mirip serigala tapi dua kali lebih besar, dengan kulit menghitam seperti terbakar, gigi panjang menyeringai.
“Tiga!” teriak Orion.
Pertempuran pecah seketika. Lyra melepaskan dua panah es dengan cepat, menancap tepat di leher makhluk pertama. Jasper menebas dua sekaligus dengan gerakan akurat. Danzzle menciptakan lingkaran sihir di tanah, menjebak salah satu makhluk dalam jebakan cahaya yang menyala tajam.
Kate fokus, Arcane emas di tangannya menyala bersamaan kilatan merah muncul di baliknya, menyatu tanpa disadari. Ia menembakkan gelombang cahaya ke arah dua makhluk yang melompat bersamaan ke arah Lyra, membuat keduanya terpental ke pohon dan tidak bergerak lagi.
“Aku berhasil?” gumam Kate, hampir tak percaya.
Tapi belum sempat ia berpikir lebih jauh, bayangan besar muncul dari arah barat. Makhluk itu dua kali lebih besar dari yang lain. Tubuhnya seperti singa dengan tanduk bercabang di kepala, matanya bersinar merah gelap dan dari tubuhnya, energi nether berdenyut kuat.
Orion segera maju. “Serang aku, makhluk busuk!”
Ia menyerang lebih dulu, tapi cakar makhluk itu berhasil menepis tebasannya, menimbulkan benturan yang mengguncang tanah.
“Kate!” panggil Danzzle. “Bantuan sihir, sekarang!”
Kate membentuk mantra cepat, kedua tangannya bersinar terang. Namun saat sihir hendak dilepaskan, Arcane merahnya kembali melonjak tak terkendali.
“Agh!!!” Kate terhuyung. Kepalanya terasa panas, seolah dua kekuatan di dalamnya bertarung untuk keluar bersamaan.
Danzzle menoleh cepat, wajahnya berubah cemas. “Kendalikan! Jangan lawan, alirkan!”
Kate menarik napas cepat, mencoba mengingat latihan Danzzle. Arcane adalah nafasmu, bukan bebanmu.
Ia mengalirkan sihirnya, membiarkan Arcane merah menyatu alih-alih melawannya. Dan saat ia melepaskan ledakan cahaya warna serangan itu berubah. Bukan hanya emas. Merah bercahaya seperti matahari senja, menghantam makhluk besar itu bersamaan dengan tebasan Orion. Ledakan terjadi dan tanah tempat makhluk itu berdiri terbelah.
Hening.
Makhluk itu roboh dan mati.
Orion menatap Kate beberapa detik, lalu menunduk pelan. “Bagus.”
Kate berdiri gemetar, keringat menetes di pelipis. Danzzle segera menghampiri dan menahan lengannya.
“Kau bisa mengendalikannya,” bisik Danzzle, penuh kekaguman. “Kau mulai menyatu dengannya.”
Kate tidak menjawab. Ia hanya menatap tangannya, yang masih bersinar samar. Perasaan aneh itu kembali. Perasaan seolah ada sesuatu yang terbangun, sesuatu yang tidak sepenuhnya miliknya. Dan di kejauhan, dari balik kegelapan pohon-pohon Hutan Sungra, sesuatu mengawasinya.