Carmen melakukan hal paling nekat dalam hidupnya, yakni melamar Zaky. Tak disangka Zaky menerima lamarannya. Selain karena tak tega membuat Carmen malu, Zaky juga punya tujuan lain yakni mendekati Dewi kakak ipar Carmen.
Pernikahan terpaksa pun dijalankan oleh Zaky namun Carmen merubah sikap manjanya dan membuktikan kalau ia layak dicintai. Bagaimana Carmen berjuang mempertahankan cintanya sementara ada lelaki baik yang menunggu jandanya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mizzly, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kebisingan yang Hilang
Zaky
"Hah? Kamu mau ke Jogja? Berapa lama? Sama siapa?" tanyaku saat Carmen meminta izin hendak pergi ke Jogja saat kami makan malam bersama.
Baby kini sangat sibuk dengan pekerjaannya. Tak lagi menggangguku dan memaksa ingin tidur di kamarku. Malah aku kadang mendengar suara musik rock penanda ia sibuk bekerja dan pasti keesokannya bangun kesiangan.
Sejak Abi meminta Carmen memegang bisnis cafe membantu Wira, anak itu semakin jarang kulihat. Jika tidak kesiangan, ia pasti menyiapkan sarapan. Makan malam juga ia siapkan tapi bukan memasak seperti dulu melainkan pesan di aplikasi online.
Aku merasa agak aneh sih. Anak itu tak lagi ceria seperti dulu. Malah terkadang lebih sibuk daripada aku yang pemimpin perusahaan besar.
Aku mau protes namun ia melakukan tugasnya sebagai seorang istri dengan benar. Rumah selalu bersih. Pakaianku juga selalu ia siapkan. Aku hanya jarang mengobrol dengannya lagi. Kami bagai dua orang asing yang tinggal dalam satu atap.
Kalau aku sedang bosan, tak ada lagi sikap manja dan celotehannya yang membuat rasa bosanku hilang. Mama bahkan merindukannya dan memintanya datang berkunjung. Namun alasan sibuk selalu ia gunakan.
Seakan semua tak cukup, ia bahkan meminta ijin untuk pergi ke Jogja untuk mengurus bisnis di sana, "Memangnya Wira tak bisa meng-handle-nya?" protesku.
"Abang mau pergi bulan madu sama Kak Dewi." jawabnya sambil asyik mengunyah makanannya.
"Bulan madu?" berita yang sangat mengagetkanku. Apakah mereka akan berbaikan dan kembali harmonis lagi? Bisa hilang dong kesempatanku.
"Iya. Mommy enggak dikasih ijin pergi sama Abi. Kalau Abi, gantiin tugas Abang pegang showroom untuk sementara waktu. Terpaksa deh aku yang handle cabang Jogja."
"Berapa lama kamu berada di sana?"
Carmen mengangkat bahunya, "Entah. Liat sikon aja dulu."
Aku tak bisa melarangnya. Carmen pergi untuk bekerja. Bukan untuk senang-senang.
"Baiklah. Aku ijinkan. Kamu harus bisa jaga diri di kota orang!" aku yakin Carmen pasti akan tersenyum riang saat aku memberinya ijin lalu akan merangkulku manja seperti biasa, namun nyatanya tidak. Ia asyik saja makan.
"Makasih, Mas." jawabnya singkat.
Wow ... Ada apa ini? Apakah Baby sudah tumbuh jadi gadis dewasa sekarang? Kemana sikap manjanya selama ini? Kok hilang tiba-tiba sih?!
Carmen membereskan bekas makan kami dan mencuci semua piring lalu merapihkan meja makan. Aku menunggunya selesai karena ingin mengajaknya jalan.
"Baby, mau jalan-jalan enggak? Nyari udara segar?! Pulangnya mampir ke rumah Mama." ajakku.
"Enggak dulu deh, Mas. Aku harus packing pakaian."
Loh kok aku ditolak? Packing? Memang mau pergi kapan anak itu?
"Packing? Kamu memang kapan berangkat ke Jogja?" tanyaku heran.
"Besok. Aku ambil pesawat siang."
"Besok?! Kok dadakan sekali?" aku sangat terkejut mendengarnya.
"Begitulah. Sebenarnya enggak dadakan sih, Mas. Aku diminta Mommy dari lama, aku saja yang baru bisa mengiyakan sekarang. Apalagi ada cabang baru buka di sana. Pas sekali bukan momennya?"
Carmen lalu meninggalkanku dan masuk ke dalam kamarnya. Tanpa aku sadari, aku malah berdiri di depan pintu kamarnya dan memperhatikan apa yang ia lakukan. Ia memasukkan banyak pakaian ke dalam koper. Seperti hendak pindah rumah saja.
"Banyak sekali pakaian yang kamu bawa? Memangnya kamu mau ke sana berapa lama?" tanyaku penasaran.
"Aku belum tahu, Mas. Biasanya pembukaan cafe butuh persiapan. Dari sebelum cafe buka sampai setelah buka pun aku harus memantau dan aku harus tahu kekurangannya apa saja. Enggak mungkin sehari dua hari aku berada di sana."
Lama? Berapa lama? Lalu bagaimana denganku? Aku sendirian gitu di rumah ini?
"Enggak bisa lebih cepat?" tanpa sadar aku bertanya seperti itu.
"Aku kurang tau, Mas. Memangnya kenapa ya Mas mau aku pulang lebih cepat? Ada yang harus aku lakukan?!" tanya Baby dengan polos.
"Ah enggak. Ya sudah kalau kamu tak mau jalan-jalan, aku main game aja. Kamu tidur di kamar ini? Tidak di kamarku?" lagi-lagi aku menanyakan hal yang aneh. Seakan aku menyuruhnya tidur di kamarku. Kenapa sih dengan aku?!
"Iya. Aku tidur di kamar ini." Carmen menunjuk setumpuk dokumen di atas mejanya. "Masih ada banyak yang aku harus periksa."
"Oh gitu, jangan tidur terlalu malam." pesanku sebelum akhirnya meninggalkan kamarnya.
Keesokan harinya Carmen sudah menyiapkan sarapan untukku. Nasi goreng buatannya yang menurutku rasanya sudah candu di lidahku. Kalau besok dia pergi, siapa yang buatkan aku sarapan ya?
Carmen makan sambil memainkan ponselnya. Sesekali ia tersenyum sendiri. Aku jadi curiga. Apa yang ia lakukan.
Aku memanjangkan leherku dan melihatnya sedang membuka aplikasi chat. Sedang chat dengan siapa dia sampai tersenyum seperti itu?
"Habiskan makan kamu dahulu baru bermain Hp!" tegurku.
"Oh iya, Mas." ditaruhnya ponsel dan kembali memakan sarapannya. Lagi-lagi tak ada percakapan di antara kami. Carmen seakan menjadi lebih pendiam dari sebelumnya. Jadi lebih dingin.
Aku lalu pamit untuk berangkat kerja. Ia mengantarku seperti biasa. Tak ada yang aneh, hanya saja ia tak lagi ceria seperti biasanya. Ia tak lagi riang dan mengoceh yang membuat telingaku bising.
Aneh.
Lebih aneh lagi saat aku pulang ke rumah. Rumah ini terlihat gelap dan dingin. Carmen sudah menyiapkan lauk yang bisa aku panaskan. Rumah juga rapi, tapi sepi.
Aku jadi ingat kalau ia biasa menyambutku dengan senyum riangnya sambil berkata, "Mas udah pulang? Mau makan dulu atau mandi dulu? Aku sudah masak buat Mas loh! Enak deh, Mas pasti suka!"
Rasanya aku agak pusing kalau ia mulai bawel. Namun keadaan sepi begini malah membuat aku merindukan kebawelannya. Aneh sekali aku.
Kunyalakan lampu agar rumah terlihat lebih terang dan tak terlalu sepi namun tetap saja rumah ini seakan kehilangan jiwanya. Meski baru beberapa bulan rupanya Carmen sudah menjadi jiwa rumah ini.
Aku masuk ke dalam kamar dan mendapati pakaian ganti yang Carmen sediakan. Besok pagi tak ada lagi kemeja kerja di atas tempat tidur, lengkap dengan dasi berwarna senada
Belum satu hari dan aku sudah merasa sepi tak ada kehadiran anak manja itu. Aku tanya kabarnya deh. Sudah sampai atau belum dia? Menginap dimana?
Aku mengiriminya pesan, namun pesanku belum dibaca bahkan setelah aku selesai mandi. Kulihat media sosial miliknya dan keningku berkerut melihat update status terbarunya.
Sebuah foto dirinya di bawah papan nama Jl. Malioboro dengan senyum mengembang. Pertanyaanku adalah, siapa yang mengambil gambar dirinya? Bukan hanya satu loh, banyak foto yang ia ambil dengan penuh gaya. Apa jangan-jangan Carmen pergi dengan orang lain? Siapa?
Kembali kutelepon Carmen namun tak sekali pun ia mengangkat teleponku. Sudahlah! Ngapain juga aku memikirkan dia terus!
****
duda kesepian gagal move on smoga bisa rujuk yaa😃😃
terima kasih ya kak, Saya suka ❤️❤️❤️❤️
udah duluan baca kisahnya Djiwa 😍😍😍😍
50 ribuan satu orang 😂🤣