Novel ini adalah musim ke 3 dari kisah cinta beda usia antara Pram dan Kailla.
- Istri Kecil Sang Presdir ( season 1 )
Pernikahan karena perjodohan antara Pram dan Kailla. Rumah tangga yang diwarnai
dengan konflik ringan karena tidak hanya karakter tetapi juga umur keduanya berbeda jauh. Perjuangan Pram, sebagai seorang suami untuk meraih cinta istrinya. Rumah tangga mereka berakhir dengan keguguran Kailla.
- Istri Sang Presdir ( season 2 )
Kehadiran mama Pram yang tiba-tiba muncul, mewarnai perjalanan rumah tangga mereka. Konflik antara menantu dan mertua, kehadiran orang ketiga, ada banyak kehilangan yang membentuk karakter Kailla yang manja menjadi lebih dewasa. Akhir dari season 2 adalah kelahiran bayi kembar Pram dan Kailla.
Season ketiga adalah perjalanan rumah tangga Pram dan Kailla bersama kedua bayi kembar mereka. Ada orang-orang dari masa lalu yang juga ikut menguji kekuatan cinta mereka. Pram dengan dewasa dan kematangannya. Kailla dengan kemanjaannya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Casanova, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Pram & Kailla 16
Pram berdiri menunggu dalam kecemasan di depan ruang operasi. Bersandar di dinding, menatap nanar ke pintu dengan kaca kecil di bagian tengahnya. Keheningan menyapa, saat ini sudah hampir tengah malam. Ia menunggu dengan seorang gadis kecil yang tak kalah cemasnya. Operasi yang harusnya dijadwalkan besok pagi, mendadak dipercepat. Kondisi pasien semakin menurun, dikhawatirkan berakibat fatal. Walaupun, operasi ini bukan tanpa resiko, tetapi setidaknya jalan ini yang terbaik untuk menyelamatkan nyawa bapak tua, korban kelalaian Bayu.
Entah siapa nama gadis yang sedang duduk dengan menggigit kuku-kuku jari tangan itu. Sekilas berbincang, Pram seperti melihat duplikat istrinya. Sikap pemberani, keras kepala dan seenaknya, mengingatkannya pada Kailla Riadi Dirgantara Pratama. Pram bisa melihat sifat manja tersembunyi dari nada bicara berapi-api sang gadis kecil.
Di tengah kegalauan menunggu waktu yang berjalan melambat, Donny datang dengan sekantong makanan dan air mineral.
"Pak, ini ...." Donny mengangkat kantong belanjaan pesanan Pram.
"Berikan padanya. Dia belum makan dan minum sejak tiba di rumah sakit." Pram menunjuk ke arah gadis kecil yang duduk termenung sendirian. Ia memilih tidak mendekat, membiarkan Donny yang mengurusi sang gadis sejak tadi.
"Nona, silakan." Tampak Donny menyodorkan kantong belanjaan berisi roti, cemilan dan minuman itu. Meletakannya di samping kursi, Donny berusaha tersenyum.
"Pergi!" Sang gadis melempar kantong belanjaan itu ke arah Pram yang berdiri tak jauh darinya. Matanya membuka lebar, penuh amarah dan dendam.
Pram tersenyum, berusaha bersabar meskipun kantong belanjaan berisi botol mineral membentur dadanya dan jatuh berantakan di lantai.
"Aku tidak akan meladenimu, Nona. Aku di sini hanya membantumu melewati masa-masa sulit dan bertanggung jawab untuk kelalaian yang dilakukan sopirku." Pram berjongkok mengumpulkan kembali makanan dan minuman yang berceceran di lantai dan menyodorkannya pada sang gadis.
"Aku minta maaf. Tak ada satupun dari kita yang menginginkan kejadian ini. Aku turut prihatin dan berjanji akan bertanggung jawab." Pram mencoba berbicara setelah sekian lama memilih bungkam. Disodorkannya kembali makanan dan minuman itu pada sang gadis.
"Pram ... namaku Reynaldi Pratama. Jangan khawatir, semua pasti baik-baik saja." Pram menyodorkan tangannya, berkenalan untuk pertama kali.
Gadis kecil itu menatap, wajahnya masih cemberut dan tidak bersahabat. Ia meneliti wajah tampan yang sedang tersenyum hangat padanya.
"Keisya." Gadis itu akhirnya menyambut uluran tangan Pram dengan asal.
"Sya?" ulang Pram dengan nada datar.
"Bahkan namanya pun mirip dengan nama Kailla." batin Pram.
"Panggil aku, Kei. Aku tidak suka dipanggil Sya!" cerocosnya.
"Aku lebih suka memanggil Sya." Pram tidak peduli. Panggilan Kei lebih mirip panggilan untuk istrinya, dan ia tidak menyukainya. Kai adalah panggilan yang diberinya pada Kailla sewaktu kecil dan hanya akan menggunakannya untuk Kailla Riadi Dirgantara.
"Terserah. Om boleh pergi. Jangan berada di dekatku. Jaga jarak lima meter!" Keisya mengarahkan telunjuknya pada Pram.
Deg--
"Dia mirip sekali dengan Kaillaku, bagai pinang dibelah dua." Pram membatin.
Tidak mau berdebat, Pram memilih mengalah. Ia tidak mau terlibat adu pendapat di saat genting seperti ini. Pasien di dalam ruangan lebih membutuhkan doa dan perhatiannya ketimbang anak gadis ingusan yang selalu menguji kesabarannya.
***
Menunggu dengan perasaan cemas, waktu terasa lama berjalan. Dua jam sudah bersandar di dinding dengan mata terpejam, indra pendengaran Pram sayup-sayup mendengar derap langkah seseorang berjalan mendekat. Tak lama, ia bisa mencium aroma vanila yang familiar di hidungnya. Otak pria itu mulai mengirim signal bersamaan dengan seseorang memeluk pinggangnya.
"Kai, ini kamu?" bisik Pram saat merasakan seseorang merebahkan tubuh dengan manja di dadanya. Ia tidak yakin, ini mimpi atau halusinasi. Di tengah malam buta, tak mungkin istrinya menyusul. Jam-jam di mana Kailla menjadi milik si kembar seutuhnya.
Hembusan napas kasar menerpa wajah Pram. Ia baru menyadari sosok di dalam pelukannya bukanlah fatomorgama. Kehadiran Kailla adalah nyata.
"Kai, kamu dengan siapa ke sini? Anak-anak dengan siapa?" tanya Pram, membuka mata seketika. Senyum yang sempat hilang beberapa jam terakhir, merekah di wajah tampannya.
"Aku tidak bisa tidur. Aku memikirkanmu semalaman, Sayang." Kailla menjawab dengan manjanya, menyusup ke dalam dekapan suaminya. Memeluk erat tubuh kekar Pram.
Rindu pelukan dan kehangatan Pram, ia tidak bisa memejamkan mata sedetik pun. Sampai akhirnya, ia menyerah. Menyerahkan anak-anak pada Kinara dan Binara, menggedor rumah Mama mertuanya dan menitipkan anak-anak dan pengasuhnya di sana. Tentu saja, wanita tua itu terkejut. Namun bukan Kailla kalau tidak mampu bersilat lidah. Dengan alasan ingin menghangatkan ranjang Pram dan menghadiahkan cucu perempuan, Kailla melenggang santai saat Ibu Citra mengangguk dan tersenyum. Dan tentu saja dengan bayaran sebuah tas branded, salah satu koleksi di lemarinya sebagai pemulus kebohongannya. Sesuai permintaan Pram, tidak mengizinkan sang Mama mengetahui semuanya.
"Apa semua baik-baik saja?" tanya Kailla lagi.
Pram menggeleng. Kedua tangannya memeluk erat pinggang Kailla. Ia butuh kekuatan saat ini dan sang istri adalah sumber kekuatannya.
"Kamu sudah makan? Aku bawakan nasi goreng untukmu," bisik Kailla.
Lagi-lagi Pram menggeleng. "Aku takut terjadi hal buruk dan Bayu akan mendapat masalah. Kasihan ... anak Bayu masih kecil." Pram berkata lirih. Raut wajahnya menyiratkan beban yang berat. Menjatuhkan kepalanya yang berat akan beban dan pikiran ke pundak Kailla.
"Aku suapi makan. Ayo!" Kailla meraih tangan Pram dan menarik suaminya duduk di kursi kosong.
Kailla tersenyum. "Semua baik-baik saja. Jangan khawatir, Sayang. Aku membuatkanmu nasi goreng dengan telur mata sapi di tengah malam. Apa kamu tega tidak menghabiskannya?" Kailla berkata dengan wajah memelas.
“Anak nakal!” Pram bergumam sembari membuka mulut, bersiap menerima suapan Kailla.
“Bagaimana dengan anak-anak?”
“Aku menitipkannya pada Mama. Jangan khawatir. Stok asi masih banyak di rumah.” Kailla menenangkan.
“Kenapa berpakaian sependek ini?” tanya Pram saat menyadari pakaian tipis Kailla. Istrinya hanya berbalut kaos putih rumahan dan celana pendek.
“Aku buru-buru. Tidak sempat mengganti pakaian.” Kailla kembali menyodorkan makanan ke dalam mulut suaminya.
“Apa tidak dingin ... berpakaian seperti ini?” tanya Pram lagi. Berbincang dengan Kailla membuatnya lupa dengan keresahan dan kekhawatiran untuk sementara.
“Aku memilikimu untuk menghangatkanku. Bukannya aku tampil lebih seksi dari ini setiap malam,” bisik Kailla menggoda. Tak lama, ia tergelak saat Pram menyentil dahinya.
Tak jauh dari pasangan suami istri itu, terlihat Keisya menatap tak berkedip. Sejak tadi, ia melihat Pram dan Kailla yang sedang bersenda gurau, melempar candaan dengan mesranya.
“Kurang ajar! Mereka masih bisa tertawa di atas penderitaan keluargaku.” Keisya menggerutu dalam hati. Tangannya terkepal, kesal melihat senyuman Kailla dan Parm yang tampak menyebalkan.
Di tengah kekesalannya, tiba-tiba pintu ruang operasi terbuka. Seseorang dengan setelah hijau dan penutup kepala terlihat berjalan keluar menemui mereka. Wajahnya begitu tertekan, datar dan sedih.
***
Tbc
untuk yg lain aqu sdh melimpir kak...SEMANGAT ...
membayangkan Pram kok mumet mboyong keluarga ke negri singa dan gak tau sampe kapan demi keamanan.
sat set sat set