NovelToon NovelToon
Istri Terbuang

Istri Terbuang

Status: sedang berlangsung
Genre:Kehidupan Manis Setelah Patah Hati / Janda / Crazy Rich/Konglomerat / Cinta pada Pandangan Pertama / Mengubah Takdir
Popularitas:4.7k
Nilai: 5
Nama Author: ummushaffiyah

Sepenggal kisah nyata yang dibumbui agar semakin menarik.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ummushaffiyah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 16 – Persiapan Sampel Kedua

Pagi itu matahari baru naik ketika Zahwa bangun di kontrakan mungilnya. Dindingnya masih polos kecuali beberapa wallpaper tempel yang ia pasang sendiri, corak bata putih, sedikit motif kayu pastel, dan satu sudut bernuansa dapur homie yang ia siapkan khusus untuk foto produk. Cahaya pagi yang masuk lewat tirai tipis membuat ruangan kecil itu terasa seperti awal baru. Sederhana, tapi tenang, tempat di mana Zahwa akhirnya bisa bernapas tanpa takut.

Setelah pertemuannya dengan Daniel dua hari lalu, semangatnya seperti dipompa ulang. Reaksi Daniel saat mencicipi masakan pertamanya terus terputar di kepala: “Rasanya seperti masakan rumah… tapi lebih rapi, lebih matang.”

Zahwa masih mengingat ekspresinya, tulus, terkejut, dan seolah menemukan sesuatu yang ia cari.

Dan kini, Daniel meminta sampel kedua untuk “dibawa ke kantor agar tim bisa menilai juga.” Zahwa mengira Daniel hanya pegawai biasa dengan selera makan tinggi dan wajah blasteran yang kebarat-barat-an. Tidak pernah terpikir sedikit pun bahwa lelaki itu sebenarnya CEO perusahaan kuliner besar. Daniel pun tidak pernah menyebut jabatan, dan Zahwa tidak pernah bertanya.

Ia bangkit, mengambil apron warna cream, lalu menata jilbabnya dengan rapi. Hari itu ia memilih tunik lembut warna dusty rose dipadukan dengan rok plisket ivory, feminin, sopan, dan nyaman untuk bekerja. Zahwa memang selalu berpakaian manis tanpa usaha berlebihan, membuatnya terlihat lebih muda dari usianya.

Di dapur kecil, catatan konsep sampel kedua sudah menunggu:

Ayam woku frozen

Rendang suwir

Tahu isi pedas

Sambal matah versi ringan

Dessert kecil (klepon mini)

Daniel bilang tim kantornya ingin menu yang “Indonesia banget tapi praktis,” jadi Zahwa mencoba kombinasi yang otentik namun tetap berpikiran komersial.

Ia mulai bekerja. Bunyi gemericik bumbu woku yang ditumis memenuhi dapur mungil itu. Aroma serai, kemangi, dan cabai yang ditumis membuat ruangan seperti berubah menjadi rumah besar penuh kehangatan, rumah yang dulu pernah ia impikan tapi jarang ia dapatkan. Tangannya bergerak cekatan, seolah memasak adalah bahasa yang paling ia kuasai.

Sesekali ia teringat komentar Daniel waktu itu:

“Zahwa, kamu umur berapa sih? Serius, kukira kamu 20-an. ”

Zahwa hanya tersenyum waktu itu. Bukan berniat menyembunyikan umur, tapi banyak hal dalam hidupnya yang belum siap ia ceritakan termasuk pernikahan yang masih menggantung statusnya. Daniel pun tidak memaksa bertanya, dan itu membuat Zahwa merasa aman.

Sekitar dua jam kemudian, masakan satu per satu matang. Zahwa memindahkannya ke meja foto produk yang ia susun dari meja lipat, alas kayu pastel, ring light kecil, dan properti seperti piring keramik warna mint dan serbet rajut. Ia menata dengan cermat lebih dari sekadar foto untuk klien, ini adalah bukti bahwa ia serius memulai dari nol.

Jepret.

Ayam woku terlihat menggoda.

Jepret.

Rendang suwir tampak glossy dan kaya rempah.

Walau ruangannya kecil, Zahwa merasa seperti bekerja di studio profesional. Tidak ada suara bentakan. Tidak ada penilaian merendahkan. Hanya dirinya… dan mimpinya yang mulai tumbuh lagi.

Setelah editing ringan, Zahwa mengirim foto ke Daniel dengan pesan:

“Mas Dan, ini konsep awal sampel kedua. Yang frozen sudah siap. Saya bisa antar sore, jam berapa yang pas?”

Balasannya datang cepat—seperti biasa.

“Zahwa, ini bagus banget. Kelihatan profesional. Sore jam 4 ya, di kantor yang kemarin aku kasih alamatnya.”

Zahwa menatap pesan itu sambil tersenyum kecil, lalu beralih menyiapkan packaging. Ia menggunakan box putih minimalis, diberi label sementara “Zahwa’s Kitchen” yang ia print sendiri. Setiap makanan ia bungkus rapi, memastikan aman selama perjalanan.

Menjelang sore, Zahwa bersiap. Ia mengganti tuniknya dengan gamis warna sage yang lembut, menata jilbab senada, dan memakai sedikit lip tint. Ia ingin terlihat pantas bukan untuk Daniel, tapi untuk profesionalitasnya sendiri.

Waktu menunjukkan pukul tiga lewat, dan Zahwa memesan ojek online. Perjalanan menuju kantor Daniel ia lalui sambil memeluk box sampel, takut goyah atau terguncang. Gedung-gedung kota menyambutnya, dan senja mulai turun ketika ia tiba di depan lobby kantor besar yang pernah ia datangi sekali sebelumnya.

Di luar, Daniel sudah menunggunya. Hari itu ia memakai kemeja navy dan celana bahan simple tapi rapi, gaya pegawai kantoran biasa… atau seperti itu yang Zahwa kira. Tidak ada satu pun yang memberi petunjuk bahwa ia sebenarnya pemilik beberapa lantai di gedung itu.

Begitu melihat Zahwa turun dari motor, Daniel tersenyum lebar.

“Zahwa, terima kasih sudah datang. Box-nya sini, biar saya bantu.”

Zahwa menyerahkan box itu dengan dua tangan.

“Semoga sesuai ya, Mas…”

Daniel membuka sedikit tutupnya dan mengangguk kagum.

“Ini lebih dari sesuai. Kamu serius banget ngerjainnya, ya.”

Zahwa hanya menunduk malu.

“Ya… saya coba lakukan yang terbaik.”

Setelah membawa box ke dalam, Daniel kembali menatapnya. Kali ini suaranya lebih lembut, hampir seperti ada makna yang ia tahan.

“Zahwa, kalau sampel kedua ini disetujui, kamu siap nggak kalau aku ajak ke beberapa meeting penting? Biar kamu yang jelasin rasa dan konsep.”

Zahwa terdiam sejenak.

Meeting? Presentasi? Dirinya?

Namun ia melihat ketulusan di mata lelaki itu, ketulusan yang jarang ia dapatkan dari siapa pun.

Ia mengangguk pelan.

“In syaa Allah… saya siap belajar.”

Daniel tersenyum, senyum hangat yang membuat udara di lobby terasa lebih ramah.

“Bagus. Kamu punya bakat besar. Kita mulai perlahan, tapi serius.”

Zahwa pulang sore itu dengan hati yang ringan. Untuk pertama kalinya dalam waktu sangat lama, ia merasa dihargai bukan karena status, bukan karena penampilan, tapi karena kemampuan dan kerja kerasnya.

Di balik langit senja, Zahwa merasakan bisikan halus yang menenangkan:

“Perjalananmu baru dimulai.”

1
Hafshah
terus berkarya
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!