Langit yang berwarna biru cerah tiba-tiba berubah menjadi mendung, seperti janji yang pernah terucap dengan penuh keyakinan, namun pada akhirnya berubah menjadi janji kosong yang tak pernah ditepati.
Awan hitam pekat seolah menyelimuti hati Arumni, membawa bayang-bayang kekecewaan dan kesedihan, ketika suaminya , Galih, ingkar pada janjinya sendiri. Namun perjalanan hidupnya yang tidak selalu terfokus pada masa lalu, dapat membawanya ke dalam hidup yang lebih baik.
Akankah Arumni menemukan sosok yang tepat sebagai pengganti Galih?
ikuti terus kisahnya! 😉😉
Mohon kesediaannya memberi dukungan dengan cara LIKE, KOMEN, VOTE, dan RATING ⭐⭐⭐⭐⭐ 🤗🤗 🙏🙏
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Restu Langit 2, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Jadi lega
Pagi itu pak Arif pulang ke rumah, setelah semua siswa yang mengikuti studytour ke Jakarta kembali ke rumah masing-masing. Wajah lelah bercampur marah seolah menjadi perpaduan yang pas, untuk pak Arif melampiaskan rasa kesalnya pada anak semata wayang nya itu.
Bruk!
Pak Arif menjatuhkan ransel dengan sangat keras, tepat dihadapan istri dan menantunya yang sedang minum teh di depan layar televisi. Seketika membuat mereka terlonjak dari tempat duduknya.
"Ada apa sih, pak?" tanya bu Susi sedikit merasa takut.
Pak Arif duduk menangis tergugu. "Sepertinya kita salah dalam mendidik anak kita, bu!"
Arumni yang sudah tahu kemana arah bicaranya bapak mertua, hanya diam seribu bahasa.
"Apa maksud mu, pak?" tanya bu Susi.
"Coba tanya pada Arumni, bu!"
Bu Susi menoleh ke arah Arumni dengan cepat. Sementara Arumni masih diam berdiri, mengedarkan pandangan ke arah kedua orang tua Galih.
"Ada apa, Arumni? apa maksud ucapan bapak?" bu Susi mendesak agar Arumni menjawab.
"Setelah melakukan perjalanan jauh, bapak pasti capek, aku akan buatkan minum untuk bapak." Arumni mencoba mengalihkan pembicaraan.
"Tidak perlu Arumni, duduklah!" Tegas pak Arif.
Arumni pun duduk secara perlahan menatap pak Arif dengan wajah tegang.
Bu Susi masih mengedarkan pandangan. "Ada apa sebenarnya, pak?!"
Pak Arif menatap Arumni. "Bapak sekarang tahu, kenapa kamu tidak betah di Jakarta, Arumni."
Alis bu Susi saling bertaut, tak sabar ingin tahu yang sebenarnya terjadi. Sementara Arumni hanya duduk menunduk sambil meremas jari jemarinya.
"Ternyata Galih sudah menikah lagi dan istri barunya baru saja melahirkan, bu!" ucap pak Arif sambil menatap Arumni yang terdiam pasrah.
Manik hitam bu Susi membulat. "Apa!? tidak mungkin, pak!" bu Susi tidak percaya. "Bapak pasti salah informasi, apa Galih yang mengatakan langsung? atau bapak hanya mendengar kabar burung? Galih itu mencintai Arumni sejak dulu, pak! ibu lihat Galih dan Arumni saling menyayangi, tidak mungkin Galih setega itu, pak!" Tangis bu Susi pun pecah, tidak percaya dengan yang terjadi pada hubungan mereka.
"Tapi itu nyatanya, bu!" Seru pak Arif. "Wanita yang sedang menimang bayi di teras rumah Galih lah yang mengakui sendiri!"
Bu Susi mengerak-ngerakan tubuh Arumni. "Bapak salah informasi kan, Arumni? katakan kalau bapak salah, Galih tidak menikah lagi kan?"
Arumni masih terdiam membisu.
"Jangan diam saja, Arumni! katakan, bapak salah informasi kan?" Desak bu Susi.
"Yang bapak katakan memang benar kok, bu!" Akhirnya Arumni membuka suara.
Bu Susi terdiam melongo, menatap sang suami lalu ke menantunya. Untuk sesaat suasana menjadi hening.
"Telpon Galih cepat, pak! ibu mau bicara dengannya." Kata bu Susi dengan tubuh gemetar.
Arumni dan pak Arif hanya diam menatap bu Susi yang terlihat tidak stabil, mengeser layar ponsel dengan tangan gemetar hebat, hingga kesulitan mencari nama Galih dalam daftar kontaknya.
Arumni mendekati tempat duduk bu Susi, mengambil ponsel yang dari tadi hanya digeser naik turun tanpa arah pasti. "Tidak usah menelpon mas Galih ya, bu?" Lirihnya.
Bibir bu Susi terkantup rapat dan gemetar, lelehan butiran kristal pun membanjiri pipi. Seketika mendekap erat tubuh sang menantu.
"Tidak papa, bu. Ini hanya ujian bagi kami, semua pasti akan terselesaikan dengan baik!" Ketegaran Arumni memang tiada duanya.
Bu Susi melepas pelukan, memegang kedua pipi sang menantu, "Bagaimana kamu bisa setegar ini, Arumni? bahkan untuk masalah sebesar ini kamu tidak pernah mengeluh pada kami?"
Arumni mengambil tangan kanan bu Susi, lalu menciumnya sambil tersenyum. Hal itu membuat hati bu Susi terasa perih, entah bagaimana Arumni bisa setegar itu.
**
Setelah bapak dan ibu mertuanya mengetahui semuanya, Arumni jadi merasa sedikit lega. Beban yang ada di hatinya menjadi sedikit berkurang, ia pun lebih bersemangat dalam bekerja.
Malam itu Adit si pelanggan setia datang bersama seorang wanita paruh baya yang diduga adalah ibunya, dan satu wanita muda nan cantik berpakaian sexy terlihat mesra menggandeng tangan Adit saat memasuki kedai pak Beni.
Adit memesan makanan melalui pak Beni, namun ia berbisik pak pak Beni, meminta agar Arumni yang mengantarkan makanan tersebut. Tak ingin mengecewakan pelanggan, pak Beni pun mengiyakan permintaan Adit.
Penampilan sederhana dengan senyum manis dan keramahan saat melayani, membuat dua wanita yang bersama Adit merasa nyaman saat menatap wajah Arumni.
"Selamat makan mas Komandan, ibu, dan mbak, semoga merasa puas dengan menu masakan kami." ucap Arumni sebelum meninggalkan meja mereka.
Mereka semua tersenyum ramah menatap Arumni.
"Terimakasih, Arumni!" kata seorang wanita paruh baya, saat Arumni sudah berjalan membelakangi mereka.
Langkah Arumni pun terhenti, ia kembali memutar balikkan tubuhnya. "Ibu tahu nama ku?" ucapnya penasaran, pasalnya Arumni baru melihat wanita itu.
Adit menatap sang ibu, "kenapa mama keceplosan sih?" bisiknya dalam hati.
"Aduh! kenapa aku keceplosan!" wanita itu pun sedikit gelagapan, karena Adit baru akan mendekati Arumni setelah mendapat restu darinya. Karena sudah terlanjur memangil Arumni, wanita paruh baya itu pun akhirnya menjawab. "Adit yang memberi tahu namamu!" ucapnya sambil tersenyum.
Arumni tersenyum sambil menatap Adit. "oh." ucapnya sambil berjalan ke belakang. "jadi komandan itu namanya Adit?" bisiknya dalam hati, karena Arumni memang belum sempat bertanya.
Sambil berjalan mondar-mandir melayani pelanggan, sesekali Arumni melirik meja mereka. Terlihat wanita muda nan cantik itu begitu dekat dengan Adit. Mereka bicara sambil tertawa bahagia, seperti keluarga yang harmonis.
Sedang menatap sebuah keluarga yang harmonis, membuat Arumni jadi merasa sedikit iri. ia jadi merasa yang paling sendiri, karena suami yang sangat ia cintai sudah memilih anak dari wanita lain.
**
"Menurut mama, Arumni bagaimana?" tanya Adit setelah meninggalkan kedai pak Beni, dan dalam perjalanan pulang.
"Sederhana tapi cantik. Dia terlihat ramah dan sopan. Mama suka, sepertinya Arumni menantu yang ideal."
Senyum Adit pun mengembang. "Kalau menurut mu bagaimana, Kiren?" Adit kembali meminta penilaian, kali ini pada sang adik.
"Sebenarnya aku kurang suka, kak! sudah pasti wanita seperti Arumni tidak akan nyambung dalam dunia ku, pasti obrolan kita akan terasa garing." Kata Kiren yang penampilannya selalu sexy.
"Hei, Kiren! Arumni itu calon kakak ipar, bukan teman mu!" Goda mamanya.
Mereka tertawa kecil. "Iya, iya, ma! aku mengerti. Yah, terserah kakak sajalah, yang penting kakak nyaman."
"Mama akan selalu mendukung mu, Dit! asal kamu suka, mama ikut aja!"
Mendapat dukungan dari mereka, Adit jadi merasa percaya diri saat ingin mendekati Arumni. Selama ini Adit tidak mencari tahu tentang siapa Arumni, ia hanya tahu bahwa Arumni anak dari salah satu guru SMP nya dulu, yaitu pak Arif.
...****************...
Semoga Arumi menemukan kebahagiaan dgn pria lain.
Komandan sdh nunggu janda mu tu Arumi.
karna alasan galih sdh menikah diam diam, kan beres
malah seperti nya kau lebih berat dgn Si Mita daripada dengan Arumi