NovelToon NovelToon
Kepincut Musuh Bebuyutan

Kepincut Musuh Bebuyutan

Status: sedang berlangsung
Genre:Diam-Diam Cinta / Kisah cinta masa kecil / Cinta Seiring Waktu / Cintapertama
Popularitas:5.6k
Nilai: 5
Nama Author: juyuya

"Awas ya kamu! Kalau aku udah gede nanti, aku bikin kamu melongo sampai iler kamu netes!" teriak Mita.

" Hee… najisss! Ihh! Huekk" Max pura-pura muntah sambil pegang perut.

Maxwel dan Mita adalah musuh bebuyutan dari kecil sayangnya mereka tetangga depan rumah, hal itu membuat mereka sering ribut hampir tiap hari sampai Koh Tion dan Mak Leha capek melerai pertengkaran anak mereka.

Saat ini Maxwel tengah menyelesaikan studi S2 di Singapura. Sementara Mita kini telah menjadi guru di sma 01 Jati Miring, setelah hampir 15 tahun tidak pernah bertemu. Tiba-tiba mereka di pertemukan kembali.

Perlahan hal kecil dalam hidup mereka kembali bertaut, apakah mereka akan kembali menjadi musuh bebuyutan yang selalu ribut seperti masa kecil? Atau justru hidup mereka akan berisi kisah romansa dan komedi yang membawa Max dan Mita ke arah yang lebih manis?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon juyuya, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

penolakan

Malam perlahan menyelimuti kampung Jati Miring. Seperti biasa, Mita sibuk di dapur menyiapkan beberapa lauk untuk makan malam keluarga kecilnya. Setelah semuanya selesai dan perut mereka kenyang, Mita kembali ke kamarnya. Sebelum masuk, ia sempat mengambil keranjang berisi pakaian kering yang tergeletak di sudut dapur dan membawanya serta.

Malam Senin selalu jadi waktunya untuk menyetrika pakaian, hanya saja kali ini Mita memilih melakukannya di kamar. Ia sedang tidak ingin duduk di ruang tengah bersama mamaknya—takut kalau nanti malah diinterogasi lagi soal kejadian siang tadi.

Sambil menata setrika di atas meja kecil di sudut kamar, Mita bergumam pelan, “Ngomong-ngomong… tumben banget si Max tadi bisa ngomong begitu.”

Nada suaranya terdengar samar, disertai tarikan napas kecil yang tidak jelas, entah antara heran atau jengkel. Tangannya mulai merapikan baju satu per satu, sementara pikirannya kembali melayang pada kejadian tadi siang yang belum juga bisa ia pahami.

.

.

.

.

"Enggak!"

"Loh, kenapa, Max? Kita kan udah lama kenal… kok kamu gitu sih?"

"Kamu tau kan, aku nggak suka ngulang dua kali kalau ngomong?" jawab Max datar, suaranya terdengar tegas tapi tanpa emosi.

"Max, please… tolong buka hati kamu buat aku," suara Fanya bergetar, matanya mulai berkaca-kaca.

Max mengembuskan napas berat. “Buka hati buat kamu? Kamu pikir itu mudah? Sudahlah, Fan. Mending kamu cari laki-laki lain yang bisa bikin kamu nyaman, yang bisa balas cinta kamu.”

Ia menatap gadis itu sekilas, lalu menambahkan pelan, “Jangan mencintai orang yang nggak cinta sama kamu. Jangan cari penyakit.”

Fanya terpaku. Matanya membulat, tubuhnya seolah kehilangan tenaga. Sudah empat kali ia mendengar penolakan yang sama, dan rasanya tetap sesakit pertama kali. “Tega kamu…” ucapnya lirih, suaranya parau menahan tangis.

“Terkadang… kita memang harus kejam buat nyadarin seseorang,” balas Max, tenang tapi tajam.

Fanya menahan tangan Max, berusaha menahannya agar tidak pergi. Setidaknya, ia ingin pria itu diam bersamanya sampai rasa sesaknya sedikit reda. “Jangan pergi dulu, Max…”

“Lepas, Fan,” ucap Max pelan tanpa nada marah, hanya datar dan tegas.

“Max, tolong…”

“Fan, please. Jangan berlebihan begini. Berhenti berharap sama aku.”

Fanya menggenggam lengannya lebih erat. “Max… kepalaku sakit…” suaranya makin lemah.

Max mengernyit kecil, namun tidak begitu menanggapi. Dalam pikirannya, gadis itu hanya sedang mencari perhatian. “Lepas, Fan. Kamu bisa minta jemput teman kamu, atau supir kamu. Sekarang mending kamu duduk, dari pada capek berdiri sambil megang aku begini.”

“Max… serius… aku pusing banget… aku mau pin—”

Brug!

Tubuh Fanya tiba-tiba ambruk, terjatuh tepat ke dada bidang Max.

“Fan… Fannya!” seru Max panik, tangannya refleks memeluk tubuh lemah gadis itu sambil mengguncangnya perlahan. Namun Fanya tak memberi reaksi apa pun.

.

.

.

.

“Eughh…” Mita menggeliat di balik selimutnya, separuh nyawanya masih tertinggal di alam mimpi sementara alarm ponselnya terus bernyanyi di atas nakas.

“Edeh… Senin lagii,” keluhnya parau, setengah menjerit setengah menguap. Dengan malas, ia mendudukkan tubuhnya di kasur. Rambutnya awut-awutan seperti singa habis perang.

“Huh, semangat, Mit! Masih ada hari-hari yang harus dijalani. SEMANGAT MITA CANTIK, KEMBARANNYA YOONA~!” serunya lantang, memberi semangat pada diri sendiri.

Dengan langkah gontai, Mita mengambil handuk yang tergantung di belakang pintu lalu keluar kamar menuju kamar mandi yang berada di dapur.

“Wih, Mamak masak apaan tuh?” tanyanya sambil melirik Mak Leha yang sedang sibuk mengaduk panci besar.

“Bubur. Abahmu pengin makan bubur katanya,” jawab Mak Leha tanpa menoleh.

Mita mendekat sambil mencium aroma harum dari panci. “Tumben banget Abah mau makan bubur.”

Mak Leha menatap Mita sejenak lalu spontan menjepit hidungnya dengan dua jari. “Ya Allah, Mit! Mulutmu kok bau banget?! Cepat sana mandi, sikat gigi! Malu banget kalo begitu di depan cowok. Bisa-bisa kamu jadi perawan tua nanti!”

“Ya Allah, Mak! Tega banget ngomong gitu ke anak sendiri,” protes Mita sambil manyun.

“Lagian kamu habis makan apa sih? Bau banget, kayak bangkai udang!”

“Ih, Mamakkk!!!” seru Mita sambil menepuk-nepuk bahunya sendiri.

“Udah, mandi sana. Nanti udaranya nyebar, masuk lagi ke panci Mamak. Bisa-bisa kamu Mamak jadiin bubur sekalian!”

Mita membelalak. “Ih, Mamak mau jadi temannya Si Manto ya, Mak?”

Mak Leha mendengus. “Enak aja! Memangnya Mamak kanibal apa?”

Mita hanya bisa nyengir sambil berlari kecil ke kamar mandi, sementara Mak Leha geleng-geleng kepala melihat kelakuan anak gadisnya yang tiap pagi selalu saja penuh drama.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!