Rasanya sangat menyakitkan, menjadi saksi dari insiden tragis yang mencabut nyawa dari orang terkasih. Menyaksikan dengan mata sendiri, bagaimana api itu melahap sosok yang begitu ia cintai. Hingga membuatnya terjebak dalam trauma selama bertahun-tahun. Trauma itu kemudian memunculkan alter ego yang memiliki sifat berkebalikan. Kirana, gadis yang mencoba melawan traumanya, dan Chandra—bukan hanya alter ego biasa—dia adalah jiwa dari dimensi lain yang terjebak di tubuh Kirana karena insiden berdarah yang terjadi di dunia aslinya. Mereka saling Dalam satu raga, mereka saling menguatkan. Hingga takdir membawa mereka pada kebenaran sejati—alasan di balik kondisi mereka saat ini. Takdir itu memang telah lama mengincar mereka
Mencari Tahu Jawaban
Ada sedikit kelegaan dalam hati Kirana, karena satu masalah kini telah selesai. Sekarang, dia hanya perlu menunggu panggilan Empu Agung, mungkin dan jika beruntung bisa bertemu dengan putra mahkota lagi, ada banyak hal yang harus mereka bahas.
"Kiranaaaa!" Suara panggilan itu berhasil membuat lamunan Kirana buyar. Gadis itu spontan menoleh ke arah datangnya sumber suara tersebut.
Betapa terkejutnya Kirana, ternyata Aria datang bersama dengan pria yang berhasil membuat isi kepalanya ruwet seharian ini. Siapa lagi kalau bukan Putra Mahkota. Kali ini, dia mengenakan pakaian yang memperlihatkan status sosialnya sebagai seorang bangsawan.
"Aria, kenapa kamu datang bersama dia?" tanya Kirana meminta penjelasan.
"Hei, jaga sikapmu. Dia itu Putra Mahkota," bisik Aria tampak gemas dengan respon Kirana yang terkesan tak sopan.
"Maafkan teman saya, Pangeran. Teman saya ini memang kurang memahami etika bersosialisasi dengan baik. Soalnya, dia habis tenggelam dan tidak sadarkan diri selama dua bulan," terang Aria sambil menundukkan kepalanya sebagai tanda penghormatan kepada Putra Mahkota. Tak lupa, dia juga memaksa Kirana untuk ikut menundukkan sedikit kepalanya.
Putra Mahkota tampak tersenyum melihat kelakuan Kirana yang terkesan menggemaskan. Tatapannya penuh dengan kehangatan dan pengertian. "Tidak apa-apa. Saya mengerti," ucapnya dengan lembut, memberikan kedua wanita itu senyum yang menghibur.
Meski agak sedikit canggung, Kirana merasa lega melihat respons Putra Mahkota yang tidak mempermasalahkan sikapnya yang buruk.
"Terima kasih, Pangeran, dan maafkan atas kelancangan saya sebelumnya," ucapnya dengan sopan, wajahnya sedikit merona karena situasi yang memalukan ini.
"Sebenarnya, maksud kedatangan saya kemari, ada yang ingin saya bicarakan denganmu, Kirana. Itupun jika kamu bersedia bicara dengan saya sebentar."
"Tentu saja, saya bersedia, Pangeran. Mana mungkin saya menolak permintaan Pangeran." Kirana mulai memahami cara berperilaku terhadap sosok berpengaruh di negeri ini.
Aria mengundurkan diri, memberikan ruang kepada Putra Mahkota dan Kirana untuk saling berbincang empat mata. Keduanya memilih pergi ke taman yang letaknya tak jauh dari Langgar Suci.
Beberapa pengawal yang mengikuti Putra Mahkota diperintahkan untuk menjaga jarak yang jauh, memberikan privasi agar Kirana bisa merasa lebih nyaman membuka obrolan dengannya.
Putra Mahkota tidak langsung mengungkapkan niat tujuannya datang kemari. Sebaliknya, dia terpaku memandang wajah Kirana yang terus menunduk, seakan mencari kata-kata yang tepat untuk memulai percakapan.
Suasana hening taman menjadi saksi dari ketegangan yang menggelayuti keduanya, sebelum akhirnya Putra Mahkota memutuskan untuk membuka pembicaraan sore itu.
"Maaf. Saya pasti membuatmu merasa tidak nyaman. Sebelumnya perkenalkan, nama saya Arka. Kamu boleh memanggil nama saya tanpa merasa canggung sama sekali," ucapnya dengan lembut.
"Mana mungkin, saya dengan tidak sopan memanggil Pangeran dengan nama saja. Sebenarnya, saya pun ada yang ingin disampaikan pada Pangeran," balas Kirana sambil mendongak, memandang wajah Arka dengan rasa hormat yang mendalam.
Kirana terdiam memandang wajah Arka dalam jarak dekat. Sebelumnya, dia tidak bisa melihat wajah Arka dengan jelas karena jarak yang jauh dan saat di malam hari. Tidak salah lagi, wajah Arka memang tidak asing. Wajahnya mirip dengan seseorang di dunia tempatnya berasal, namanya Bagas. Pria bernama Bagas itu adalah sahabat akrab Chandra.
Kening Arka tampak mengerut. Sepertinya, Arka penasaran dengan apa yang sedang Kirana pikirkan saat ini.
"Kalau begitu, apa yang ingin kau sampaikan?"
Kirana segera sadar dari lamunannya, dan langsung berceletuk, "Beritahu saya tentang Putri Chandra. Saya akan memberitahukan semua rahasia saya pada Pangeran."
Arka tak langsung menjawab; sebaliknya, dia mendaratkan tubuhnya di atas sebuah kursi yang terbuat dari bagian pohon yang dipotong dan dipahat sedemikian rupa.
"Ceritanya agak panjang, kau mungkin akan lelah jika terus berdiri seperti itu," ujar Arka sambil tersenyum ramah, menunjukkan sikapnya yang santai namun penuh dengan kebijaksanaan sebagai seorang bangsawan.
Tanpa ragu, Kirana ikut duduk di samping Putra mahkota. Mau bagaimana lagi, di sana hanya ada satu kursi. Mau tidak mau, suka tidak suka, Kirana harus duduk di sampingnya.
Selang beberapa detik kemudian, Arka mulai menceritakan semuanya, segala sesuatu yang berkaitan dengan Putri Chandra pada Kirana.
***
Menjalin hubungan baik dengan kerajaan di sekitarnya bukan hanya kewajiban, melainkan suatu keharusan yang strategis bagi seorang raja yang bertanggung jawab atas kemaslahatan kerajaan yang dipimpinnya.
Dalam dunia politik yang penuh gejolak, kolaborasi dan kerja sama antar kerajaan menjadi landasan kebijakan sekaligus pondasi keberlanjutan yang menguntungkan kedua belah pihak. Inilah yang sedang dilakukan oleh Kerajaan Arutala dan Aetherial, yang saling bersinergi untuk mencapai tujuan bersama.
Hubungan di antara kedua raja memang bisa dikatakan sangat baik, namun tidak dengan putra-putri mereka. Pertemuan pertama keduanya dipenuhi dengan persaingan yang sengit. Saling berlomba-lomba menjadi yang paling unggul.
Meski lahir sebagai seorang gadis, Chandra tak lantas tumbuh menjadi putri yang dimanja. Dia lahir dan dibesarkan dengan harapan kelak akan dapat memegang tampuk kekuasaan dengan bijak. Chandra tidak pernah mengandalkan parasnya yang menawan semata, dia lebih banyak bermain dalam wawasan, pengetahuan dan pelatihan yang membantu pengembangan fisik maupun otak.
Pada beberapa kesempatan, Chandra akan menunjukkan sikap seorang putri yang lembut dan bijaksana saat berhadapan dengan rakyatnya. Kadang pula, dia juga menjadi pendengar yang baik, bahkan sampai pada level memberikan bantuan pada rakyat yang membutuhkan bantuan. Karena sifat dan sikapnya yang demikian, Chandra menjadi putri kesayangan semua rakyat.
"Jangan harap aku akan mengalah padamu, Arka!" tantang Chandra dengan tatapan mata tajam, seolah ingin menebas siapa saja dengan tatapannya itu.
"Harusnya, aku mengatakan hal seperti itu, Chandra! Jangan hanya karena kamu seorang perempuan, aku jadi takut menghadapimu. Mari kita buktikan saja kemampuan kita," sambut Arka diikuti dengan senyum di salah satu sudut bibirnya.
"Ayo, siapa takut!"
Setelah percakapan singkat itu, terjadilah pertarungan yang cukup sengit. Dilihat dari kemampuannya, Chandra cukup pandai memainkan pedangnya, namun tentu saja, dia tidak akan bisa mengalahkan seorang Arka yang lebih terlatih dalam seni pedang. Hasilnya pun bisa ditebak, Chandra harus bisa menerima kekalahannya dan mengakui bahwa Arka tidak bisa diremehkan.
Tentu saja, pertarungan tersebut bukanlah yang terakhir. Chandra masih belum puas jika dia belum bisa mengalahkan Arka dalam hidupnya. Maka dari itu, dia menantang Arka untuk melakukan duel suatu hari nanti, dan Chandra memastikan, dia akan menang selanjutnya.
Arka menerima tantangan Chandra dengan senang hati. "Aku tidak sabar menunggu hari itu tiba," ucapnya sambil tersenyum angkuh.
Suatu hari, Kerajaan Aetherial mengadakan turnamen berburu sebagai tanda persahabatan. Raja Aetherial mengundang kerajaan tetangga untuk ikut merayakan kemeriahan turnamen tersebut, termasuk kerajaan Arutala. Di sana, Arka dan Chandra bertemu kembali.
Chandra sangat bersemangat untuk ikut dalam turnamen berburu kali ini. Dia ingin bertemu dengan Arka dan mengujinya dalam pertarungan, sebagai pembalasan atas kekalahannya tempo hari. Dengan pakaian berburu yang lengkap, Chandra siap menghadapi tantangan di medan berburu.
Pakaian yang dikenakan Chandra terbuat dari kain berkualitas tinggi yang tahan air dan tahan angin, memberikan perlindungan optimal saat berada di hutan. Warna hijau daun pada pakaiannya dirancang untuk menyatu dengan lingkungan alam, membantu Chandra berkamuflase dengan sempurna.
Di sekitar pinggangnya, terdapat sabuk kulit multifungsi yang dapat menyimpan senjata kecil dan peralatan berburu. Chandra juga mengenakan sepatu bot tinggi yang memberikan kenyamanan serta perlindungan di setiap langkah, menjadikannya siap untuk berbagai kondisi medan. Pakaiannya dilengkapi dengan outer ringan yang dapat dilepas, memungkinkannya beradaptasi dengan perubahan cuaca selama aktivitas berburu.
Untuk melengkapi penampilannya, Chandra memakai topi yang terbuat dari bahan tahan air, dilengkapi dengan bulu-bulu halus yang menambahkan sentuhan elegan. Di tangannya, sudah siap busur dengan panah berujung tajam yang tersusun rapi di sarung panah. Wajahnya tertutup oleh kain penutup wajah yang tidak hanya melindunginya dari serangga, tetapi juga memberikan kesan misterius pada penampilannya yang anggun nan elegan.
Chandra siap untuk menghadapi tantangan di turnamen ini, dengan semangat membara untuk membuktikan kemampuannya dan menghadapi Arka sekali lagi.
"Lihatlah Tuan Putri kita ini. Apakah kau sudah siap menangis hari ini?" cibir Arka sengaja memprovokasi Chandra dengan senyum mengejek di wajahnya.
Bersambung
Selasa, 30 Agustus 2025