Rupanya salah masuk kamar hotel saat liburan membuat Gia Adrian harus rela terjebak dalam sebuah pernikahan konyol dengan pria asing dan begitu juga dengan Gio Hadikusumo terpaksa menerima pernikahan tersebut padahal dirinya merasa tak melakukan apapun.
"Aku tidak mau menikah dengan gadis manja dan liar sepertinya," ucap pria tampan nan macho dengan pandangan sedingin es gunung himalaya tersebut.
"Ck, kamu kira aku juga mau menikah dengan pria dingin dan kolot sepertimu? hidupku pasti akan penuh sial nanti," umpat Gia menolak mentah-mentah pernikahannya. Ia masih sangat muda dan masih ingin bersenang-senang.
"Pokoknya kami tidak ingin menikah, kami hanya salah masuk kamar!" ucap mereka bersamaan saat kedua orangtuanya memaksakan sebuah pernikahan demi menjaga nama baik keluarga masing-masing.
Gia anak gaul metropolitan, kaya raya dan manja serta gemar hang out bisakah bersatu dengan Gio pria kepulauan yang dingin dan serius yang selalu menjunjung tinggi adat istiadat keluarga.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Qinan, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Gara-gara telur goreng
"A-apa yang kamu lakukan?" Nyonya Nala langsung melotot ketika melihat Gia sedang menginjak-injak pakaiannya didalam ember.
"Apa bibi tidak lihat aku sedang mencuci?" sahut gadis itu dengan polosnya dan terus menggerakkan kakinya sembari menyanyi riang.
Melihat Gia masuk kedalam ember yang penuh dengan cucian dan juga busa itu nyonya Nala langsung murka dan menyuruh gadis itu untuk segera menjauh dari sana.
"Astaga emberku,"
Wanita paruh baya itu pun nampak histeris ketika air penuh busa tersebut keluar melalui embernya yang bocor karena pecah lalu pandangannya beralih kearah bungkus sabun cuci dengan ukuran satu kilo yang telah kosong.
"Apa kamu memakai semua sabun itu?" ucapnya menatap Gia yang nampak berdiri tak jauh dari sana.
Gia nampak tersenyum nyengir. "Iya bi bukankah semakin banyak sabun akan semakin bersih," sahutnya dengan wajah tak bersalahnya.
"Oh astaga," nyonya Nala hampir saja pingsan jika saja Tania dan suaminya tak segera datang dan menopang tubuhnya.
"Bu, ada apa?" ucap wanita itu seraya memegangi sang ibu.
Nyonya Nala hanya menatap nanar semua pakaiannya yang sebagian luntur itu dengan tubuh lemas.
"Oh astaga pakaianku?"
Begitu pun dengan Tania yang langsung mengecek pakaiannya dan juga sang suami lalu saat hendak melayangkan protes kepada Gia tiba-tiba kakek Hadikusumo melangkah masuk.
"Ada apa?" ucap pria tua itu yang baru datang ketika mendengar keributan.
Nyonya Nala dan Tania nampak saling melirik. "Ini Gia lagi belajar mencuci tapi sepertinya dia lebih menyukai memasak, ayo nak bantu bibi menyiapkan makan siang saja!" ajak wanita paruh baya itu seraya menarik tangan Gia lalu membawanya ke dapur yang ada disebelah ruang mencuci tersebut.
Sebenarnya sudah menjadi kewajiban masing-masing anggota keluarga untuk mencuci pakaiannya sendiri namun sejak Gia datang ke rumah mereka nyonya Nala pikir bisa memanfaatkannya.
Gia mengedarkan pandangannya kearah dapur, sebuah dapur yang lumayan luas dengan peralatan masak yang modelnya masih sangat kuno yang sebagian banyak terbuat dari tanah liat. Sebenarnya ada dua dapur, namun wanita itu sengaja membawanya ke dapur yang menggunakan kayu bakar.
"Bibi serius kita masak di sini? apa bibi tak punya kompor listrik?" tanyanya saat melihat perapian yang terbuat dari tanah liat dengan bahan bakar kayu itu.
"Ada kompor gas tapi lebih baik pakai ini saja lebih enak makanannya," sahut wanita itu seraya meletakkan beberapa telur keatas meja.
"Sekarang kamu bumbui semua telur ini untuk makan siang ya dan sayurnya kamu petik saja dibelakang!" perintahnya seraya menunjuk kebun sayuran dibelakang dapur tersebut namun Gia hanya meliriknya saja.
Setelah menjelaskan pekerjaan gadis itu nyonya Nala segera pergi meninggalkannya sendirian tak peduli menantunya bisa mengerjakannya atau tidak.
"Masak telur ya siapa takut,"
Gia segera mengambil wajan diatas meja sesuai petunjuk wanita paruh baya tersebut lantas diletakkannya diatas perapian kemudian satu persatu telur dipecahkan lalu dimasukkan kedalam sana.
"Tutorial memasak telur bumbu," ucapnya saat meminta bantuan sebuah situs internet didalam ponselnya lalu muncul beberapa menu telur bumbu meskipun harus menunggu lama mengingat internet yang lamban, sial sepanjang hidupnya baru kali ini ia melihat hal tersebut.
Karena terlalu asyik melihat tutorial memasak tiba-tiba tercium bau tak sedap dan bersamaan itu nyonya Nala, sang putri beserta suaminya dan juga kakek Hadikusumo berlari kearahnya.
"Oh astaga, kebakaran."
Teriak wanita paruh baya itu ketika melihat wajan diatas perapian sudah mengepul asap hitam karena saking besarnya api kemudian mereka beramai-ramai mengambil air lalu segera menyiramnya sebelum api semakin besar dan melahap bangunan lain. Gia yang sebelumnya asyik dengan ponselnya tak menyadari itu meskipun ia sempat mencium aroma tak sedap.
"Gia, apa yang kamu lakukan? kamu hampir saja membakar rumah ini?" Tania langsung memarahi gadis itu.
"Bukan aku tapi apinya saja yang terlalu besar, lagipula jika terbakar jangan khawatir akan ku ganti dengan yang baru." sahut Gia dengan santai padahal hampir saja menghanguskan rumah orang.
"Dasar sok kaya," Tania menatapnya kesal.
"Oh astaga, ini telurnya kamu jadikan satu?" Nyonya Nala nampak melotot ketika melihat tumpukan telur gosong diatas wajan tersebut.
"Tentu saja bukankah bibi menyuruhku memasak semuanya?" sahut Gia dengan wajah tak bersalahnya bahkan kini nampak tersenyum lebar seperti tak ada dosa.
Nyonya Nala langsung menghela napas panjangnya, sebenarnya apa yang bisa gadis itu lakukan? semua pekerjaan rumah sama sekali tidak bisa dilakukannya, mulai dari menyapu, mengepel, mencuci bahkan memasak.
"Sudah-sudah, kamu juga salah Nala didalam ada kompor kenapa menggunakan kayu bakar." tegur kakek Hadikusumo.
"Sekarang bersihkan dirimu nak!" imbuhnya beralih menatap kearah Gia yang masih mengenakan piyamanya dengan sebagian wajah sedikit menghitam karena terkena asap.
"Tentu saja kek terima kasih," Gia pun segera berlalu pergi dari sana dengan riang gembira karena pada akhirnya sudah tak ada lagi tugas untuknya padahal jika di rumahnya mungkin saat ini ia masih bergelung dengan kasur empuknya.
Hari yang sangat lelah pikirnya bahkan baru setengah hari di rumah ini rasanya seperti setahun, kemudian setelah membersihkan dirinya gadis itu pun nampak menghubungi kedua orang tuanya namun lagi-lagi tak bisa lalu mencoba menghubungi kedua temannya juga tak bisa tersambung. Sebenarnya jaringan internet yang susah atau mereka yang tak bisa di hubungi?
Karena lelah akhirnya gadis itu pun langsung tertidur, apakah menikah sesulit ini?
Siang harinya terdengar ketukan pintu dari luar dan Gia yang tertidur pulas sontak membuka matanya.
"Nak Gia, ayo makan siang!"
Terdengar suara kakek Hadikusumo dan itu membuat gadis itu segera beranjak bangun. "Sebentar!" sahutnya lalu setelah merapikan rambutnya ia pun segera keluar dari kamarnya.
Rupanya semua sudah berkumpul di meja makan termasuk sang suami yang entah sejak kapan pria itu kembali dari kota.
"Oh astaga?"
Nyonya Nala langsung melotot ketika melihat menantunya itu datang dan itu membuat yang lainnya juga sontak menoleh kearah gadis itu.
Bagaimana tidak, siang itu Gia nampak mengenakan rok pendek dengan atasan crop top yang menampakkan pusarnya dengan rambut dicepolnya keatas hingga membuat kakek Hadikusumo langsung mengalihkan pandangannya begitu juga dengan Gio namun tidak dengan Jordi yang seakan menikmati pemandangan dihadapannya tersebut tapi sang istri langsung mencubit pahanya dengan kencang.
"Maaf aku terlambat," ucap Gia seraya menarik kursi disebelah sang suami tanpa mempedulikan tatapan semua orang akan penampilannya.
"A-apa kamu tidak ada pakaian lain?"
Tentu saja nyonya Nala langsung murka, di kampungnya masih sangat menjunjung tinggi kesopanan dalam berpakaian bahkan kebanyakan dari mereka selalu memakai pakaian panjang hingga semata kaki.
"Memang ada apa dengan pakaian ku?" Gia justru nampak memutar tubuhnya memperlihatkan penampilannya tersebut hingga membuat Jordi hampir saja meneteskan air liurnya jika saja Gio tak segera beranjak dari duduknya lantas mengangkat tubuh sang istri bak karung beras dan dibawanya kembali ke kamarnya.
"A-apa yang kamu lakukan? lepaskan aku!" Gia terus saja memukuli punggung pria itu meskipun itu tak berarti apapun.
bungkus aja lah , halal ini ko 😁
hayo loh siapa yang duluan jg atuh cinta ni🤭🤭