NovelToon NovelToon
Kirana Gadis Indigo

Kirana Gadis Indigo

Status: tamat
Genre:Anak Genius / Cinta pada Pandangan Pertama / Tamat
Popularitas:14.9k
Nilai: 5
Nama Author: inda

Kirana, seorang siswi SMA dengan kemampuan indigo, hidup seperti remaja pada umumnya—suka cokelat panas, benci PR Matematika, dan punya dua sahabat konyol yang selalu ikut terlibat dalam urusannya: Nila si skeptis dan Diriya si penakut akut. Namun hidup Kirana tidak pernah benar-benar normal sejak kecil, karena ia bisa melihat dan berkomunikasi dengan arwah yang tak terlihat oleh orang lain.

Saat sebuah arwah guru musik muncul di ruang seni, meminta bantuan agar suaranya didengar, Kirana terlibat dalam misi pertamanya: membantu roh yang terjebak. Namun kejadian itu hanyalah awal dari segalanya.

Setiap malam, Kirana menerima isyarat gaib. Tangga utara, lorong belakang, hingga ruang bawah tanah menyimpan misteri dan kisah tragis para arwah yang belum tenang. Dengan bantuan sahabat-sahabatnya yang kadang justru menambah kekacauan, Kirana harus menyelesaikan satu demi satu teka-teki, bertemu roh baik dan jahat, bahkan melawan makhluk penjaga batas dunia yang menyeramkan.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon inda, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 16

Di dalam, Kirana tidak sendiri lagi.

Seseorang berdiri di pojok ruangan.

Bukan Anissa.

Bukan Lia.

Bukan sita

Tapi seorang wanita dengan gaun tidur berdarah, rambut panjang menutupi wajah, dan tubuh melayang setinggi kepala Kirana.

“Anak-anak itu sudah kuambil... mereka sudah menjadi milikku. Sekarang giliranmu.” ujar sosok itu

Kirana menggenggam liontin peraknya erat-erat. Bukan karena percaya benda itu punya kekuatan gaib, tapi karena itu satu-satunya peninggalan neneknya yang telah meninggal.

"Aku tidak milik siapa-siapa. Dan aku tidak takut padamu." jawab Kirana

Sosok itu mendekat. Wajahnya mulai terlihat separuh meleleh, separuh lagi tersenyum miring.

“Takut? Kau akan tahu apa itu takut saat tidak ada jalan keluar…” ujar sosok itu

Tiba-tiba...

Pintu kamar terbuka sendiri.

Siluet kecil Anissa muncul di ambang pintu.“Mama, cukup.”

Sosok wanita itu menoleh tajam ke arah Anissa. “Kau melawan ibumu?”

“Dia bukan Mama kami!” teriak Lia, yang muncul dari dinding. Di belakangnya, Sita menyusul, tubuhnya yang berbayang hitam memeluk boneka sobek.

Kirana terpaku.

Para hantu... berpihak padanya.

---

Pertarungan itu tidak fisik.

Tapi antara kehendak dan luka lama.

Kirana menutup mata dan mengingat semua kenangan baik yang ia miliki tawa sahabatnya, pelukan ibunya semasa kecil, suara guru yang menyemangatinya... semuanya.

Energi itu membentuk lingkaran di sekelilingnya.

Membuat sosok wanita jahat itu menggeliat kesakitan.

“Aku tidak butuh tubuh baru!” jeritnya.

“Tapi... kenapa kalian... melawanku!”

Anissa menggenggam tangan Kirana. “Karena dia bukan Ibu. Dia hanya arwah pendendam yang memenjarakan kami.”

Dan dengan teriakan melengking...

Sosok itu terbakar oleh cahaya yang muncul dari tubuh Kirana.

---

Saat Kirana membuka mata...

Ia berdiri di ruang tengah bersama sahabat-sahabatnya. Pintu kamar nomor tiga sudah tak ada lagi. Hanya dinding polos.

“Gimana... kamu bisa keluar?” tanya Radit bingung.

Kirana menatap mereka. “Aku tidak tahu. Tapi aku merasa... kita tidak akan diganggu lagi.”

Dan benar saja, saat mereka mencoba kembali ke mobil, mesin menyala dengan sekali putar kunci.

Sinyal HP kembali muncul.

Kirana menoleh sekali lagi ke arah vila.

Dari jendela atas, Anissa melambaikan tangan. Di belakangnya, Lia dan Sita berdiri diam, tersenyum tenang.

---

Dalam perjalanan pulang...

“Eh,” kata Nila tiba-tiba, “ini beneran healing lho.”s

Radit menyenggol bahunya. “Healingnya bareng makhluk alam gaib, gitu?”

Semua tertawa.

Dan untuk pertama kalinya dalam beberapa minggu terakhir, Kirana ikut tertawa. Bukan tertawa terpaksa, atau menutupi ketakutan.

Tapi tawa lega.

Karena ia tahu, ia telah menyelamatkan lebih dari sekadar dirinya sendiri.

Ia menyelamatkan jiwa-jiwa yang lama terpenjara dalam kebisuan dan teror.

Kirana membuka tirai kamarnya di rumah. Sinar pagi yang hangat menerpa wajahnya. Suara burung terdengar samar, menandakan bahwa ia sudah benar-benar jauh dari vila dan kabut serta keheningan yang nyaris menenggelamkan jiwa mereka.

Namun Kirana tahu—ketenangan ini belum sepenuhnya nyata.

---

Tiga hari berlalu.

Mereka kembali ke sekolah. Aktivitas kembali normal. Tapi sahabat-sahabat Kirana mulai menyadari satu hal aneh Kirana jadi lebih sering melamun.

“Kirana, kamu baik-baik saja?” tanya Kezia saat jam istirahat di kantin.

“Aku baik. Cuma masih terngiang-ngiang wajah Anissa... dan Lia... dan Sita.”

“Masih kebawa suasana vila, ya?” ujar Jalu, berusaha santai. “Ya wajar sih, aku aja semalam denger kursi di rumah bunyi sendiri.”

Radit terkekeh. “Itu sih biasanya tikus.”

“Kalau tikus, kenapa dia duduk sambil goyang-goyang di ruang tamu?” tanya Jalu cepat.

“Eh... ya... jangan bercanda aneh-aneh deh,” potong Diriya. “Cukup yang di vila kemarin.”

---

Malam harinya, di kamar Kirana.

Ia sedang mencatat PR Biologi ketika bayangan jatuh di atas buku tulisnya. Kirana menoleh cepat.

Di dekat jendela... Anissa berdiri.

Namun kali ini, gadis kecil itu tidak menyeramkan. Ia hanya menatap dengan mata sendu, lalu bicara tanpa suara: “Terima kasih.”

Kirana mengangguk pelan.

“Apa kau... masih di sini?” tanyanya pelan.

Anissa menunduk. “Kami tidak bisa pergi, Kak. Kami... tertambat.”

Kirana berdiri. “Tertambat pada siapa?”

Tiba-tiba lampu kamarnya berkedip.

Dan dari cermin lemari... sebuah sosok muncul. Bayangan kabur dengan mata merah menyala. Bukan hantu dari vila. Bukan pula “Mama”.

“Dia ikut pulang,” bisik Anissa. “Yang ketiga. Yang tidak pernah bicara.”

Kirana mundur, menggenggam liontinnya. “Apa yang dia mau?”

Anissa menghilang.

Tinggal sosok samar itu... yang tertawa tanpa suara dari balik kaca.

---

Esok paginya.

Kirana memutuskan mengunjungi toko antik, tempat awal semua ini dimulai. Di sana, ia disambut oleh Pak Wiryo, pemilik toko tua yang sudah menganggap Kirana seperti cucunya sendiri.

“Ada yang bisa Bapak bantu?”

Kirana ragu, lalu berkata, “Pak... bagaimana cara mengetahui apakah ada arwah mengikuti kita dari tempat lain?”

Pak Wiryo menatapnya lama. “Maksudmu... dibawa dari tempat lama, ke rumah?”

Kirana mengangguk.

Pak Wiryo menghela napas, mengambil sebatang dupa dan lilin dari rak belakang.

“Kalau yang ikut itu hantu biasa, dia hanya akan bertahan beberapa hari. Tapi kalau dia tertambat karena dendam atau ada urusan yang belum selesai... dia bisa tinggal selama bertahun-tahun.”

“Kalau yang ikut... tidak pernah bicara? Hanya muncul lewat bayangan, dan... menatap?”

Pak Wiryo terdiam.

“Kau tidak sedang membawa Bayangan Ketiga, kan?”

Kirana membeku. “Bayangan Ketiga?”

Pak Wiryo menatap langsung ke matanya.

“Arwah ketiga dari Vila Hitam di Bukit Asri... bukan anak kecil. Tapi roh yang sengaja dipanggil.”

---

Kilas balik. Vila itu, 30 tahun lalu.

Dalam ritual rahasia yang dilakukan seorang ibu pemuja aliran hitam, tiga anak dijadikan "penjaga" agar roh yang lebih kuat bisa dipanggil dan ditahan dalam dinding vila.

Roh itu disebut “Bayangan Ketiga”. Wujudnya tidak jelas, tapi dikenal karena tidak punya suara, tidak punya tubuh, hanya kehadiran... yang mengikat.

Jika dilepaskan, dia tidak menyerang secara langsung, tapi membisikkan kehendaknya pada orang yang lemah jiwa. Mengubah mereka... menjadi perpanjangan dirinya.

---

Kembali ke masa kini.

Kirana pulang dari toko antik dengan dada sesak. Langit mendung sore itu tidak membantu sedikit pun. Ia berjalan cepat menuju rumah. Namun ketika ia membuka pintu pagar... semua lampu rumah padam.

Padahal ini baru pukul lima sore.

“Kiranaaa!”

Suara teriakan Nila dari seberang jalan membuat Kirana menoleh. Nila berlari ke arahnya dengan nafas memburu. “Teleponku gak bisa nyambung! Kalian semua gak bisa dihubungi!”

Kirana membuka gerbang.

“Ada apa?”

“Radit... dia tiba-tiba berubah. Semalam... dia bilang mendengar suara-suara. Terus... dia bilang dia tahu cara membuka jalan ke tempat itu lagi!”

---

Malamnya. Di rumah Radit.

Mereka berkumpul lengkap: Kirana, Kezia, Nila, Jalu, Diriya. Radit duduk di lantai ruang tamu, memegang buku lusuh.

“Aku nemu ini di kamarku,” kata Radit datar. “Padahal aku gak punya buku kayak gini.”

Kirana mengambil buku itu. Kulitnya coklat tua, halaman-halamannya penuh coretan tangan dan gambar simbol-simbol.

“Ini buku ritual,” gumamnya. “Ini bukan milikmu, Radit. Ini... miliknya.”

“Milik siapa?” desak Kezia.

Kirana memandangi jendela yang mendadak membeku. Embun menempel seperti tangan kecil yang menekan dari luar.

“Bayangan Ketiga.”

---

Dan malam itu...

Di antara tawa-tawa gugup mereka saat makan mi instan di dapur, ada kursi yang tergeser sendiri di ruang tengah.

Sendok jatuh.

Kezia menjerit. “Apa itu barusan?”

Kirana menatap kosong.

“Dia di sini.”

bersambung

1
💕𝘛𝘢𝘯𝘵𝘪 𝘒𝘪𝘵𝘢𝘯𝘢💕
𝒋𝒅 𝒅𝒂𝒕𝒂𝒏𝒈 𝒑𝒅 𝑲𝒊𝒓𝒂𝒏𝒂
💕𝘛𝘢𝘯𝘵𝘪 𝘒𝘪𝘵𝘢𝘯𝘢💕
𝒑𝒂𝒔𝒕𝒊 𝒔𝒆𝒍𝒂𝒎𝒂𝒕𝒍𝒂𝒉
💕𝘛𝘢𝘯𝘵𝘪 𝘒𝘪𝘵𝘢𝘯𝘢💕
𝒎𝒂𝒌𝒊𝒏 𝒔𝒆𝒓𝒖 👏👏
💕𝘛𝘢𝘯𝘵𝘪 𝘒𝘪𝘵𝘢𝘯𝘢💕
𝒃𝒆𝒏𝒆𝒓 𝑲𝒊𝒓𝒂𝒏𝒂 👍👍
💕𝘛𝘢𝘯𝘵𝘪 𝘒𝘪𝘵𝘢𝘯𝘢💕
𝒊𝒕𝒖 𝒈𝒊𝒎𝒂𝒏𝒂 𝒅𝒏𝒈𝒏 𝒔𝒆𝒌𝒐𝒍𝒂𝒉𝒏𝒚𝒂 𝒌𝒍 𝒕𝒊𝒂𝒑 𝒎𝒂𝒍𝒂𝒎 𝒌𝒆𝒍𝒖𝒚𝒖𝒓𝒂𝒏 𝒎𝒆𝒄𝒂𝒉𝒊𝒏 𝒌𝒂𝒔𝒖𝒔 𝒉𝒂𝒏𝒕𝒖 👻👻
💕𝘛𝘢𝘯𝘵𝘪 𝘒𝘪𝘵𝘢𝘯𝘢💕
𝒋𝒏𝒈𝒏 𝒎𝒂𝒖 𝑲𝒊𝒓𝒂𝒏𝒂 𝒌𝒍 𝒏𝒂𝒏𝒕𝒊 𝒋𝒆𝒃𝒂𝒌𝒂𝒏 𝒈𝒊𝒎𝒂𝒏𝒂
💕𝘛𝘢𝘯𝘵𝘪 𝘒𝘪𝘵𝘢𝘯𝘢💕
𝑨𝒅𝒓𝒊𝒂𝒏 𝒃𝒆𝒓𝒂𝒓𝒕𝒊 𝒋𝒂𝒉𝒂𝒕 𝒅𝒐𝒏𝒌
💕𝘛𝘢𝘯𝘵𝘪 𝘒𝘪𝘵𝘢𝘯𝘢💕
𝒋𝒅 𝑨𝒅𝒊𝒕𝒚𝒂 𝒎𝒔𝒉 𝒉𝒊𝒅𝒖𝒑
💕𝘛𝘢𝘯𝘵𝘪 𝘒𝘪𝘵𝘢𝘯𝘢💕
𝒋𝒅 𝒂𝒅𝒂 𝒔𝒂𝒏𝒈𝒌𝒖𝒕 𝒑𝒂𝒖𝒕𝒏𝒚𝒂 𝒔𝒂𝒎𝒂 𝒂𝒚𝒂𝒉 𝑱𝒂𝒍𝒖 𝒅𝒂𝒏 𝑹𝒂𝒅𝒊𝒕𝒉
💕𝘛𝘢𝘯𝘵𝘪 𝘒𝘪𝘵𝘢𝘯𝘢💕
𝑹𝒂𝒅𝒊𝒕𝒉 𝒅𝒂𝒏 𝑱𝒂𝒍𝒖 𝒔𝒊𝒂𝒑𝒂 🤔🤔
💕𝘛𝘢𝘯𝘵𝘪 𝘒𝘪𝘵𝘢𝘯𝘢💕
𝒅𝒂𝒔𝒂𝒓 𝒌𝒂𝒍𝒊𝒂𝒏 𝒂𝒅𝒂" 𝒔𝒂𝒋𝒂
💕𝘛𝘢𝘯𝘵𝘪 𝘒𝘪𝘵𝘢𝘯𝘢💕
𝒊𝒏𝒊 𝒈𝒂𝒌 𝒂𝒅𝒂 𝒔𝒊𝒔𝒘𝒂 𝒄𝒐𝒘𝒐𝒌𝒏𝒚𝒂 𝒈𝒊𝒕𝒖 🤔
💕𝘛𝘢𝘯𝘵𝘪 𝘒𝘪𝘵𝘢𝘯𝘢💕
𝒖𝒏𝒕𝒖𝒏𝒈 𝒂𝒅𝒂 𝒚𝒈 𝒎𝒆𝒏𝒆𝒎𝒂𝒏𝒊
💕𝘛𝘢𝘯𝘵𝘪 𝘒𝘪𝘵𝘢𝘯𝘢💕
𝒔𝒊𝒂𝒑𝒂 𝒚𝒂 🤔🤔
💕𝘛𝘢𝘯𝘵𝘪 𝘒𝘪𝘵𝘢𝘯𝘢💕
𝒈𝒊𝒎𝒂𝒏𝒂 𝒚𝒂 𝒓𝒂𝒔𝒂𝒏𝒚𝒂 𝒃𝒊𝒔𝒂 𝒍𝒊𝒂𝒕 𝒉𝒂𝒏𝒕𝒖 🤔👻
💕𝘛𝘢𝘯𝘵𝘪 𝘒𝘪𝘵𝘢𝘯𝘢💕
𝒎𝒆𝒏𝒂𝒓𝒊𝒌
MARQUES
cerita nya seru thor lanjutkan terus karya barunya🙏
youuu
gada S2 nya thor?
Cindy
lanjut kak
Cindy
lanjut
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!