Dalam pusaran dunia mafia yang gelap, Alex, putra mahkota dari klan Moralez, dihadapkan pada ultimatum ayahnya, Marco Moralez, seorang mafia kejam tanpa belas kasihan.
Untuk membuktikan dirinya layak memimpin klan, Alex harus menemukan adiknya yang bertahun-tahun hilang, sebagai syarat.
Namun, di tengah pencarian nya terhadap sang adik, Alex justru bertemu dengan seorang gadis yang menarik perhatiannya, gadis yang mampu menggetarkan hatinya setelah lama mati.
Akankah dia berhasil menemukan adiknya dan memimpin klan ? Dan bagaimanakah kisah cinta akan mengubah arah hidupnya?"
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Aquarius97, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
KEPERGIAN ALMIRA
Di atas gundukan tanah yang masih basah, bunga-bunga bertaburan membentuk karangan yang indah. Satu persatu, terlihat langkah kaki mulai meninggalkan area pemakaman, menyisakan keheningan yang hanya diisi oleh desiran angin.
Tuan Mahardika, berjalan mendekat ke arah Elzatta yang masih bersimpuh di samping pusara. Beliau berjongkok, lalu merangkul pundak putrinya, dan mengajaknya pulang. Tapi, gadis itu masih terpaku di sana, tatapan nya kosong, terfokus pada papan nisan yang bertuliskan nama Bunda Almira, dengan tangan yang menggenggam papan itu erat seolah tak rela melepaskannya.
"Sayang, mari kita pulang. Lihatlah, sepertinya sebentar lagi akan turun hujan," suara Tuan Mahardika begitu lembut.
Elzatta tetap bergeming, membuat Tuan Mahardika membujuknya sekali lagi. "Nak," beliau mengusap lengan putrinya untuk memberikan kekuatan.
"Kalian pulanglah dulu, Elza masih ingin disini menemani, Bunda." Sahutnya lirih, dengan tatapan datar.
"Ayah dan Ibu, pulanglah terlebih dulu. Leon yang akan membujuknya," timpal Leon pada akhirnya.
Tuan Mahardika menghembuskan napasnya pelan, lalu mengangguk. "Ayah titip Elza ya," sambil menepuk bahu Leon, kemudian mengajak istrinya beranjak.
***
Tuan Mahardika masih mencoba menunggu putrinya di dalam mobil, berharap Elzatta akan segera muncul, agar mereka bisa pulang bersama-sama. Tapi hingga setengah jam berlalu, tidak ada tanda-tanda kemunculan putrinya, membuat Ibu Rosie merengut sebal.
Ibu Rosie menghela napasnya kasar, lalu berkata. "Sudahlah, lebih baik kita pulang dulu. Maklumi saja, anak itu baru saja kehilangan ibu kandungnya kan?" Ucapnya, lalu bersedekap.
Tuan Mahardika spontan menoleh istrinya, "Harus berapa kali aku katakan padamu, Ros. Elzatta bukan anak kandung, Almira. Percayalah," beliau berkata dengan tutur lembut.
"Lalu dia anak siapa? Coba ceritakan padaku, tanpa ada yang di tutup-tutupi!"
Tuan Mahardika menarik napasnya, mencoba bersabar menghadapi istrinya. "Maaf, tapi aku tidak bisa mengatakannya padamu," kepalanya menunduk, terlihat begitu menyesal.
Wajah Ibu Rosie memerah sampai ke telinga, menandakan emosinya yang memuncak. Tangannya lalu menggebrak dashboard mobil.
Brakkk !
"Kenapa tidak bisa? Aku ini istrimu, Luis!" Tuan Mahardika hanya diam, membuat dirinya kembali mendapat bentakan. "Sudah jelas kan!"
"Sudah jelas kau tidak bisa mengelak, bahkan tanpa tes DNA pun anak itu tahu siapa ibu kandungnya, Elzatta begitu menyayangi Almira selama ini!" Jelasnya, dengan emosi yang menggebu-gebu.
"Ros........Elza begitu menyayangi Almira karena kau tidak memberinya kasih say-"
"Stop!" Ibu Rosie menutup kedua telinganya. "Stop, membela dia terus, hiks!" Air matanya akhirnya luruh juga. "Kau tahu, hatiku sangat sakit. Setiap kali aku melihatnya, aku teringat akan penghianatanmu," Ibu Rosie menangis sampai tersedu-sedu.
Tuan Mahardika, meraih kepala istrinya, ingin mendekapnya. Namun, dengan cepat Ibu Rosie menepisnya. "Jangan sentuh aku!"
"Maafkan aku, Ros. Jika bisa, aku pun tidak ingin berada di situasi seperti ini, tapi aku juga tidak bisa memberitahumu," katanya sekali lagi dengan penuh sesal. "Aku hanya berharap, kau mau menyayangi Elzatta sepenuh hati."
"Kau jahat!" Seru Ibu Rosie, sambil memukul dada suaminya.
...💣💣💣💣💣...
Setelah Tuan Mahardika dan Ibu Rosie pergi, Leon ikut duduk bersila di samping Elzatta. Walaupun tidak ada air mata di pipi gadis itu, tapi Leon tahu, Elzatta sangat terpukul atas kepergian Bundanya untuk selama-lamanya. Karena selama ini, hanya dengan Bunda Almira, Elzatta bisa merasakan kasih sayang seorang ibu.
"Bun, katakan padaku, bahwa kau sudah tenang sekarang. Bunda sudah tidak merasakan sakit lagi, iya kan?" Leon berkata sambil melirik sahabatnya.
"Bun, seharusnya aku yang begitu sedih atas kepergian mu. Tapi, ternyata ada yang lebih tidak rela Bunda pergi. Tolong, katakan padanya, Bun, bahwa kau sudah bahagia di atas sana, kau pasti sudah bersama, Daddy kan Bun?" Ungkapan Leon kali ini berhasil membuat Elzatta menoleh dan menatapnya.
Seketika, Elzatta melingkarkan kedua tangannya, mendekap pundak Leon dan menumpahkan tangisannya di dada bidang tersebut. "Maaf, Bunda. Elza menangis disini. Hiks!"
"Maaf, tidak bisa menepati janji untuk tidak menangis, rasanya ini begitu sakit. Hiks!"
"Hiks,"
"Hiks,"
"Siapa yang akan menyayangiku seperti Bunda, setelah ini, Le! Kenapa Bunda pergi secepat ini, hiks!"
Leon membiarkan Elzatta menangis dan meraung, setidaknya setelah ini, gadis itu akan merasa lega. Tapi, ia tidak bisa membalas dekapan Elzatta, karena kedua tangannya tidak bisa bergerak.
Elzatta mendekapnya dengan sangat erat. "Bukankah kau sendiri sudah tahu jawabannya, kenapa Bunda pergi?" tanya Leon dengan santai. "Sudah, ikhlaskan Bunda ya, kasihan dia." Katanya lagi.
Elzatta mengangguk, perlahan hatinya mulai tenang, dan pelukannya melonggar. Leon mengusap air matanya dengan lembut. "Sekarang kita pulang ya?"Ajaknya kemudian.
"Baiklah," Elzatta mengusap ingusnya dengan baju Leon, membuat si empu melotot tajam.
"iiiiyuuuuuuwhhhh, kau jorok sekali, Za!" protesnya.
"Hehehe, maaf, habis disini tidak ada tissu," ucap Elzatta tanpa dosa. "Haish, kan ada bajumu sendiri!" Bentak Leon.
"Sudah-sudah, begitu saja jadi masalah," Elzatta beralih menatap nisan. "Bunda, Elza pulang dulu ya. Elzatta janji akan sering-sering mengunjungi, Bunda." Kali ini, ia berkata dengan senyum mengembang di bibirnya.
Tanpa mereka sadari, sedari tadi ada yang mengawasi gerak-gerik mereka dari jarak yang tidak terlalu jauh.
"Kau perhatikan gadis yang bersama, Leon!"
"Iya, Bos, ada apa dengannya?"
"Masukkan ke mobilku, bagaimanapun caranya!"
"Baik, Bos!"
Leon dan Elzatta akhirnya beranjak dari sana. Mereka berjalan beriringan menuju mobil. Ketika mereka hampir sampai, ponsel di saku Leon tiba-tiba bergetar. Ia pun merogoh dan mengecek siapa yang menelpon. "Kau tunggulah aku di mobil, Za. Aku harus mengangkat telepon dulu." Kata Leon sambil menyerahkan kunci.
Elzatta mengangguk, "Okey, tapi jangan lama-lama, ya," pintanya.
Ketika Elzatta hendak membuka pintu mobil, tiba-tiba tengkuknya di pukul oleh seseorang. Karena tidak ada persiapan, Elzatta pun pingsan dan berhasil di bawa oleh seseorang yang misterius.
...----------------...
Yuk, ikuti terus kelanjutan nya.......🤗
Alex, nackal banget kamu/Curse/