Kisah menakjubkan tentang perpindahan Jiwa seorang Ratu Mafia ke dalam Tubuh seorang Gadis Cupu yang diabaikan dan direndahkan oleh keluarganya.
Gadis Cupu itu terus-menerus dianggap tidak berarti oleh keluarganya.
Namun semua hinaan dan pandangan meremehkan itu tak pernah mampu mematahkan semangat nya.
Penuh Drama yang menegangkan, mari ikuti Perjalanan Hidup Mafia Queen X Gadis Cupu!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon PrinsesAna, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
15
Jam pelajaran pun dimulai setelah sesi perkenalan siswa baru.
Di dalam kelas, Gio masih kesal melihat tindakan Ara yang mencium pria lain. Pandangan Gio tajam tertuju pada pria yang dicium Ara, yang ternyata adalah teman sekelasnya.
Sambil menatap Darren dan Kenzo, Gio bergumam dalam hati, Sial, apa iya cowok itu pacar Ara? Dengan pandangan penuh amarah dia berkata lagi dalam hati, Enggak bisa! Ara cuma milik gue!
Tak jauh berbeda, Arga dan Arka juga tak senang melihat Ara memanggil Darren dan Kenzo dengan sebutan "abang". Dalam hati mereka berpikir, seharusnya hanya mereka berdualah yang menerima panggilan itu. Rasa cemburu semakin membara saat mereka melihat betapa hangatnya Ara kepada Darren dan Kenzo. Sebaliknya, terhadap mereka, Ara hanya menampilkan ekspresi wajah datar.
Waktu istirahat tiba. Ara bersama sahabat-sahabatnya menuju kantin, kali ini dengan tambahan anggota—El Varo dan Azka.
Rasa penasaran masih menyelimuti banyak orang yang bertanya-tanya tentang kedekatan Ara dengan siswa baru itu. Tak sedikit pula yang tetap terpesona pada kecantikan Ara. Bukan hanya Ara, tetapi sahabat-sahabatnya juga memikat perhatian dengan pesona kecantikan dan ketampanan mereka.
Sesampainya di kantin, mereka memilih duduk di sudut meja yang kebetulan kosong.
"Kalian mau pesan apa, guys? Biar gue aja yang beli makanannya," ujar Manda menawarkan diri.
"Gue nasi goreng pake jus jeruk, Man!" jawab Jessika sambil mengacungkan tangan seperti anak kecil, membuat teman-temannya tertawa kecil.
"Gue bakso pake jus jeruk juga, tambah batagor satu," sambung Ara sambil asyik memainkan ponselnya.
"Kalau gue samain aja sama Ara, tapi enggak pakai batagor," ujar Risa dengan nada datarnya.
"Terus kalian bertiga mau pesan apa?" tanya Manda pada El Varo, Azka, dan Nabila.
"Kami bertiga pesen mie ayam bakso sama es teh aja deh," jawab Azka santai.
"Oke, yuk Ila temenin Manda," ajak Manda sambil menarik tangan Nabila.
"Ih, Manda! Ila tuh mau santai-santai," protes Nabila sambil mengerucutkan bibirnya, walau akhirnya tetap mengikuti langkah Manda menuju stand makanan.
"Enggak ada istilah santai-santai! Gue enggak bakal sanggup bawa semua pesanan sendirian," ujar Manda sambil berdiri di depan stand makanan.
Tak lama kemudian, kantin mendadak ramai ketika geng Bruiser masuk. Terutama karena kehadiran Gio yang begitu tampan hingga menyita perhatian banyak penghuni kantin. Mereka duduk tak jauh dari meja tempat Ara dan teman-temannya berkumpul.
Keramaian di kantin semakin menjadi-jadi saat Kenzo dan Darren datang. Dengan gaya keren dan tatapan mata tajam, keduanya berhasil mencuri perhatian yang ada. Mereka berdua langsung berjalan menuju meja Ara dan duduk bersamanya.
Darren memilih duduk di sisi kanan Ara, sementara Kenzo duduk di sisi kirinya. Posisi ini membuat Ara berada tepat di antara mereka berdua.
"Adek udah pesan makanan kan?" tanya Darren sambil mengusap puncak kepala Ara dengan lembut. Pemandangan ini membuat para penghuni kantin histeris menahan reaksi mereka melihat interaksi Ara dengan dua murid baru yang tampan itu.
"Udah kok, Bang. Tuh, Nabila sama Manda lagi pergi buat pesan," jawab Ara dengan santai sambil senderan di dada Darren, karena posisi Darren yang menghadap langsung ke arahnya.
Darren memberikan kode pada Kenzo agar segera memesan makanan. Tanpa banyak bertanya, Kenzo yang paham langsung bangkit menuju stand makanan.
"Yuhuuu, guys, makanannya datang!" seru Nabila dengan diikuti teriakan Manda, hingga sukses menarik perhatian seluruh penghuni kantin.
Jessika hanya bisa menepuk jidat, melihat aksi konyol kedua temannya itu.
Manda dan Nabila kemudian menurunkan nampan penuh makanan dan minuman ke atas meja mereka.
"Kalian berdua emang kebiasaan banget ya," komentar Jessika sambil melirik keduanya.
Reaksinya? Nabila dan Manda hanya nyengir tanpa rasa bersalah.
Sementara itu, Darren mengambil ponsel dari tangan Ara. "Udah, berhenti main ponsel dulu. Makan aja dulu," ujarnya.
Ara menatap Darren dengan wajah yang menggemaskan. "Enggak mau, Bang," jawabnya penuh manja.
Semua penghuni kantin dibuat terkejut. Ara yang selama ini dikenal dengan ekspresi datarnya tiba-tiba berubah menjadi begitu imut dan manja saat bersama Darren. Hal ini membuat suasana kantin menjadi semakin riuh.
"Mau Abang suapin?" tanya Darren lembut sambil menyentuh pipi Ara.
Ara mengangguk kecil dengan semangat. "Mau, mau, Bang," balasnya polos.
Darren terkekeh melihat tingkah Ara yang menggemaskan. Saking gemasnya, tanpa ragu ia mengecup pipi Ara, membuat penghuni kantin semakin melotot tak percaya.
Namun, Ara hanya tersenyum tipis dan tampak santai menghadapi situasi tersebut. Ia pun menikmati makanannya, disuapi langsung oleh Darren.
Sementara itu, dari meja geng Bruiser, tatapan tajam diarahkan menuju pasangan itu. Tak sedikit dari mereka merasa tidak nyaman melihat kemesraan Ara dan Darren.
Gio yang duduk di sana terlihat sangat terganggu. Ia menatap Darren dan Ara dengan penuh emosi.
"Buset, gue kira Ara mukanya dingin terus, ya. Enggak taunya dia bisa juga lucu kayak gitu," celetuk Lucas sambil terkekeh, yang langsung diiyakan oleh Alvin dan Ryan.
"Benar juga. Dan itu cowok berani banget ya cium Ara, tapi Ara-nya santai banget enggak marah atau apa," timpal Alvin, mempertegas.
"Iya sih. Eh, tapi kenapa Ara bisa deket banget ya sama anak-anak baru ini?" sahut Ryan heran.
Sementara itu, Arga dan Arka memandang ke arah Ara dengan tatapan sendu. Mereka memendam perasaan yang sulit dijelaskan. Seharusnya merekalah yang berada di posisi Darren saat ini—bukan sebaliknya.
"Kenapa ya gue gak rela lihat lo deket sama cowok lain, Ra…" gumam Gavin pelan dalam hati sambil terus menatap Ara dengan ekspresi kompleks.
Dari sudut meja geng Bruiser, mereka masih terus memperhatikan Ara. Melihat senyum bahagia di wajahnya merupakan sesuatu yang tak biasa. Biasanya, Ara hanya menunjukkan ekspresi dingin tanpa emosi. Namun hari ini, ada sisi lain dari Ara yang mereka saksikan untuk pertama kalinya—wajah penuh kebahagiaan.
Sementara Vania yang baru saja membeli makanan dan minumannya berjalan menuju meja Ara.
Hai Kak, kenalin aku Vania, adiknya Kak Ara, ucap Vania sambil menyodorkan tangan ke arah Darren dengan senyum manis.
Eh, ngapain sih lo ke sini, nanti jatuh malah nyalahin Ara lagi, ujar Manda sambil menatap Vania dengan sinis.
Iya tuh, nanti jatuh malah sahabat gue yang disalahin, timpal Jessika yang ikut memberikan tatapan sinis kepada Vania.
Aku cuma mau kenalan sama teman-teman Kak Ara, kan aku adiknya Kak Ara. Apa salahnya? kata Vania dengan mata yang mulai berkaca-kaca. Jessika dan Manda terus memandang sinis ke arah Vania yang tampak memulai drama. Sementara Ara masih sibuk dengan makanannya yang sedang disuapi oleh Darren.
Kamu kan yang kemarin itu ya, yang duduk kayak pengemis. Kamu kenapa ke sini? ucap Nabila tanpa rasa bersalah, membuat semua orang tertawa mendengar perkataannya.
Vania merasa kesal dan malu mendengar ucapan Nabila, tapi dia mencoba untuk tetap berpura-pura santai.
Vania kemudian kembali mengenakan senyum manisnya.
Hai Kak, aku Vania, adiknya Kak Ara, ucap Vania kepada Kenzo yang sibuk menyendokkan makanan ke dalam mulutnya.
Dari kejauhan, geng Bruiser melihat bagaimana Vania diperlakukan seperti itu dan mulai merasa geram, kecuali Gio dan Arka. Mereka pun bergerak menyusul Vania ke meja Ara, sedangkan Gio tetap tenang di tempatnya sambil menikmati makanannya. Dia memutuskan untuk tidak ikut campur dalam urusan tersebut.
"Lo ngapain sih, Ra? Vania cuma punya niat baik mau kenalan sama temen lo," ujar Arga yang berdiri di samping Vania.
"Dia itu adek lo, tapi malah diperlakukan kayak gitu. Percuma aja penampilan lo berubah," kata Gavin dengan nada emosi ke arah Ara.
"Eeh, udah jelas tuh Bang Darren sama Bang Kenzo dan yang lainnya gak mau kenalan sama Vania. Malah Ara yang lo salahin. Gila banget, lo!" sergah Manda sambil menatap mereka sinis.
"Lo mending diem aja, gak ada urusannya," jawab Arga sambil menunjuk Manda.
"Sinting ya lo? Ara itu sahabat gue, jadi jelas ini urusan gue!" balas Manda tajam menatap Arga.
"Dan lo juga udah tahu orang gak mau kenalan, tapi malah maksa," tambah Manda sambil menunjuk Vania.
"A-aku cuma mau berteman aja sama temennya Kak Ara. Apa itu gak boleh?" tanya Vania dengan suara bergetar dan mata berkaca-kaca, tampak sangat sedih.
"Eeh, terserah lo mau temenan sama siapa, tapi lo gak lihat semua orang di sini gak ada yang mau kenalan atau temenan sama lo. Gitu aja gak paham? Malah sok tersakiti, gaya lo munafik banget sih," sindir Manda sambil menatap tajam ke arah Vania.
Plak.
Arga tiba-tiba menampar pipi Manda karena tidak terima dirinya disebut munafik. Semua orang kaget melihat tindakan Arga. Manda terduduk di lantai dan langsung dipeluk Nabila.
"Woi, ringan banget tangan lo mukul cewek! Kasar bener jadi cowok!" teriak Azka dengan geram.
"Bener tuh. Lo banci banget sih main tangan sama cewek," timpal El menyindir tajam ke arah Arga.
Semua orang memandang Arga dengan tatapan penuh amarah, tak percaya dia berani melakukan itu terhadap Manda.
BRAK!
Ara mengebrak meja dengan keras. Ia berdiri dan memandang Arga serta Vania beserta gengnya dengan penuh amarah.
"Lo tadi bilang apa? Lo adek gue? Sejak kapan gue ngakuin anak pungut kayak lo jadi adek gue? Dan buat lo, jagain tuh adek lo supaya gak nyari masalah sama gue. Gue bukan siapa-siapa kalian. Apa lo lupa kemarin gue bilang di rumah? Gue ini bukan bagian dari Anderson lagi! Lo gak bodoh kan, ngerti maksud gue? Jangan ngaku-ngaku lo adek atau abang gue. Gue cuma punya dua abang, Bang Darren dan Bang Kenzo. Paham gak?"
Ara menatap tajam ke arah Vania dan Arga, tenggelam dalam amarahnya.
BUGH.
"Itu buat lo karena udah berani nampar sahabat gue. Denger ya, jangan pernah ngusik gue atau sahabat gue lagi. Gue gak bakal tinggal diam! Sekarang bawa tuh anak pungut dan mental sampah lo pergi jauh-jauh dari depan gue. Kalau enggak, gue gak bakal segan buat habisin lo sekarang juga," ucap Ara dengan sorot mata dingin dan penuh ancaman ke arah Arga dan Vania.
Vania berdiri gemetar ketakutan karena Ara.
Sementara itu, Arga sudah terduduk dengan darah mengalir dari hidungnya akibat pukulan keras dari Ara.
Ara berteriak dengan emosi, "Pergi kamu dari hadapan saya!" sambil mengeluarkan pisau lipat yang disimpannya di dalam kantong rok. Melihat Ara yang membawa pisau, mereka semakin terperanjat dan ketakutan.
Akhirnya, Gavin, Lucas, Alvin, dan Ryan membawa Arga dan Vania pergi dari tempat tersebut.