Jodohku Adalah Sahabat Dari Mantan Ku

Pada saat jam istirahat, ketika lonceng berbunyi nyaring menandakan waktu makan siang, aku baru saja berdiri dari bangku. Rencana awalku sederhana mau ke kantin, beli es teh dan seblak, kesukaan aku, sembari ngobrol sebentar sama Yuli seperti biasanya. Tapi baru beberapa langkah meninggalkan kelas, ponselku bergetar pelan di saku rok. Saat kulihat layarnya, ada nama yang cukup membuat dadaku berdegup sedikit lebih cepat yaitu: Kak Gio.

Pesannya singkat, tapi membuat pikiranku langsung berputar.

> “dek lagi apa udah istirahat belum??"

" sudah kak ini aku baru keluar kelas sekarang ini mau ke kantin"

"kamu hari ini ada kegiatan, maksud kakak kamu hari ini sibuk gak" tanya kak gio

" gak tau kak hari ini aku belum ada jadwal soalnya"jawab ku

" emmmmm gimana kalau sepulang sekolah kita ketemuan kalo kamu gak keberatan??"

" ohh gitu gimana nanti aja ya kaaa soalnya kalau aku janji dari sekarang takutnya nanti aku ada jadwal pelajaran tambahan"

" oke kakak tunggu kabar baiknya ya"

Aku diam cukup lama sebelum membalas pesan ini

"udah lah gak perlu aku blas".ucap ku dalam hati Entah kenapa, setiap kali nama Gio muncul, selalu ada rasa campur aduk di dada. Sudah beberapa hari ini dia ngajak ketemuan, tapi selalu aku tolak dengan alasan yang entah masuk akal atau tidak. Dan kali ini, dia kembali mencoba membujukku.

dan sepulangnya aku dari sekolah dia terus menelpon aku, tapi tidak satupun aku angkat karena aku takut Dia ngajak ketemuan, dan chat dari kak gio masuk > “dek gimana udah pulang apa belum??"

" udah ka cuma gak bisa "

"Ayolah, cuma sebentar aja dek. Aku pengin ngobrol, kangen,” katanya lagi, disusul emoji senyum yang entah kenapa justru membuatku semakin gelisah.

Aku menggigit bibir, menatap layar lama-lama. Dalam hati aku bergulat dengan rasa yang tak bisa dijelaskan. Sejujurnya, bukan karena aku tak mau bertemu. Tapi ada hal yang lebih dalam dari sekadar ‘tak mau’. Aku takut terbawa suasana dan hal yang kemarin terjadi justru membuat aku lebih berhati-hati.

Trauma lama masih menempel erat di hatiku. Luka yang belum sepenuhnya kering itu bernama Jen. Sosok laki-laki yang dulu aku percaya sepenuh hati, yang ternyata dengan mudahnya menghancurkan segalanya. Sejak saat itu, aku selalu merasa semua laki-laki sama — manis di awal, tapi beracun di akhir. Hubungan yang kadas menginjak 4 bulan

Pikiranku berisik. Antara ingin menuruti ajakan Gio, dan ingin terus melindungi hatiku yang rapuh. Tapi aku tahu, kalau aku menolak mentah-mentah, Gio pasti curiga. Jadi dengan tangan gemetar, aku mengetik balasan pelan-pelan.

> “Ya, kak… gimana ya. hari ini cuaca nya mendung aku takut kehujanan ka soalnya ini juga aku aga sedikit demam.”

" iya dek gak papa ko kamu hati2 ya di jalan" mungkin agak sedikit kecewa, karena aku gak mau berlarut-larut dalam hal ini hp aku matikan saja biar hal ini gak aku pikirkan,

Padahal sebenarnya, hari ini aku pulang siang bahkan aku sempat ngobrol2 dan nongkrong duku sma temen2 aku, untuk menyembuhkan luka yang saat ini masih di rasakan, dan gak tau juga mau sampai kapan luka ini terus membekas, andaikan aku bisa menjelaskan ke ka gio tentang yang aku rasakan saat ini apakah dia bisa terima atau tidak