NovelToon NovelToon
Black Division

Black Division

Status: sedang berlangsung
Genre:Perperangan / Penyelamat / Action / Sistem / Mafia
Popularitas:265
Nilai: 5
Nama Author: Saepudin Nurahim

Di tengah kekacauan ini, muncullah Black Division—bukan pahlawan, melainkan badai yang harus disaksikan dunia. Dipimpin oleh Adharma, si Hantu Tengkorak yang memegang prinsip 'hukum mati', tim ini adalah kumpulan anti-hero, anti-villain, dan mutan terbuang yang menolak dogma moral.
​Ada Harlottica, si Dewi Pelacur berkulit kristal yang menggunakan traumanya dan daya tarik mematikan untuk menjerat pemangsa; Gunslingers, cyborg dengan senjata hidup yang menjalankan penebusan dosa berdarah; The Chemist, yang mengubah dendam menjadi racun mematikan; Symphony Reaper, konduktor yang meracik keadilan dari dentuman sonik yang menghancurkan jiwa; dan Torque Queen, ratu montir yang mengubah rongsokan menjadi mesin kematian massal.
​Misi mereka sederhana: menghancurkan sistem.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Saepudin Nurahim, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Harga Kepala

Keheningan di Bar Harlottica seberat timah panas, hanya dipecahkan oleh bassline musik yang masih berdentum pelan.

Di layar televisi, foto-foto mereka masih terpampang, di bawah label BURONAN INTERNASIONAL - HADIAH: SANGAT BESAR.

Dan di Bar Harlottica, tidak ada yang peduli pada keadilan atau konspirasi Rhausfeld. Mereka hanya melihat tiket lotre bernyawa.

Senjata-senjata mulai terangkat. Pistol-pistol tua, belati, bahkan pemukul bisbol berkarat—semua diarahkan ke meja tempat Adharma, Harlottica, The Chemist, dan Gunslingers duduk.

"Jangan bergerak," teriak seorang preman besar dengan tato naga di lehernya, tangannya memegang pistol revolver yang reyot. "Hadiahnya dibagi rata! Jangan ada yang curang!"

Adharma tidak menunggu. Keputusan sudah dibuat. Melarikan diri, atau mati di tangan massa yang melarat.

"Yama, non-lethal," desis Adharma, suaranya tenang. "Edy, berikan kami perlindungan. Tika, buka jalan."

Adharma yang pertama bergerak. Meja kayu berat di depannya ditendang ke udara, menghantam preman yang berteriak.

DOR! Pistol revolver preman itu meletus, pelurunya hanya menghantam meja yang melayang.

Kekacauan pecah. Lampu neon merah jambu berkedip-kedip saat tembakan-tembakan pertama dilepaskan.

The Chemist (Yama Mendrofa) yang kelelahan, bertindak cepat. Ia mengeluarkan dua tabung kecil dari sakunya—bukan asam, tetapi Gas Pengikat Saraf Tingkat Rendah yang diracik di Bar Harlottica (ia selalu membawa kit darurat). Ia melemparkan kedua tabung itu ke tengah lantai dansa.

FSHHH!

Gas putih tipis menyebar cepat. Para pengunjung yang berada di dekat gas itu langsung terhuyung-huyung, cengkeraman mereka pada senjata melemah, dan mereka ambruk dengan mata terbuka. Gas itu tidak membunuh, tetapi melumpuhkan saraf motorik untuk beberapa menit.

"Sektor kanan bersih," ujar Yama, menarik hoodie-nya lebih erat. Dia sudah kelelahan, tetapi pikirannya masih berfungsi.

Namun, gas itu tidak menjangkau preman-preman di belakang bar dan di tangga.

Harlottica (Tika Marlina) adalah yang paling bersemangat. Dia sudah tanpa kostum, tapi naluri tempurnya lebih liar. Dia meraih botol Bir Harlottica yang ada di mejanya—botol stout yang tebal—dan melompat ke sofa.

"Kalian mau hadiah?! Aku akan berikan kalian cinta!" teriaknya dengan tawa gila.

Tika menggunakan botol bir itu sebagai senjata tumpul. Dia menghantam kepala seorang preman yang mencoba memukulnya dengan kursi lipat. PRANG! Botol itu pecah, dan preman itu jatuh berlumuran darah dan bir.

Ia meluncur, mengambil belati yang jatuh dari tangan preman yang dilumpuhkan Yama, dan menggunakannya untuk menangkis. Belati itu bukan untuk membunuh; itu adalah alat untuk menyayat dan menciptakan kepanikan.

Tika menyayat lengan seorang preman di depannya. Darah menyembur. Preman itu berteriak kesakitan, bukan karena lukanya mematikan, tetapi karena ketakutan murni.

Di tengah kekacauan, Gunslingers (Edy Dhembeng) adalah benteng yang dingin. Meskipun tubuhnya dalam mode perbaikan (sistem armornya masih kasar), ia harus menggunakan senjata curian yang ia bawa.

Edy meraih senapan serbu Phoenix Defense dari meja. Ia tidak menembak. Ia menembak langit-langit.

RATATATATA!

Rentetan peluru berat menghantam pipa air dan kabel listrik. Pipa air pecah, air mengalir deras, dan listrik padam, kecuali lampu darurat yang berkelip.

Bar itu kini menjadi arena banjir, gelap, dan kacau.

"Tembak rendah!" perintah Edy, suaranya mekanis. "Jangan bunuh mereka jika tidak perlu. Lumpuhkan!"

Edy menembak lutut dan pergelangan kaki dari tiga preman yang mencoba menembak Adharma. Peluru beratnya mematahkan tulang seperti ranting.

Adharma bergerak melalui kekacauan ini dengan tujuan tunggal: keluar.

Dia adalah yang paling mematikan. Dengan kedua Cerulit Kembar yang kini sudah dicabut dari punggungnya, ia menghadapi preman-preman yang masih berdiri.

Berbeda dengan pertarungan sebelumnya melawan Pengaman Kuat, Adharma kini bertarung dengan kebencian yang tertahan. Ia marah karena orang-orang melarat ini justru mencoba menjualnya, bukannya melawan Rhausfeld.

Seorang preman gemuk dan putus asa mencoba menikam Adharma dari belakang. Adharma berbalik cepat, cerulitnya melesat, membelah bahu preman itu secara vertikal. Daging dan ototnya terbuka. Preman itu menjerit, senjatanya jatuh.

Adharma menatapnya dingin di balik topeng tengkorak. "Aku datang untuk membebaskanmu dari iblis, dan kau mencoba menjual kepalaku. Kau memilih nasibmu sendiri."

Adharma tidak membunuhnya, tetapi ia menjatuhkannya dengan tendangan lutut yang menghancurkan tulang rusuk.

Mereka harus bergerak cepat. Semakin lama mereka di sana, semakin banyak polisi atau Pengaman Kuat yang akan datang.

"Pintu keluar!" teriak Adharma.

The Chemist, Harlottica, dan Gunslingers menyerang balik bersamaan, menciptakan koridor singkat ke pintu belakang bar.

Yama melemparkan flash bang kimia buatannya, memicu kilatan cahaya yang disusul bau busuk yang menyesakkan.

DUARR!

Cahaya dan bau itu membuat preman-preman terakhir tersungkur, muntah, atau buta sementara.

Empat anggota Black Division melompat ke lorong belakang, melarikan diri ke jalanan Sentral Raya yang gelap.

Lima menit kemudian, mereka sudah berada di dalam mobil off-road lapis baja yang selalu mereka sembunyikan di tempat parkir terpencil. Adharma berada di kemudi. Gunslingers, meskipun tubuhnya masih dalam perbaikan, memegang kendali navigasi.

"Distrik 16, sektor lama," Adharma berbicara, suaranya penuh adrenalin. "Pusat logistik Gunslingers. Kita akan bersembunyi di sana."

Mobil itu melesat cepat, melanggar semua rambu lalu lintas Sentral Raya. Darah Harlottica (miliknya dan musuh) menetes di jok. The Chemist terbatuk-batuk, efek sisa dari gas buatannya sendiri.

"Selamat, Bro," Tika tertawa serak, menyeka darah di pipinya. "Kita baru saja memenangkan pertarungan melawan fans kita sendiri."

"Kita melawan keputusasaan," koreksi Adharma, pandangannya lurus ke depan. "Keputusasaan yang ditanamkan Rhausfeld."

Tiba-tiba, Gunslingers, yang visornya terhubung ke sistem keamanan kota yang diretas, berdesis. "Kita diikuti. Dua mobil di belakang. Tidak ada tanda polisi atau STF."

Adharma mengeraskan cengkeramannya di setir. "Pengaman Kuat Korporasi?"

"Tidak. Mobil sipil. Tapi terenkripsi tinggi. Level militer. Dan plat nomornya... terdaftar di Balai Kota. Mobil dinas VVIP."

"Balai Kota?" The Chemist mengangkat kepalanya, rasa ingin tahu menggantikan kelelahan. "Ini bukan pemburu hadiah. Ini pemerintah."

Adharma menekan gas. Ia tahu, jika Pemerintah Indonesia yang mengejar, ini bukan lagi tentang pembunuhan. Ini adalah politik.

Di salah satu jalan yang gelap, mobil off-road Black Division berbelok tajam menuju Distrik 16, kawasan industri yang ditinggalkan.

Di belakang mereka, mobil sedan mewah hitam mengikuti tanpa henti.

Di dalam mobil sedan itu, Menteri Luar Negeri Puja Fernando duduk di kursi penumpang, wajahnya tampak tegang tetapi penuh tekad. Di kursi pengemudi, Aditya Rahmansyah, Asisten Menteri, gemetar.

Aditya melihat mobil di depannya, yang penuh lubang peluru dan darah. Dia bisa membayangkan kekacauan yang ditinggalkan empat orang di dalamnya. Kebrutalan itu terlalu nyata, berbeda jauh dari ruang pertemuan marmer tempat dia bekerja.

"Bu Menteri, kita sudah melanggar perintah Presiden!" desis Aditya, suaranya bergetar. "Kita mengikuti teroris bersenjata yang baru saja membantai puluhan orang. Jika mereka tahu kita di sini..."

Puja Fernando menatap lurus ke kegelapan, matanya memancarkan api dingin. "Mereka tidak membunuh orang yang tidak bersalah, Aditya. Mereka membunuh pemburu hadiah. Dan jika kita tidak bicara dengan mereka sekarang, PBB akan datang, dan kita akan kehilangan kesempatan untuk menghancurkan Rhausfeld."

Puja mengeluarkan perangkat komunikasi terenkripsi yang ia siapkan dari Istana.

"Tetap di belakang mereka, Aditya. Jangan kehilangan jejak. Ini adalah pertaruhan terbesar dalam sejarah politik kita. Aku akan bernegosiasi dengan monster, sebelum iblis menguasai dunia ini."

Mobil off-road Black Division menghilang ke dalam labirin gudang Distrik 16, diikuti oleh sedan mewah hitam yang disetir oleh seorang Asisten Menteri yang gemetar ketakutan. Pertemuan tak terduga antara Chaos dan Konspirasi akan segera terjadi.

Bersambung.....

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!