Mentari Senja, gadis desa yang berusia 18 tahun. Anak terakhit dari pasangan Jaka dan Santi. Dia merupakan salah satu gadis yang menjadi primadona di desanya. Dia mempunyai keluarga yang sederhana dan ayah yang sangat disayanginya. Mentari adalah sosok gadis yang lembut, cantik dan pendiam serta sangat menuruti permintaan sang ayah. Namun siapa sangka Mentari tiba-tiba saja dijodohkan oleh sang ayah dengan sosok lelaki yang dia tidak kenal sama sekali. Dia terpaksa harus menerima perjodohan itu demi kesembuhan sang ayah. Mengubur semua cita-citanya selama ini dan harapannya untuk melanjutkan pendidikan. Hidup dengan seorang laki-laki yang berstatus sebagai suaminya, tapi tidak pernah dianggap dan dicintai.
Chapter 15
Sesampainya di rumah Mentari langsung saja masuk ke dalam kamar untuk bersih-bersih. Untung saja mama mertuanya tidak ada di rumah, kalau tidak mungkin ia bisa bingung ngomong kemana Willie.
Setelah selesai mandi, Mentari duduk di sofa sambil memainkan ponselnya. Gadis itu menunggu Willie pulang baru ia akan makan siang, karena Mentari ingin makan bersama dengan suaminya.
Saat tengah asik bermain ponsel tiba-tiba saja ponsel Mentari berdering, ia sudah lama tidak mendengarkan suara ponselnya itu kembali berdering. Mentari langsung saja mengangkat panggilan itu dengan gembira.
“Hallo yah.”
“Hallo sayang, gimana kabar kamu nak?”
“Baik yah. Kabar ayah sama teh Arumi gimana?”
“Alhamdulillah, baik nak.”
“Bagaimana kamu disana? Apa Tomi dan Inggrit memperlakukan kamu dengan baik?”
“Mama sama papa sangat baik sama Tari yah.”
“Alhamdulillah, ayah berharap rumah tangga kamu sama Willie rukun ya. Ayah yakin kalau nak Willie itu adalah lelaki yang baik dan akan melindungi kamu” jelas Jaka.
“Tari” panggil Jaka.
“Kamu kok diam saja nak?”
Mentari tidak tahu bagaimana cara menjawab ucapan ayahnya itu. Mentari hanya bisa berdoa semoga apa yang diharapkan sang ayah dapat terwujud.
“Nggak yah, Tari juga berharap seperti itu yah. Tari hanya berharap suatu saat nanti ucapan ayah akan menjadi kenyataan.”
“Kenapa kamu bicara seperti itu nak? Apakah Willie tidak memperlakukan kamu dengan baik?”
“Tidak kok yah, kak Willie baik sama Tari” terpaksa Mentari harus berbohong pada ayahnya.
“Maafkan ayah ya sayang, memaksa kamu untuk menikah diumur yang masih muda. Ayah hanya ingin kamu ada yang menjaga. Ayah hanya bisa mempercayakan kamu pada keluarga Tomi” jelas Jaka.
“Iya yah, Tari paham. Tari juga harus belajar menerima semua ini dengan ikhlas.”
“Walaupun Tari saat ini masih sekolah dan harus sedikit mengubur mimpi Tari, tapi kalau untuk kebahagian ayah Tari akan ikhlas menerima pernikahan diumur Tari saat ini.”
“Ini semua demi kebahagian dan kebaikan kamu sayang, Ayah tidak mungkin membuat putrinya menderita.”
“Iya yah, Tari ngerti kok.”
“Penyakit ayah gimana? Nggak ada kambuh-kambuh lagi kan?”
“Alhamdulillah nggak sayang, ayah lebih merasa baikan.”
“Teh Arumi kemana yah?”
“Teteh kamu lagi pergi keluar sama Aa kamu.”
“Ayah kalau sendiri di rumah harus hati-hati ya, kalau ada apa-apa langsung telfon teh Arumi.”
“Iya nak, kalau gitu udah dulu ya sayang. Kamu baik-baik disana.”
“Salam buat mertua kamu dan juga Nak Willie.”
“Ayah juga jaga kesehatan di sana, salam juga buat teteh dan Aa.” Mentari mematikan sambungan teleponnya dengan sang ayah, ia menghela nafas panjang.
“Maaf yah, Tari tidak ada maksud untuk berbohong. Tari tidak ingin ayah menjadi khawatir dan membuat penyakit ayah kambuh” gumam Mentari.
“Semoga saja doa ayah terkabul dan Mentari kuat menghadapi sikap kak Willie!”
Mentari merebahkan tubuhnya diatas sofa, ia masih setia menunggu sang suami pulang. Tanpa sadar Mentari telah tertidur pulas dengan ponsel yang masih di tangannya.
Tak lama kemudian Willie sampai di rumah setelah bersenang-senang dengan Natasya.
Cowok itu langsung saja masuk ke dalam kamar dan bersyukur tidak ada mama atau papanya di rumah.
Saat membuka pintu kamar, mata Willie langsung saja tertuju pada gadis yang tengah tertidur di sofa dengan sangat terlelap. Willie langsung saja melangkah mendekati Mentari.
“Ni cewek kalau lagi tidur seperti ini lucu juga” gumam Willie sambil menatap Mentari dalam.
“Cantik dan manis, arggh tapi nggak-nggak. Gua nggak boleh suka atau pun tertarik sedikit pun sama ni anak!” Willie langsung saja melangkahkan kakinya menuju ke kamar mandi untuk membersihkan tubuhnya yang sudah gerah.
Setelah Willie selesai bersih-bersih dia masih melihat Mentari yang tertidur lelap, saat ingin menuju ke walk in closet ponsel Willie berbunyi, ia langsung saja menjawab panggilan telefon tersebut.
“Hallo!”
“Willie lu dimana?” tanya Geral.
“Gua baru sampe rumah. Emang kenapa?” tanya Willie balik.
“Gua sama Gibran ke rumah lu ya!”
“Mau ngapain lu kesini?” tanya Willie terkejut dengan matanya yang membulat sempurna.
“Ya main lah, udah lama kita nggak ngumpul di rumah lu! Sekalian gua kangen masakan bik Sumi! Sama kita bahas projeck untuk di SMA lama kita itu.”
“Gua mau pergi lagi, besok aja lu berdua kesininya.”
“Yah.. gua sama Gibran udah di depan rumah lu ni.”
“Mending kalian pulang aja, gua udah siap-siap mau pergi!”
“Yahh..”
“Yaudah deh” ucap Geral, membuat Willie langsung bernafas lega.
Tapi saat Geral dan Gibran ingin masuk kedalam mobil kembali, tiba-tiba saja mobil Inggrit datang.
“Tante Inggrit, apa kabarnya tante?” tanya Geral,, waktu melihat Inggrit keluar dari dalam mobil.
“Kalian berdua disini.”
“Tante kabarnya baik, kok baru kesini lagi sih. Biasanya sering banget ngumpul-ngumpul di sini” ucap Inggrit sambil tersenyum.
“Iya tan, maklum pada sibuk semua. Kan kita bertiga sekarang udah jadi mahasiswa tan” ucap Geral dengan gaya sedikit tengilnya.
“Yaudah masuk yuk ke dalam, ngapain masih pada diluar” ajak Inggrit pada mereka berdua.
“Willie nyuruh kita pulang tan, katanya mau pergi ke luar” jelas Gibran.
“Udah kalian masuk aja, anak itu paling banyak alasan” ujar Inggrit.
Mereka pun menganggukan ucapan Inggrit dan langsung mengikuti Inggrit dari belakang masuk ke dalam rumah.
“Kalian tunggu di sini sebentar ya, biar tante yang panggilkan Willie” ucap Inggrit, yang langsung dianggukan oleh mereka berdua.
Tok…
Tok…
“Willie” ucap Inggrit.
Willie yang baru selesai menganti bajunya langsung saja membukan pintu kamar.
“Iya kenapa ma?”
“Kamu gimana sih, di luar ada Geral dan Gibran malah disuruh pulang lagi” ucap Inggrit.
Hal itu langsung saja membuat Willie terkejut, ia berfikir kalau kedua sahabatnya itu sudah pergi dari rumahnya.
“Willie mau pergi ma!”
“Alasan aja kamu, kamu aja masih pakek baju rumah bilang mau pergi!”
“Udah temuin mereka sana!”
“Mentari mana?” tanya Inggrit.
“Tuh ketiduran di sofa” tunjuk Willie.
Inggrit tersenyum melihat menantu kesayangannya itu tertidur dengan sangat pulasnya.
“Yaudah kamu temuin mereka, dan jangan ganggu Tari tidur” Inggrit langsung saja melangkah ke arah kamarnya.
Willie langsung saja menutup pintu kamarnya dan merasa kesal.
“Sialan kenapa juga dua curut itu ketemu sama mama” gumam Willie.
Willie langsung saja membangunkan Mentari, karena pasti dua sahabatnya itu bakalan tiba-tiba masuk dalam kamarnya.
“Tari...”
“Mentari bangun woii” teriak Willie.
Mentari yang merasa namanya dipanggil oleh seseorang langsung saja membukakan matanya.
“Kak Willie...”
“Udah lu cepetan bangun aja” Willie menarik tangan Mntari agar gadis itu bangun.
“Kenapa kak?” tanya Mentari heran.
“Udah lu nggak usah banyak tanya, sekarang lu pergi keruangan gym kalau nggak keruangan perpustakaan” ujar Willie.
Mentari semakin bingung dengan ucapan Willie, kenapa juga ia harus pergi ke ruangan itu.
“Gibran dan Geral ada disini, jadi gua nggak mau kalau mereka tahu kalau lu ada di kamar gua.”
“Udah cepetan sebelum mereka ke sini” Willie langsung menarik tangan Mentari menuju keluar kamar.
“Woii Will” teriak seseorang dari arah tangga.
Bersambung…