NovelToon NovelToon
DIARY OF LUNA

DIARY OF LUNA

Status: tamat
Genre:Bullying dan Balas Dendam / Balas dendam pengganti / Cintapertama / Mengubah Takdir / Tamat
Popularitas:543
Nilai: 5
Nama Author: Essa Amalia Khairina

"Dunia boleh jahat sama kamu, tapi kamu tidak boleh jahat sama dunia."

Semua orang punya ceritanya masing-masing, pengalaman berharga masing-masing, dan kepahitannya masing-masing. Begitu juga yang Luna rasakan. Hidup sederhana dan merasa aman sudah cukup membuatnya bahagia. Namun, tak semudah yang ia bayangkan. Terlalu rapuh untuk dewasa, terlalu lemah untuk bertahan, terlalu cepat untuk mengerti bahwa hidup tidak selamanya baik-baik saja.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Essa Amalia Khairina, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

HADIAH, KEPERCAYAAN!

Udara sore terasa lembut, membawa aroma debu bercampur semerbak bunga dari kios di pinggir jalan. Luna menghela napas panjang, menenangkan diri. Ada gugup yang tak bisa disembunyikan, tapi juga semangat kecil yang tumbuh di dadanya.

Sejak pulang kemarin, Luna menceritakan bahwa ia diterima bekerja di sebuah toko bunga yang tak jauh dari rumah. Saat kabar itu keluar dari mulutnya, Herman hanya terdiam beberapa detik—seolah memastikan bahwa ia tidak salah dengar. Lalu perlahan, senyum hangat muncul di wajahnya dan kini raut wajah sang Ayah adalah pertanda bahwa kehidupan baru mereka harus segera di mulai.

Luna tiba di depan pintu toko bunga itu dengan langkah pelan. Ia berdiri beberapa detik di depan pintu, memandangi papan kecil bertuliskan Mawar Indah Florist. Telapak tangannya terasa lembap karena gugup. Hari pertama selalu menegangkan, terlebih baginya—yang baru pertama kali benar-benar bekerja.

Dengan napas yang ditarik panjang, Luna merapikan rambutnya, menegakkan bahu, lalu mengulurkan tangan untuk membuka pintu kaca itu perlahan.

Kring!

Bunyi lonceng kecil di atas pintu berdering lembut, menandai kedatangannya.

Aroma segar bunga segera menyambut, bercampur dengan semilir udara dingin dari kipas angin yang berputar pelan di langit-langit. Dari balik meja kasir, seorang perempuan paruh baya menoleh sambil tersenyum hangat.

"Eh, Lun!" Sapa Indah bergegas mendekat.

Luna melempar senyum. Matanya membaur ke setiap penjuru isi toko. Hanya satu dua karyawan yang tengah sibuk bekerja merangkai bunga di sana.

"Kamu udah siap?"

Luna mengangguk dengan mantap, meski hatinya masih setengah ragu. Ia tak yakin pekerjaan ini mudah atau justru akan menambah beban baru yang belum siap ia pikul. Namun di balik semua keraguannya, ada tekad kecil yang berusaha tumbuh—tekad untuk bertahan, untuk membayar tunggakan SPP dan membantu ayahnya, dan untuk membuktikan bahwa ia bisa. "Siap, Kak!" Tambahnya.

"Jangan khawatir..." Ungkap Indah sambil menepuk pundak Luna menenangkan sambil berusaha membangun rasa akrab. "Semua orang belajar dari titik awal. Lama-lama akan bisa dan terbiasa."

Luna mengangguk.

"Oh, ya. Jangan sebut aku dengan panggilan Kakak. Meski ya... aku ini atasanmu dan kamu karyawanku. Panggil aja aku, Indah"

Luna memicingkan sebelah alisnya, Sedikit bingung dengan pernyataan itu. “Ke-kenapa…?"

Indah terkekeh pelan, lalu menggeleng. "Luna, senang berkenalan denganmu. Aku yakin kamu gadis yang baik." Jelasnya. "Dan aku ingin... hubungan kita itu bukan hanya sebatas karyawan, tapi lebih dari itu."

Untuk sesaat, waktu seolah berhenti. Suara kipas angin yang berputar pelan, gemerisik daun bunga di pojok ruangan—semuanya terasa jauh.

Luna menatap Indah dengan mata membulat, cahaya kecil mulai bergetar di pelupuk matanya. Ada haru yang sulit dijelaskan, merayap lembut ke dadanya. Seolah kalimat sederhana itu menjadi obat bagi luka yang lama ia simpan—tentang dunia yang sering membuatnya merasa tidak diinginkan, tidak cukup baik, tidak layak dipercaya.

Dan kini, seseorang yang tadinya ia kira akan bersikap dingin, justru menyambutnya dengan hangat.

Bibinya yang tipis perlahan melengkung, membentuk senyum kecil. “Lebih dari itu…” Kata-kata itu bergema lembut di kepalanya, membuat dada Luna bergetar pelan. Rasanya seperti menerima sesuatu yang bahkan tak pernah ia harapkan—kepercayaan.

“Oh ya,” Ucap Indah tiba-tiba sambil berbalik menuju meja kasir. Tangannya terulur mengambil beberapa benda yang sudah disiapkan di atas meja—sebuah baju seragam berwarna krem lembut, selembar nametag berlapis plastik, dan gantungan kunci kecil berwarna perak.

“Ini baju seragam karyawan kamu, nametag kamu, dan ini kunci motor toko. Nanti kamu bisa pakai buat antar pesanan pelanggan,” Jelas Indah sambil menyerahkan semuanya pada Luna.

Luna menerima dengan kedua tangan, hampir kikuk karena terharu. Pandangannya langsung tertuju pada nametag kecil itu. Tertulis rapi di sana...

LUNA – Mawar Indah Florist

Tulisan itu sederhana, namun entah mengapa terasa begitu bermakna. Namanya terukir di sana, bukan sebagai murid yang sering diremehkan, bukan sebagai anak dari keluarga sederhana—melainkan sebagai seseorang yang diakui, dipercaya, dan memiliki tempat.

Ia menggenggam nametag itu pelan, merasakan tepi plastiknya yang dingin di telapak tangannya. Rasanya seperti menerima sebuah penghormatan kecil—bukti bahwa dirinya kini benar-benar memulai langkah baru dalam hidup.

Indah menatapnya sambil tersenyum hangat. "Ayo tunggu apala..."

Luna melangkah maju dan memeluk Indah. Tubuhnya bergetar halus, dan dari matanya yang sejak tadi berkilat, akhirnya jatuh juga air mata yang tak bisa ia tahan. “Makasih ya…” suaranya pecah di antara isak yang tak dapat tertahan. “Makasih kamu udah bantu aku… aku bener-bener nggak nyangka ternyata masih ada orang sebaik kamu.”

Indah sempat terdiam, sedikit kaget dengan pelukan itu. Namun beberapa detik kemudian, senyum lembut terukir di wajahnya. Tangannya perlahan membalas pelukan Luna, menepuk punggung gadis itu dengan hangat.

“Udah, jangan nangis,” Ucap Indah pelan, suaranya menenangkan seperti belaian sore. “Kamu di sini bukan karena belas kasihan, Lun. Kamu di sini karena kamu pantas.”

Kalimat itu membuat dada Luna semakin sesak oleh haru. Ia menutup matanya, membiarkan air matanya jatuh tanpa malu. Di pelukan sederhana itu, ia merasakan sesuatu yang sudah lama hilang—rasa diterima, rasa aman.

****

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!