NovelToon NovelToon
Istri Bayangan

Istri Bayangan

Status: sedang berlangsung
Genre:Selingkuh
Popularitas:3.8k
Nilai: 5
Nama Author: Seroja 86

Nindya adalah wanita empatik dan gigih yang berjuang membesarkan anaknya seorang diri. Kehidupannya yang sederhana berubah ketika ia bertemu Andrew, pria karismatik, mapan, dan penuh rahasia. Dari luar, Andrew tampak sempurna, namun di balik pesonanya tersimpan kebohongan dan janji palsu yang bertahan bertahun-tahun.

Selama lima tahun pernikahan, Nindya percaya ia adalah satu-satunya dalam hidup Andrew, hingga kenyataan pahit terungkap. Andrew tetap terhubung dengan Michelle, wanita yang telah hadir lebih dulu dalam hidupnya, serta anak mereka yang lahir sebelum Andrew bertemu Nindya.

Terjebak dalam kebohongan dan manipulasi Andrew, Nindya harus menghadapi keputusan tersulit dalam hidupnya: menerima kenyataan atau melepaskan cinta yang selama ini dianggap nyata. “Istri Bayangan” adalah kisah nyata tentang pengkhianatan, cinta, dan keberanian untuk bangkit dari kepalsuan yang terselubung.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Seroja 86, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 15

Hubungan mereka makin intens. Andrew selalu berusaha meluangkan waktu, meski pekerjaan di kantor menuntut banyak hal.

Nindya merasa diperhatikan, dihargai, bahkan dimanjakan dengan cara yang tidak pernah ia dapatkan dari Armand. Namun, di balik semua itu, hatinya masih menyimpan kegelisahan yang tak bisa ia abaikan.

Suatu malam, mereka duduk berdua di sebuah lounge hotel. Musik jazz mengalun pelan, sementara lampu remang memberi suasana intim. Nindya menatap Andrew lama, seolah ingin membaca pikirannya.

“Andrew…” suaranya lembut, tapi tegas,

“aku merasa ada sesuatu yang kamu sembunyikan dariku.”

Andrew tersenyum tipis, mencoba mencairkan suasana.

“Kenapa kamu berpikir begitu? Bukankah aku sudah jujur soal masa laluku?”

Nindya menggeleng.

“Tentnag Michelle , benarkah kamu tidak ada ikatan apapun selain anak?,”

Andrew mencondongkan tubuhnya, menatap mata Nindya dengan penuh keyakinan.

“Tidak ada, Nindya kamu terlalu khawatir. Aku sudah mengatakan yang sebenarnya.”

Nindya menghela napas panjang. Ia ingin percaya, tapi nalurinya terus berteriak. Ia mengumpulkan keberanian, lalu mengajukan pertanyaan yang sejak lama ia pendam.

“Kalau begitu… bolehkah aku berkenalan dengan keluargamu?”

Andrew terdiam. Wajahnya yang biasanya tenang kini berubah. Senyum di bibirnya memudar.

“Kenapa kamu ingin bertemu keluargaku?” tanyanya, mencoba menunda jawaban.

“Karena aku ingin tahu dunia tempatmu berasal. Aku ingin mereka tahu aku ada di hidupmu. Bukankah itu hal wajar kalau kamu memang serius denganku?” suara Nindya bergetar, tapi matanya tetap menatap lurus.

Andrew meneguk minumannya dengan cepat, seolah mencari waktu untuk berpikir. Pikirannya melayang pada Michelle—wanita yang dulu hanya ia anggap pelarian, tapi kini memegang kendali besar dalam hidupnya.

Janji yang pernah ia lontarkan, desakan keluarga yang menginginkan ia menepati kata-katanya… semuanya menjadi beban.

“Nindya…” akhirnya ia bicara dengan suara rendah,

“Bukan berarti aku tidak serius, tapi perceraianku dengan Cintya belum selesai kalau aku membawa orang baru ini akan di jadikan senjata oleh Cintya.” Elak Andrew.

Alasan itu terdengar rapi, tapi bagi Nindya justru semakin menguatkan rasa curiganya. Ia menatap Andrew lebih lama, mencoba mencari celah kebohongan di balik sorot matanya.

“Mengapa Cintya menjadikan sebagai senjata?”

Andrew menghela napas berat.

”Perempuan itu ingin menguasai seluruh aset, kalau sampai dia punya bukti aku dekat dengan perempuan lain tamatlah riwayatku."

Alasan itu terdengar masuk akal, mengingat Nindya juga pernah menghadapi proses cerai dan rumitnya sistem pengadilan.

Namun, jauh di dalam hatinya, Andrew tahu bahwa ia sedang berjalan di atas tali yang rapuh. Nindya mungkin lembut, tapi ia bukan wanita yang bisa dibodohi begitu saja.

Malam itu mereka berpisah dengan perasaan berbeda. Andrew merasa semakin terjepit, sementara Nindya semakin yakin bahwa ada rahasia besar yang belum terungkap.

Langkah kaki Nindya terdengar pelan ketika ia keluar dari lift menuju parkiran kantor sore itu. Hari sudah beranjak senja, tapi hatinya penuh dengan bayangan pertanyaan yang tak kunjung mendapatkan jawaban.

Ucapan Andrew di lounge hotel malam itu masih berputar di kepalanya. Senyum tenangnya, nada suaranya yang penuh keyakinan, dan kalimat singkat

 “Percayalah padaku” justru menambah gumpalan keraguan dalam hatinya.

Ponselnya bergetar sebuah pesan singkat masuk.

"Aku di lobby mau ku antar pulang?."

Nindya berhenti sejenak. Ia menatap layar, jari-jarinya kaku sebelum akhirnya mengetik balasan singkat.

 "Tidak usah."

Namun ketika ia menuruni tangga kecil menuju tempat taksi biasa menunggu, sosok Andrew sudah berdiri di sana, bersandar di mobilnya dengan wajah penuh senyum. Seolah pesan penolakannya tadi tak pernah ada.

“Nindya,” panggilnya lembut.

Ia menarik napas panjang.

“Aku sudah bilang aku bisa pulang sendiri.”

Andrew melangkah mendekat, jaraknya hanya beberapa langkah darinya.

“Aku tahu, tapi aku mau antar kamu pulang.”

Nindya menunduk, merapikan tas di bahunya. “Andrew saya tidak mau di posisi yang salah.”

“Posisi yang salah?” Andrew mengulang kata itu, nadanya seperti mempertanyakan logika yang menurutnya keliru.

 “Nindya, kamu bukan orang ketiga. Hubungan kita… apa pun sebutannya tidak melukai siapapun.”

Nindya menatapnya. Tatapannya penuh keraguan.

 “Itu versi kamu, saya tidak tahu versi perempuan itu”

Andrew terdiam sesaat, lalu mendekat lagi.

“Michelle maksud kamu?,lantas mau kamu apa Nindya konfrontasi hmm?."

Ucapan itu bukannya meredakan, justru membuat dada Nindya semakin sesak.

“Aku hanya tidak mau melukai hati sesama perempuan that's all."

Andrew menatapnya lama, tatapannya lembut tapi tegas.

“Aku berbeda dengan Armand.”

“Kamu dan Armand berbeda cerita tidak bisa di bandingkan."

“Semua orang terdengar meyakinkan saat mereka ingin mendapatkan sesuatu.”

Andrew tersenyum tipis, lalu mengulurkan tangannya, bukan untuk menggenggam, hanya sekadar memberi ruang jika Nindya ingin meraihnya.

“Aku tidak akan memaksa. Kalau kamu ingin aku mundur, katakan sekarang. Jngan bersikap ambigu.”

Nindya menatap tangan itu lama. Ia tak menyentuhnya, tapi juga tidak menolak.

“Aku tidak tahu, Andrew,” suaranya pelan, hampir seperti bisikan.

“Aku ingin percaya, tapi aku takut.”

Andrew mengangguk, lalu menarik kembali tangannya dengan tenang.

“Tidak apa apa percaya itu butuh waktu. Aku akan menunggu karena bagiku, kamu sepadan dengan setiap waktu yang ada.”

Kata-kata itu menancap dalam hati Nindya. Bukan hanya karena indah, tapi karena ia bisa merasakan keyakinan Andrew di baliknya. Dan untuk pertama kalinya sejak pernikahannya kandas, ia merasa benar-benar dilihat—sebagai seorang perempuan, bukan sekadar seseorang yang bisa ditaklukkan.

Malam itu, saat akhirnya ia masuk ke dalam taksi, Nindya masih dihantui keraguannya. Tapi di sisi lain, ia tidak bisa menepis rasa hangat yang muncul setiap kali Andrew ada di dekatnya. Ia tahu, keputusan yang akan ia ambil bisa mengubah seluruh hidupnya. Dan itu menakutkan sekaligus… menggoda.

Hujan turun deras malam itu, mengetuk-ngetuk kaca jendela rumah kecil tempat Nindya dan Yudith tinggal. Lampu meja menyala redup, menerangi tumpukan kertas kerja yang belum sempat ia sentuh. Yudith sudah terlelap di kamar, meninggalkan kesunyian yang semakin memperjelas suara hati Nindya sendiri.

Ia duduk di kursi, menatap kosong ke luar jendela. Pikiran melayang ke banyak hal, tapi selalu kembali pada satu nama Andrew.

Ada kehangatan yang tak bisa ia pungkiri saat berada di dekat pria itu. Andrew tahu caranya membuat ia merasa dihargai, dipandang bukan hanya sebagai perempuan, tapi sebagai manusia yang pernah jatuh, pernah patah, dan kini berusaha bangkit.

Namun, di sisi lain, rasa curiga dan waspada menancap kuat dalam dirinya. Setiap kali Andrew berkata “percayalah padaku”, suara lain dalam hatinya berbisik: Benarkah? Atau ini hanya jebakan baru?

Ia teringat wajah Armand, mantan suaminya. Betapa piawainya lelaki itu menutupi perselingkuhan dengan senyum, betapa pandainya ia merangkai kata untuk meredakan setiap kecurigaan.

Dan pada akhirnya, semua berujung pada penghianatan. Luka itu masih segar, meski perpisahan sudah lewat beberapa tahun.

1
Uthie
Andrew niiii belum berterus terang dan Jujur apa adanya soal mualaf nya dia sama Ustadz nya 😤
Uthie
Hmmmm.... tapi bagaimana dengan ujian ke depan dari keluarga, dan juga wanita yg telah di hamilinya untuk kali ke dua itu?!??? 🤨
Uthie
semoga bukan janji dan tipuan sementara untuk Nindya 👍🏻
Uthie: Yaaa... Sad Ending yaa 😢
total 2 replies
partini
ini kisah nyata thor
partini: wow nyesek sekali
total 3 replies
Uthie
harus berani ambil langkah 👍🏻
Uthie
Awal mampir langsung Sukkkaaa Ceritanya 👍🏻👍🏻👍🏻👍🏻
Uthie
apakah Andrew sudah memiliki Istri?!???
Uthie: 😲😲😦😦😦
total 2 replies
Uthie
Seruuuu sekali ceritanya Thor 👍🏻👍🏻👍🏻👍🏻
Seroja86: terimaksih sudah mampir🙏🙏
total 1 replies
sukensri hardiati
mundur aja Nin...
sukensri hardiati
nindya....tagih dokumennya
Seroja86: terimaksih atas kunjungan dan dukungannyanya ... 😍😍
total 1 replies
sukensri hardiati
baru kepikiran...sehari2 yudith sama siapa yaa....
Seroja86: di titip ceritanaya kk
total 1 replies
sukensri hardiati
masak menyerah hanya karena secangkir kopi tiap pagi...
sukensri hardiati
betul nindya...jangan bodoh
sukensri hardiati
mampir
Seroja86: terimaksih sudah mampir🙏
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!