NovelToon NovelToon
Asmaraloka

Asmaraloka

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama / Reinkarnasi / Time Travel / Kehidupan di Sekolah/Kampus / Naik Kelas
Popularitas:1k
Nilai: 5
Nama Author: ryuuka20

Ketika Romeo dan Tina mengunjungi sebuah museum desa terpencil, mereka tidak pernah menyangka bahwa patung kuno sepasang Dewa Dewi Asmara akan membawa mereka ke dunia lain—Asmaraloka, alam para dewa yang penuh kemegahan sekaligus misteri. Di dunia ini, mereka bukan lagi manusia biasa, tapi reinkarnasi dari Dewa Kamanjaya dan Dewi Kamaratih—penguasa cinta dan perasaan.
Terseret dalam misi memulihkan keseimbangan cinta yang terkoyak akibat perang para dewa dan iblis, Romeo dan Tina harus menghadapi perasaan yang selama ini mereka abaikan. Namun ketika cinta masa lalu dan masa kini bertabrakan, apakah mereka akan tetap memilih satu sama lain?
Setelah menyadari kisah cinta mereka yang akan berpisah, Sebagai Kamanjaya dan Kamaratih mereka memilih hidup di dunia fana dan kembali menjadi anak remaja untuk menjalani kisah yang terpisahkan.
Asmaraloka adalah kisah epik tentang cinta yang melintasi alam dan waktu—sebuah petualangan magis yang menggugah hati dan menyentuh jiwa.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ryuuka20, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

15. Misi Keenam

Cinta yang Takut Disakiti

Kota Tua dengan Suasana Melankolis – Di Sebuah Perpustakaan Sepi

Tina dan Romeo kembali melintasi dimensi melalui gerbang kristal Asmaraloka. Kali ini, mereka tiba di sebuah dunia yang diselimuti kabut tipis dan rintik hujan kecil. Kota itu tenang, penuh bangunan tua berarsitektur klasik. Di tengahnya berdiri perpustakaan tua—tempat orang-orang mencari keheningan, tapi juga tempat luka-luka lama bersembunyi.

Di sana mereka melihat seorang pemuda bernama Gilang, duduk sendirian di sudut ruangan, memandangi seorang gadis dari kejauhan—Keyla, teman masa kecilnya yang kini sering datang ke perpustakaan itu juga. Mereka dulu sangat dekat, namun sejak hubungan orang tuanya yang kacau, Gilang mulai menarik diri. Ia menyimpan perasaan kepada Keyla, tapi terlalu takut disakiti. Trauma masa lalu membuatnya menolak membuka hati.

Romeo dan Tina, masih dalam wujud manusia biasa, duduk di bangku seberang, mengamati.

“Ini mirip sama yang kita lihat sebelumnya… tapi kali ini, bukan soal perasaan yang ditolak. Ini tentang seseorang yang menolak perasaannya sendiri.” kata Tina pada Romeo yang tersenyum.

“Karena takut disakiti. Kadang cinta gak butuh jawaban, tapi butuh keberanian buat dimulai.”

Mereka tidak bisa menggunakan panah Asmara begitu saja. Rasa takut tak bisa dilawan dengan cinta paksa. Jadi Tina menyarankan mereka menyamar sebagai pengunjung perpustakaan.

Mereka mulai mendekati Gilang dengan cara halus—berpura-pura mencari buku yang sama, menyapa, lalu bertanya soal gadis yang sering dilihatnya.

Perlahan-lahan, Romeo mengajak Gilang bicara.

“Kamu sayang dia, kan? Tapi kamu lebih takut kehilangan dia daripada gak pernah memilikinya.” Romeo sebagai Kamanjaya berbisik dengan suara kasih sayang mendorong Gilang memunculkan rasa beraninya.

Gilang menunduk dan bergumam,“Dia cahaya. Dan gue... rusak.”

Tina memandang Romeo. Kali ini, bukan panah atau serbuk cinta yang bekerja, tapi keberanian kecil yang mereka tanam lewat kata-kata dan kehadiran mereka.

Di hari berikutnya, saat Keyla hendak pergi, Gilang bangkit dari kursinya dan mendekatinya.

“Keyla… kalau aku bilang aku pernah suka sama kamu, dan mungkin masih... kamu bakal pergi?”

Keyla tersenyum hangat,“Enggak. Aku nunggu kamu bilang itu dari dulu.”

Romeo dan Tina saling melirik. Misi keenam selesai bukan karena sihir, tapi karena keberanian kecil yang tumbuh… dari kehadiran cinta yang tulus.

Langkah mereka kembali ke istana Asmaraloka terasa lebih pelan dari biasanya. Tak ada kegembiraan yang meledak, tak juga lelah yang tumpah dalam keluh. Hanya ada sunyi yang mendalam, dan di antara mereka—sesuatu yang tidak berani diucapkan.

Tina menjatuhkan tubuhnya ke sofa putih yang biasa jadi tempat mereka melepas letih. Rambutnya yang panjang tergerai acak, matanya menatap langit-langit sejenak sebelum ia menghela napas panjang.

“Aku nggak nyangka... kadang, panah cinta malah bikin keadaan makin rumit,” gumamnya pelan.

Romeo tidak langsung menjawab. Ia berdiri diam di ambang balkon, memandangi danau cahaya di halaman istana yang selalu berkilau di malam hari. Angin lembut meniup jubahnya, tapi yang terasa lebih mengganggunya justru adalah sesuatu dari dalam—sesuatu yang sudah lama tumbuh, tapi baru sekarang berani ia lihat.

“Tin,” suaranya nyaris seperti bisikan.

“Lo pernah mikir, kita ini sebenernya siapa?”

Tina menoleh malas, matanya menyipit. “Ya elah, jangan mulai lagi pakai bahasa filosofi lo. Gue capek, bro.”

Romeo tersenyum tipis, tapi kali ini senyumnya tidak diiringi candaan seperti biasa. “Enggak serius. Enam misi bareng... lo sadar gak, tiap hari kita makin deket?”

Tina terdiam.

“Awalnya gue pikir ini cuma tugas dari para dewa. Titipan. Gue Kamanjaya, lo Kamaratih, udah. Tapi ternyata... tiap misi itu bikin gue makin ngerti lo. Lo nyebelin, keras kepala, kadang pengen gue tabok, tapi...” ia berhenti sejenak, menatap Tina dari kejauhan, “gue mulai nyari lo bahkan pas lo diem aja.”

Tina bangkit dari sofa, langkahnya pelan, lalu berdiri di depannya.

“Lo jatuh cinta?” tanyanya lirih. Matanya sedikit berkaca, bukan karena sedih—melainkan karena ia tahu, ia juga merasakannya.

Romeo menunduk sejenak, lalu mengangguk.

“Gue gak tahu kapan tepatnya. Tapi sejak misi ketiga... atau mungkin keempat... tiap kali lo nyentuh tangan ini, gue ngerasa lebih hidup. Bukan karena lo Kamaratih. Tapi karena lo Tina.”

Senyum perlahan muncul di wajah Tina. “Bodoh,” ucapnya pelan.

“Gue juga takut disakiti. Tapi... kalau sama lo, gue mau coba.”

Hening menyelimuti mereka. Tak perlu pelukan, tak perlu kata cinta dilontarkan dengan keras. Karena bagi dua titisan dewa yang turun ke dunia fana ini, cinta tak harus meledak. Ia bisa hadir seperti senja—pelan, tapi tak terbantahkan.

Malam itu, bintang di langit Asmaraloka bersinar lebih terang dari biasanya. Sebuah pertanda mungkin, bahwa cinta tak hanya berhasil mereka satukan untuk orang lain tapi juga untuk diri mereka sendiri.

Di balairung utama istana Asmaraloka, cahaya suci memancar dari langit-langit kristal. Di tengah ruangan berdiri Sang Brahmana Agung, jubah putihnya melambai lembut diterpa angin dari alam roh. Para dewa dan dewi mengelilinginya, wajah mereka penuh harap dan haru. Suara Brahmana menggema, namun lembut, seperti doa yang telah lama ditunggu akhirnya terjawab.

“Pasangan ini... bukan hanya manusia biasa yang menunaikan misi cinta,” ucapnya. “Mereka adalah titisan jiwa yang pernah hilang—jiwa suci dari Dewa Kamanjaya dan Dewi Kamaratih yang terlahir kembali ke dunia fana. Hari ini, Asmaraloka bersukacita... karena cinta sejati kita telah kembali.”

Seketika itu, tabuhan lembut genderang surgawi berdentang. Bunga-bunga langit bermekaran di atas kepala mereka, jatuh seperti salju yang membawa kedamaian. Para dewa tersenyum, beberapa bahkan meneteskan air mata.

Tapi dua orang yang menjadi pusat sorotan itu… tidak berada di balairung. Mereka tengah tertawa kecil di taman tengah istana.

Romeo duduk di ayunan gantung, mendorong tubuhnya pelan-pelan, sementara Tina mengejar seekor burung berwarna biru keunguan yang terlihat seperti perpaduan merak dan angsa.

Udara di taman harum bunga melati dan kenanga. Danau kecil di dekat mereka memantulkan cahaya langit, tenang dan bening seperti hati mereka yang kini mulai menerima siapa diri mereka sesungguhnya.

“Aneh ya…” Tina menatap tangannya. “Dulu gue pikir gue cuma cewek biasa dari dunia biasa. Sekarang? Gue Dewi Kamaratih?” Ia terkekeh. “Gila aja hidup.”

Romeo tersenyum sambil memandangnya. “Gak ada yang biasa dari lo sejak awal. Mungkin lo gak sadar, tapi dari dulu, lo selalu punya kekuatan buat nyembuhin. Termasuk gue.”

Tina menatapnya, dan untuk pertama kalinya, tidak ada kegetiran dalam sorot matanya. Hanya kedamaian, dan cinta yang tidak lagi ditakuti.

Mereka berjalan menyusuri lorong taman, melewati lengkung pohon sakura abadi. Romeo meraih tangan Tina, menggenggamnya seperti ia selalu tahu tangan itu miliknya sejak awal waktu.

“Kalau Asmaraloka adalah rumah cinta, berarti lo rumah gue,” ucap Romeo.

Tina pura-pura menahan geli. “Lo makin gombal sejak ketauan lo Kamanjaya.”

“Gak salah dong? Dewa cinta, ya harus jago cinta.”

Tawa mereka mewarnai angin taman. Tak ada beban misi hari ini. Tak ada panah asmara. Tak ada luka yang harus disembuhkan. Hanya dua jiwa yang saling mengenal, menemukan kembali jati dirinya—dan jati rasa mereka untuk satu sama lain.

Hari itu, Asmaraloka bukan hanya merayakan kembalinya Kamanjaya dan Kamaratih. Tapi juga merayakan cinta… yang memilih tumbuh kembali lewat jalan yang paling manusiawi kebersamaan.

1
sjulerjn29
" kita beneran dewa"😂
sjulerjn29: ya ampun thor suasana kerajaan tp gk ngebosenin .
thor mampir di episode baru ceritaku😊🤭
total 1 replies
HNP
semangat, jangan lupa follback.💪
iqbal nasution
semangat
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!