Katanya, Arsel pembunuh bayaran. Katanya, Arselyno monster yang tak berperasaan. Katanya, segala hal yang menyangkut Arselyno itu membahayakan.
Seorang Berlysa Kanantasya menjadi penasaran karena terlalu banyak mendengar desas desus mengenai cowok bernama lengkap Arselyno M Arxell. Semua murid sekolah mengatakan bahwa Arsel 'berbahaya', menantang gadis yang bernama Lysa untuk membuktikan sendiri bahwa yang 'katanya' belum tentu benar 'faktanya'.
Penasaran kecil yang berhasil membuat Lysa mengenal Arsel lebih dalam. Penasaran kecil yang sukses menjebaknya semakin menjorok ke dalam jurang penasaran.
Pada akhirnya, Lysa mengerti; ternyata mencintai Arsel, memang seberbahaya itu.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon __bbbunga, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab XV :// Aneh
"Lo suka baca novel, ya?" tanya Lysa ketika melihat Arsel yang tengah asyik berkutat memilih buku di rak khusus novel.
Arsel menggeleng. "Enggak, gue cari novel buat adik gue."
Lysa melirik-lirik bermacam judul novel yang tersusun rapi di rak sebelahnya. Lalu melirik ke arah Arsel, refleks memperhatikan cowok itu diam-diam. Jika dilihat-lihat, Arsel bisa dibilang cukup memiliki bentuk badan yang proporsional.postur tubuh tegap, tidak terlalu kurus dan tidak juga terlalu gemuk, dan juga wajah yang bisa dibilang lumayan. Ah tidak, mungkin memang tampan. Setidaknya cukup enak dipandang mata.
Sial. Lysa salah fokus. Kenapa dia jadi memperhatikan Arsel segitunya sih?
"Emm... Oh iya, Arsel! Waktu itu lo sempat bilang, kan, bahwa lo nggak mau cewek kayak gue kenapa-kenapa. Maksudnya 'cewek kayak gue' itu apa ya?"
Arsel memandangi Lysa sekilas sebelum kemudian mengambil salah satu buku yang kelihatannya menarik.
"Lo itu cewek yang harus dilindungi. Dijaga martabatnya. Bukan dirisak. Dan gue merasa bertanggung jawab untuk menjamin semua itu"
Lysa mengerutkan kening. "Kenapa gitu?"
"Gue cowok. Udah jadi tugas cowok melindungi seorang cewek. Kayak lo"
Lysa mengangguk dalam hati. Menyesal sudah bertanya demikian. Kalau begini, kan, jadinya Lysa yang terbawa perasaan sendiri.
"Ditambah lagi lo berkemungkinan kenapa-kenapa itu karena ikuti gue soal tanding tinju itu, kenapa lo lebih pilih dibayar untuk kalah? Padahal, kan, lebih bagusan menang?"
Pertanyaan Lysa kali ini sukses membuat Arsel terdiam. Bahakan sempat membuat cowok itu menghentikan pergerakannya beberapa saat.
"Sebenarnya gue bukannya kepo, ya, Arsel. cuma penasaran aja gue kenapa orang-orang pada sebut elo pembunuh bayaran? Memangnya lo bisa bunuh orang kayak yang di film-film Hollywood gitu?"
Arsel memutuskan untuk meletakkan kembali buku yang ada di tangannya.
"Apa lo bakalan bunuh cowok kemarin kalau gue nggak sempat mergokin? Terus lo nggak kelihatan takut atau cemas, padahal gue bisa aja bocorin semua yang udah gue lihat?"
Kali ini Arsel memandang lurus ke arah Lysa, membuat jantung Lysa berdebar seketika. Bukanya apa-apa, takutnya Arsel ternyata marah padanya karena cewek itu sudah banyak bertanya. Namun, tiba-tiba Arsel tergelak. Sial, kenapa ketawanya malah terlihat sangat manis.
"Tingkah lo menggemaskan. bikin jantung gue berdebar nggak karuan." Arsel yang tadinya menyandar pada sisi rak tiba-tiba berjalan mendekati Lysa.
Pipi Lysa sukses memanas. Arsel yang semakin dekat dengannya berhasil membuat cewek yang wajahnya hampir memerah itu bergetar gugup.
Arsel mendekatkan wajahnya, Lysa refleks menjauh. Sebelah tangan cowok itu terjulur melewati lehernya. "Lo wangi bedak bayi"
Walaupun jarak mereka sebenarnya tidak terlalu dekat, namun bagi Lysa jarak mereka sudah terkesan sangat dekat. Bahkan dapat Lysa lihat dengan jelas wajah Arsel di depan wajahnya. Lysa merutuki pikirannya yang mulai meracau entah kemana-mana.
"Aroma tubuh lo harum. Jangan ketawa dengarnya, tapi wangi lo sukses bikin gue candu. Jadi nggak pingin jauh-jauh"
Jantung Lysa semakin berpacu, seperti ada balap kuda di dalamnya. Bulu kuduknya meremang begitu mendengar bisikan Arsel tepat di telinganya.
"Tapi kalau terlalu dekat, bakalan mudah buat jatuh cinta sama lo. Dan itu bahaya," timpal Arsel kemudian seraya mengambil buku novel yang ada di belakang kepala Lysa.
Arsel menjauh. "Ada yang mau Lo beli selagi disini?"
Dengan kondisi debaran jantung yang masih berdegup, Lysa spontan menggelengkan kepalanya. "Nggak ada."
"Oh gitu." Arsel manggut-manggut sekenanya sebelum kemudian meraih tangan Lysa berniat menariknya pelan. Mengajak cewek itu untuk menuju ke kasir bersama.
...*****...
thor mampir juga dong ke ceritaku..