Lionel Danny, adalah pria berpengaruh yang kejam. Karena dendam ia terpaksa menikahi putri musuhnya sendiri.
Namun, tepat setelah pernikahan selesai dilangsungkan, ia justru menghabisi seluruh keluarga istrinya, Maura.
Karena benci dan dendamnya akhirnya Maura sengaja mendekati pria kaya raya bernama Liam. Siapa sangka jika Liam benar-benar jatuh hati kepada Maura.
Mungkinkah Danny luluh hatinya dan berusaha merebut kembali miliknya?
Bagaimana jadinya jika ternyata Liam justru pria yang lebih kejam dari Danny?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lintang Lia Taufik, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 14. Sok Pahlawan
Hari ini Maura pulang dengan wajah ditekuk. Ketika sampai di rumah, ia langsung menuju dapur sambil menenteng kantong plastik berisi buah-buahan bercampur dengan beberapa bahan untuk membuat salad buah.
Karena di rumah tak ada suaminya, ia langsung menuju dapur. Dengan penuh emosi ia mengupas dan mencincang kasar buah-buahan.
Ia sangat kesal dengan apa yang dilakukan suaminya. Pikirannya bahkan masih menerawang ke segala arah memikirkan segala kemungkinan yang dilakukan Liam.
Dan di saat Maura hanyut dalam lamunannya, Danny datang dan menuju dapur. Tujuan awal pria itu sekedar ingin mengambil minuman dingin di kulkas. Tetapi ia benar-benar terkejut melihat istrinya menggunakan apron yang mungkin lupa mengikatnya.
"Kau di rumah?" tanya Danny, kemudian melangkah mendekati Maura.
Sama seperti biasanya, Maura selalu mundur setiap kali Danny ingin mendekatinya.
Tetapi lagi dan lagi. Pria itu menariknya paksa. Tatapannya masih dingin dan penuh amarah setiap kali menyadari Maura enggan menatapnya.
"Apa wajahku terlalu jelek sampai kamu jijik melihatku?" tanya Danny kesal.
"Katamu, Ayahku adalah pembunuh keluargamu. Dari mana kamu tahu pembunuhnya ayahku?" Maura justru berbalik tanya.
Danny tersenyum mencemeeh. Ia langsung menarik tubuh Maura, membuat seluruh tubuh perempuan itu gemetar, lalu tegang.
Kemudian, kedua telapak tangan Danny menelusuri punggung Maura, membuatnya ingin meronta. Tetapi Danny segera menegaskan.
"Aku hanya membantumu mengikat Apron milikmu." Setelah selesai mengikatnya, Danny mendorongnya kasar.
Membuat tubuh mungil itu terbentur di meja keramik.
Meski begitu, Maura memalingkan wajahnya, ia menyembunyikan rasa sakitnya meski sebenarnya rasanya ingin menangis.
"Lancang sekali kamu bertanya tentang keluargaku yang sudah tiada! Sudah bosan hidup rupanya!" dengkus Danny sambil menusukkan pisau di buah apel hingga buahnya hancur dan membuat Maura tersentak.
"Kau menuduh keluargaku, kau kerusak hidupku, dan sekarang kamu melarangku mencari tahu?" Maura menggeleng tak percaya.
"Selain psikopat, kamu juga gila rupanya ya?" Maura langsung melepaskan Apronnya, lalu pergi meninggalkan Danny.
Danny buru-buru mengejarnya. Ia bahkan tidak lagi peduli meski ada banyak pengawal dan para maid yang menyaksikan keributan di antara mereka berdua.
Tetapi Maura tidak mau berhenti. Ia justru pergi ke sembarang arah meninggalkan rumah. Di luar ia berjalan cepat sambil menangis. Hingga tak sadar memasuki dan berbelok di gang-gang sempit.
Tiba-tiba, suara keras seperti orang yang tertawa terbahak-bahak bersama mengejutkannya.
"Wah, ada Nona masih sedang sedih nih," goda salah seorang dari mereka.
Rupanya mereka adalah preman yang terbiasa berkumpul di gang itu.
Mata Maura menyipit. Ia mengamati mereka satu demi satu. Tubuh keempatnya sama-sama kekar, sedangkan dua orang lainnya berukuran tubuh normal.
"Bagaimana kalau kita hiburan," kata salah satu pria lainnya.
Kemudian mereka tertawa lagi, seraya memasang wajah seram sambil melangkah mengancam.
Maura yang mengetahui dirinya sedang dalam bahaya langsung mengusap air matanya dengan kasar, lalu mengangkat wajahnya.
"Minggir, jangan halangi jalanku. Atau kalian akan menyesal, nanti!" hardik Maura dengan suara keras.
Bukannya takut, mereka justru tertawa sambil mengeroyok melangkah maju.
Siapa sangka jika kali ini Maura melakukan perlawanan. Ia mengeluarkan pisau dapur dari balik bajunya. Lalu ia acungkan ke arah mereka.
"Mundur! Jangan memancing emosiku!" desis Maura.
Tetapi mereka tetap tidak menghiraukan dan semakin mendekati.
Maura langsung menusuk sembarangan, lalu kakinya memasang kuda-kuda dan menendang beberapa orang sekaligus setelah sebelumnya sempat melompat melewati drum di sisi jalan.
BUMB!
Mereka terjatuh. Darah mengalir deras dari dua orang dari mereka. Membuat mata dari pria bertubuh gempal memerah seperti kesurupan.
"Kurang ajar! Kubunuh, Kau jalang!" seru preman itu.
Pisau yang sempat Maura genggam berhasi ditarik dan dilempar begitu saja. Tetapi tubuh ramping itu masih gesit bergerak dan menghindari tinju dan pukulan yang nyaris menghantamnya.
Tak lama berselang, seorang pria dengan aroma parfum familiar ikut baku hantam membela Maura.
Wanita itu tercengang. Yang iantahu selama ini suaminya hanya bisa mengandalkan senjata tajam dan pistol. Entah harus takjub atau marah melihat Danny melemparkan bogem mentah dan menyerang tanpa ampun.
Mereka babak belur. Beberapa orang pengawal Danny bahkan ikut membantu.
"Siapa yang mengirim kalian?" tanya Danny, tentu saja selalu dengan tatapannya yang mengintimidasi.
"Tidak ada, kami hanya melihatnya sendiri dan menangis," aku salah satu dari preman yang mengeroyok Maura.
Entah sejak kapan, sudut bibir Maura berdarah. Ada memar di pergelangan tangannya. Dan ia sudah terduduk di aspal.
Setelah mendengar pengakuan mereka, akhirnya Danny menyerahkan preman itu pada para pengawalnya.
Lalu, ia mendekati Maura yang tetap angkuh dan tak mau menatapnya. Bukan malu, tapi karena benci yang benar-benar benci.
Setiap menatap wajah suaminya, ia selalu ingat jeritan ibu dan ayahnya yang meminta pertolongan kepadanya, itu sebabnya sejak hari itu Maura enggan melihat Danny.
Apalagi, Maura mengingat ketika Tuan Antoni sangat bersemangat ingin mebjodohkannya dengan Danny. Ia benar-benar tidak menduga keluarganya akan dikhianati.
"Ayo, pulang," ajak Danny seraya mengulurkan tangannya.
Sikapnya selalu dingin. Tetapi ia masih memiliki perhatian kepada Maura.
"Pulang ke sarang serigala? Mana mungkin aku melakukannya," tolak Maura setengah mengejeknya.
Wanita itu tersenyum getir.
Danny langsung mengembuskan napasnya yang berat.
"Kau ini memang tidak tahu diuntung." Danny langsung menarik tangan istrinya, setelah Maura berhasil berdiri ia justru menjerit.
Lalu Maura nyaris terpelanting, untungnya Danny sigap menangkap. Rupanya kaki Maura sempat terkilir. Saat ia melompat menapaki drum sisi jalan dan berusaha menendang preman.
Setelah itu, Danny langsung menggendongnya paksa. Ia tidak peduli meski sepanjang jalan Maura terus berteriak minta turun dan meronta.
***
Sesampainya di rumah Danny langsung menjatuhkan tubuh Maura di ranjang empuk miliknya.
"Maura, jangan seperti ini lagi. Ingat, keselamatan adikmu ada di tanganmu. Maka bersikap baiklah padaku," ujar Danny memperingati.
Maura tertunduk seraya menelan ludah.
Danny langsung meminta kotak obat, kompres dingin lengkap dengan es batu.
Sang Maid ingin membantu, tetapi Danny langsung mengusirnya.
"Keluar, biarkan aku dan istriku berdua saja!"
Maura panik, ia langsung memalingkan wajahnya. Tetapi Danny langsung cepat-cepat menangkup wajahnya. Tetapi kali ini ia tidak kasar meskipun sedikit memaksa.
"Diam, bibirmu berdarah. Aku takut wajahmu rusak, lalu kehilangan daya tarikmu menggoda pria."
Mendengar itu Maura menatap tajam. Tetapi Danny justru membalasnya dengan mencium bibirnya. Membuat mata Maura membulat sempurna.
"Aku lelah bertengkar denganmu. Diam," cetus Danny.
Lalu sepasang mata mereka akhirnya bertemu, entah apa yang dirasakan Danny. Tetapi yang jelas ia langsung menenggelamkan kepala Maura di dada bidangnya.
"Maaf," katanya.
Suara itu memang terdengar samar. Tetapi Maura masih bisa mendengarnya. Jika lelaki itu benar mengatakan kalimat ajaib bernama maaf.
Danny memeluknya erat. Seluruh tubuhnya gemetar hebat.
"Maaf karena aku terpaksa membencimu, Maura," katanya lagi.
update lebih bnyk lgi sehari 2-3 bab hehe...