GUBRAAKK !! Suara itu menyerupai nangka berukuran 'babon' jatuh dari pohon yang tinggi. Xavier (Zac) segera berlari meloncati semak-semak untuk segera mengambil nangka yang jatuh. Sesampainya di bawah pohon nangka, Xavier tidak melihat satu pun nangka yang jatuh. Tiba-tiba...
"Siapapun di sana tolong aku, pangeran berkuda putih, pangeran kodok pun tidak apa-apa, tolong akuu ... "
Di sanalah awal pertemuan dan persahabatan mereka.
***
Xavier Barrack Dwipangga, siswa SMA yang memiliki wajah rusak karena luka bakar.
Aluna Senja Prawiranegara, siswi kelas 1 SMP bertubuh gemoy, namun memiliki wajah rupawan.
Dua orang yang selalu jadi bahan bullyan di sekolah.
Akankah persahabatan mereka abadi saat salahsatu dari mereka menjadi orang terkenal di dunia...
Yuks ikuti kisah Zac dan Senja 🩷🩷
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Aksara_dee, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 14 : Seharian Bersama Senja
...***...
"Ka Zac!" panggil Senja. Gadis itu perlahan mendekati Zac yang masih berdiri terpaku di samping bangku taman.
Ketika itu Senja memakai baju yang senada dengan dirinya, tidak janjian, tiba-tiba saja biru muda menjadi baju couple Zac dan Senja siang itu.
"Akhirnya kamu datang," ucapnya lirih nyaris tidak terdengar.
"Kak Sam bilang, ada yang mau kaka sampaikan padaku. O iya, aku bawakan kaka lotion untuk carut di wajah Kaka. Dokter kulit mama bilang, kalau sering di oleskan lama-lama keloidnya menipis, skin barrier—"
"Stop, adik kecil!" Zac menempelkan jari telunjuknya di bibir tipis dan basah milik senja.
Senja tertegun dengan sikap spontan Zac yang menurutnya 'Cute'.
"Terima kasih lotion-nya, aku terima. Hari ini Sam dan mas Jo tidak bisa mengantarmu ikut seleksi balet karena ada urusan penting, mereka melimpahkan tugas itu padaku."
"Aku udah gede lho ka, aku bukan anak SD lagi. Nggak perlu diantar juga nggak apa-apa. Nggak ada yang tahu jika aku anak pak Sebastian, jadi aku bebas pergi kemana aja tanpa pengawalan ketat." sedikit merengut Senja menghentakkan kakinya di konblok taman.
Hari itu ia lebih baik tidak diantar seleksi balet, agar bisa menghindar dan mengelabui mamanya kembali seperti sebelumnya. Balet bukan passion yang ia pilih, itulah mengapa ia membiarkan tubuhnya semakin gendut agar tidak ditekan untuk menjadi yang terbaik dan sempurna dalam 'dunia ambisi' mamanya.
Zac melihat kekesalan Senja dari raut wajahnya.
"Karena kamu berharga untuk Sam, makanya kami tidak mau kamu kenapa-kenapa," dalih Zac. Jauh di dasar hatinya ingin sekali ia mengatakan jika Senja sangat berarti untuknya.
"Iichh so sweet banget ka Sam," pekik Senja kegirangan.
Tapi sorot matanya penuh misteri, ada ketakutan dan kegelisahan.
"Ayo kita jalan," ajak Zac, wajahnya terus menoleh ke arah Senja, memastikan gadis itu selalu mengukir senyuman.
"Jangan terlalu menghiraukan pandangan orang lain saat menari nanti, berikan tarian terbaik untukku dan Sam. Aku akan mengabadikannya di sini." Zac menggoyangkan handphone di tangannya.
"Icchh maluu... " jerit kecilnya sambil menutup wajah dengan kedua telapak tangannya, pura-pura ceria. Padahal jantungnya berdegup kencang, bagaimana caranya ia melarikan diri kali ini jika ada Zac.
Tanpa pamit, Zac mengambil telapak tangan Senja dan menggenggamnya dengan erat. Seolah jika longgar sedikit saja genggaman itu, Senja akan pergi menjauh.
Langkah mereka telah sampai di halaman parkir sanggar balet milik Miss Alexa. Senja memisahkan diri untuk ke ruang ganti, sementara Zac mengambil tempat di pinggir studio yang telah disediakan untuk para orangtua atau pengantar yang ingin menonton seleksi. Satu persatu para penari menampilkan kebolehannya di depan dewan juri, Zac mulai bosan karena seseorang yang ditunggunya tidak juga keluar dari ruang ganti.
Sekian menit berlalu dengan segala kemungkinan yang tidak pasti, Zac akhirnya berdiri dengan gelisah. Ia lalu berjalan ke arah samping sanggar Miss Alexa untuk mencari jawabannya langsung, mengapa Senja tidak juga keluar untuk menampilkan tariannya.
Di taman belakang sanggar, senja sedang duduk menunduk sambil memeluk sepatu baletnya. Airmata berjatuhan membasahi dress biru yang ia kenakan. Zac berhenti melangkah, walau belum tahu apa yang sedang terjadi. Zac ikut sedih melihat gadisnya menangis. Ia menghela napas berat, lalu melangkah mendekat.
Zac duduk di samping Senja, "mereka menolakmu?" tanyanya.
Senja menggeleng, "mana mungkin mereka menolak ku ketika donatur terbesar sanggar ini adalah mamaku. Ini bukan passion ku, ka Zac. Ini ambisi mama ... "
"Bukankah tidak enak menjalani sesuatu yang bukan ... kamu?"
"Tapi aku tidak ingin mengecewakan mama," jawab Senja sambil bernapas sesak.
"Nggak apa-apa kamu mengecewakannya tahun ini, tahun depan dan seterusnya kamu bisa membuatnya bangga dengan passion yang kamu inginkan,"
"Bagaimana caranya, aku takut mama marah."
"Kita cukup memberikan videonya, kita bisa take gerakan beberapa kali agar terkesan sempurna. Sam bilang, mereka butuh video kamu tampil. Mereka tidak bilang kamu harus berhasil. Ayo ka Zac bantu bicara pada para juri!" bujuk Zac sambil merentangkan tangannya di bahu Senja.
"Ini beneran ka semudah itu? Aku nggak harus satu jam menari?" tanyanya seolah menemukan ide yang tidak pernah ia pikirkan.
"Kita mungkin butuh waktu lebih lama dari satu jam, karena take gambar harus sesempurna mungkin, tapi di episode kali ini kamu boleh salah, kamu boleh terjatuh saat menari atau gugup mungkin," ucapnya
"Serius?! Woaahh... Ka Zac idenya brilliant banget!" seru Senja semakin memeluk erat sepatu baletnya.
"Ayo cepat, keburu para jurinya bosan menunggu kita."
"Baik ka, aku ganti baju!"
Zac menghampiri para juri setelah penampilan penari terakhir. Sedikit negosiasi dan menyampaikan kekhawatirannya pada juri jika memaksakan Senja menari balet dengan tubuhnya yang belum sanggup menjaga keseimbangan akan berakibat fatal. Juri setuju akan hal itu. Mereka pun sebenarnya ingin menolak keikutsertaan Senja menjalani seleksi tahun ini, disaat berat tubuh gadis itu tidak memenuhi standar seorang ballerina, terlalu dipaksakan dan akan membuatnya cedera lebih parah.
Senja memasuki ruang sanggar dengan pakaian balet yang indah. Wajahnya ia make up dengan karakter Tinkerbell yang lucu dan full senyum, lalu ia menambahkan rok tutu yang lembut berwarna hijau muda untuk menutupi pahanya yang besar.
Senja memulai pose pembukaan, lalu Zac siap membidik dengan kameranya. Ia mengambil beberapa angle yang terkesan dramatis dan terkesan sempurna. Tidak sampai satu jam, semua gerakan sudah terekam kamera.
'Pertunjukan kecil' selesai.
Setelah menunggu Senja berganti pakaian, mereka tidak buru-buru pulang ke rumah. Karena Zac butuh waktu untuk mengedit video.
"Kita ke cafe dulu ya untuk edit video ini," pinta Zac.
"Iya ka," jawab Senja semangat.
Mereka mampir di sebuah cafe di mana anak muda seringkali berkumpul. Sambil menunggu pesanan mereka datang. Zac sibuk berkutat dengan handphonenya untuk mengedit video.
"Nja... " panggilnya pelan.
Gadis itu menghentikan minum dan melepaskan sedotan dari bibirnya. "Ada apa ka?"
"Sebenarnya saat kamu menari tadi semua gerakanmu terlihat indah, aku menyukainya. Para juri juga memberi nilai A pada setiap gerak tubuhmu. Hanya saja, dunia olahraga dan tari memiliki standar berat badan. Tujuannya apa, agar penari atau atlet tidak mengalami cidera fatal saat beraktivitas dengan dunianya. Aturan itu untuk melindungi."
Senja masih mendengarkan dengan baik apa yang akan Zac utarakan.
"Sepak bola bukan passion-ku pada awalnya. Aku hanya ingin menyenangkan kakek dan Papa. Pikirku, tidak ada salahnya jika ingin melihat mereka bahagia dan bangga dengan pencapaian kita yang menjadi impian mereka dulu dan sempat tertunda karena keadaan."
"Jadi menurutku, kamu asah lagi kemampuanmu yang sudah baik ini menjadi lebih baik, kamu bisa mendapatkan dua hal terbaik dalam hidupmu. Membahagiakan mama juga menjadi balerina terbaik."
"Tapi lakukan itu dengan hati bahagia, jangan tertekan. Kalau kamu merasa masih tertekan... Kamu boleh memilih tidak memilih balet sebagai passion-mu."
"Nih lihat hasil video ini, kamu bisa jadi yang terbaik, Nja." Zac menunjukkan hasil editannya.
Senja melongo dan kagum sendiri dengan gerak tariannya, "aku tinggal menurunkan berat badan aja ya ka," ucapnya lirih.
"He'em, demi melindungi tubuh ballerina cantik ini dari cidera."
"Aku akan coba lagi tahun depan setelah menurunkan berat badan," janjinya.
Obrolan mereka terhenti setelah sepasang anak muda masuk dari pintu cafe sambil berangkulan mesra. Gavin dan Deswita. Beruntungnya posisi duduk Zac dan Senja ada di sudut cafe yang tidak mudah terlihat, tapi mereka bisa melihat tamu cafe yang baru saja datang.
Gavin dan Deswita mengambil tempat duduk yang membelakangi Zac dan Senja.
"Sayang... Aku mau Matcha latte," ucap Deswita saat memesan minuman.
"Jangan minum manis-manis nanti tubuh seksimu berubah menjadi toren air seperti Senja," jawab Gavin.
"Hahaha... Kamu bisa aja sih! Oiya, hari ini gadis bodoh itu ikut seleksi lagi, aku yakin kali ini dia gagal lagi. Nggak tahu diri, badan sudah seperti bab* masih saja ngotot ikut balet. Mamaku terlalu memanjakannya."
Mendengar obrolan mereka, Senja menundukkan wajahnya begitu dalam. Zac menepuk punggung tangan Senja dengan lembut. Lalu meletakkan jari telunjuk di bibirnya agar Senja diam tidak terprovokasi.
"Des, bagaimana kabar kakakmu, Shaka. Aku kesulitan menghubunginya," Gavin berusaha mengorek informasi dari Deswita, pura-pura tidak tahu kebohongan Deswita tentang statusnya yang hanya anak angkat.
"Mereka berangkat beberapa hari lalu ke Amerika juga membawa Rani, gadis yatim piatu itu. Katanya, mereka akan berobat di sana. Aku nggak tahu ka Shaka dan Rani sakit apa dan aku nggak tahu kenapa papaku begitu peduli dengan gadis miskin itu. Bikin aku cemburu!"
"Di rumah sakit apa, kamu tahu?" tanya Gavin.
Deswita menggelengkan kepala, "memangnya kamu mau jenguk mereka ke sana, Sayang?"
"Aku punya obat yang Shaka butuhkan, kamu bisa memberikannya jika Shaka kembali ke Indonesia?" tanya Gavin.
"Boleh, kamu bisa titipkan padaku."
"Terima kasih sayang, kamu memang yang terbaik," puji Gavin seraya mengecup singkat bibir Deswita.
"Ka Zac dengar, Deswita menyebut papaku dengan papanya? Maksudnya apa? Dan mereka ciuman ka... Ciuman!" bisik Senja, kaget sekaligus aneh mendengar obrolan mereka.
"Sstt... Kita tunggu ada kejutan apa lagi dari mereka, oke?!" cegah Zac.
"Kamu selalu puji aku yang terbaik, tapi kemarin kamu ngasih Senja boneka, maksudnya apa? Kamu menyukai Senja juga?" desak Deswita.
"Tentu saja tidak. Kamu yang terbaik dan tercantik bagiku, Des. Kamu pintar, kamu seksi dan kamu hebat memuaskan di atas ranjang. Nilai plusnya kamu anak pak Sebastian, kamu pewaris keluarga konglomerat itu. Mamaku pasti akan menyetujui hubungan kita. Kamu tahu kan mamaku sangat menjunjung tinggi status sosial seseorang."
Gavin sengaja melambungkan hati Deswita agar gadis itu semakin ambisi menjadi bagian dari keluarga Sebastian. Karena ia akan menjadikan Deswita sebagai wanita perusak hubungan Sebastian dengan Monica.
"Tapi aku iri kamu ngasih Senja boneka, Vin. Sementara aku tidak pernah kamu beri hadiah." Deswita merajuk.
"Aku sudah siapkan hadiah untukmu sayang, kamu bisa memakainya di apartemenku nanti malam," ucap Gavin mesra dan penuh godaan.
"Apa kamu membelikan lingerie lagi untukku?!" tanya Deswita suaranya meninggi karena girang.
Gavin mengangguk dengan senyuman penuh misteri.
"Iihh menjijikan kelakuan mereka!" gumam Senja suaranya penuh emosi.
"Setelah mendengar semua ini, do you think he is the one for you? Gavin, Your crush?!" tanya Zac
Senja menyilangkan tangannya di atas dada, tandanya Tidak!
,, perbedaan usia itu jauh lebh bagus dn lebh matang dan dewasa 😌
tapi berdua 😚
kekny harusny Zac ya 🤔
,, selamat k Dee,, semoga kontrakny lulus 🤗