Dijebak oleh sahabat dan atasannya sendiri, Adelia harus rela kehilangan mahkotanya dan terpaksa menerima dinikahi oleh seorang pria pengganti saat ia hamil. Hidup yang ia pikir akan suram dengan masa depan kacau, nyatanya berubah. Sepakat untuk membalas pengkhianatan yang dia terima. Ternyata sang suami adalah ….
===========
“Menikah denganku, kuberikan dunia dan bungkam orang yang sudah merendahkan kita."
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon dtyas, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
14 ~ Wanita Ular
Bab 14
Adel memegang dadanya yang terasa bergemuruh. Berada di dalam bilik toilet. Berharap Abi tidak mengerti atau tidak melihat apa isi dalam kantong yang dibawa.
“Beg0, kenapa nggak hati-hati sih. Gimana kalau Mas Abi tahu ini untuk tes kehamilan. Aduh.” Adel menepuk dahinya berkali-kali.
Tiba-tiba perutnya kembali bergejolak. Tidak ingin semakin lama berada di toilet, gegas Adel membuka kemasan tespek untuk menguji kebenaran kondisi tubuhnya. Menarik nafas seraya berharap hasilnya tidak seperti yang diduga.
Sudah berdiri setelah memperbaiki posisi pakaiannya, menunggu garis yang muncul. Dengan mata memicing memastikan hasil yang keluar. Tespek yang diletakan di atas box closet perlahan sudah menunjukan hasilnya. Perasaan Adel semakin tidak menentu, debaran jantungnya semakin tidak biasa. Bahkan seakan terdengar bagai genderang yang mampu mengoyak telinga yang mendengar.
Mulutnya ternganga mendapati hasil yang muncul. Salah satu stik menunjukan dua garis yang begitu jelas, sedangkan alat satunya muncul dua garis yang samar.
“Ini artinya aku … hamil.”
Adel meremas rambutnya. Rasanya udara di sekeliling begitu pekat dan tidak layak untuk dihirup memenuhi paru-paru yang membuatnya sesak karena kurangnya oksigen. Perlahan pandangannya buram karena kedua matanya berembun. Kejadian malam itu bersama Zahir membuatnya hamil. Hamil di luar nikah.
Rasanya ingin sekali memutar waktu dan tidak ingin terlibat dengan kegiatan malam itu.
“Tidak.” Adel menggeleng sambil menahan isak tangisnya, tidak ingin ada orang yang tahu ia sedang menangis di bilik toilet. Bukan hanya takut dengan kenyataan, ia pun takut kalau Papanya tahu dia hamil. Bukan hanya terkejut, Papa pasti kecewa dengan kejadian ini.
“Ya Tuhan, aku harus bagaimana.”
Zahir, pria itu harus tahu kalau ia saat ini hamil. Hamil karena ulahnya di malam itu. Alasan ini memperkuat keinginan Adel agar Zahir segera tanggung jawab.
“Pak Zahir harus tahu dan harus segera tanggung jawab. Semakin lama, perut aku semakin besar. Kami harus segera menikah.”
Tok tok
"Maaf, masih lama nggak?”
Suara ketukan dan panggilan dari luar, menyadarkan Adel seakan mengembalikan raganya bahwa dia masih berada di toilet. Dengan cepat ia masukan dua stik tadi ke dalam saku blazer juga kemasannya.
“Maaf,” ucapnya saat membuka pintu.
Kembali ke kubikel, duduk bersandar dan mengatur nafas. Perasaan masih tidak karuan, rasanya belum tenang kalau belum jelas kapan Zahir akan menikahinya. Ingin sekarang juga menemui pria itu, tapi tidak mungkin. Yang ia tahu saat ini sedang ada rapat ketua tim, bisa dipastikan Zahir ikut serta.
Adel menoleh ke kubikel Mona di sampingnya. Kursi tersebut kosong, ia tahu kalau Mona sudah ditunjuk menjadi ketua tim. Entah atas dasar apa karena dari beberapa project yang dikerjakan, Mona tidak menonjol dan cenderung pasif. Malah yang terdengar adalah ocehan dan cerewetnya saja. Memang untuk penampilan Mona lebih unggul karena gaya dan stylenya yang agak seksi.
“Mona pasti bisa bantu aku meyakinkan Pak Zahir.”
***
Abimanyu berjalan di koridor lantai khusus para direksi dan petinggi perusahaan. Mengangguk pelan saat berpapasan dengan sekretaris direksi atau orang yang memiliki jabatan.
Namun, raut wajahnya datar. Tidak menunjukan rasa hormat atau rendah diri karena dirinya dengan seragam OB.
“Abi.”
Ia pun menoleh dan menghampiri pria yang tadi menghubunginya. Manajer operasional sedang berdiri mengarahkan cleaning service dan seorang office girl.
“Kalian tim pengganti, kebetulan petugas di lantai ini ada yang cuti dan resign. Abi, kamu lebih senior dibandingkan mereka berdua. Jadi, fokus kamu melayani ruangan direktur dan presdir.”
Abi menghela nafas lalu mengangguk dan mengucap, “Baik, pak.”
“Temui Pak Kemal untuk tanya kebiasaan Pak Indra dan yang harus kamu lakukan kalau ada tamu dan rapat!”
Lagi-lagi Abi mengangguk lalu diskusi kecil itu pun bubar. Abi kembali melangkah menuju ruang kerja Indra. Terlihat Kemal berdiri sambil bicara di depan meja sekretaris presdir lalu menoleh dan tersenyum. Baginya senyum Kemal begitu menyebalkan.
“Mas Abi, selamat datang. Kemana aja, sudah kami tunggu loh.”
Abi berdecak pelan lalu mengangguk pada sekretaris Indra. Langsung mengalihkan pandangan, meski wanita itu masih menatapnya. Hal biasa dan sering terjadi ia menjadi pusat perhatian.
“Apa yang harus saya kerjakan, Pak Kemal?”
“Ah iya.” Kemal mengambil tablet di atas meja, menggeser layar lalu menunjukan layar tersebut pada Abi. “Ini yang harus kamu siapkan dan pastikan ada di meja Bapak, perhatikan juga jamnya ya. Kecuali beliau sedang di luar kantor, itu bukan urusan kamu lagi.”
Abi memandang jam di mana ia harus mengantarkan air hangat di waktu-waktu tertentu, untuk Indra minum obat.
“Dihafal, jangan sampai salah. Nanti saya kirim ke kamu deh,” ujar Kemal dengan wajah mengejek.
“Baik, pak Kemal. Ada lagi yang harus saya lakukan selain yang tadi.”
“Hmm.” Kemal mengusap dagunya seakan berpikir masalah yang cukup pelik. Rasanya Abi ingin sekali menoyor kepala pria itu.
“Mas Abi, sudah makan siang?” tanya sekretaris Indra, menatap dengan wajah bertumpu pada salah satu tangan.
“Sudah, mbak.”
“Kalau makan malam pasti belum ‘kan. Bareng aku ya.”
“Ck, apaan sih. Masih siang udah ngomongin makan malam. Kamu bukan tipe Abimanyu,” seru Kemal seakan mewakili Abi.
“Namanya juga usaha.”
“jadi, tugas saya apalagi?” tanya Abi mengalihkan pembicaraan karena tidak tertarik dengan ajakan sekretaris Indra.
“Ikut aku, kita bicara di ruang rapat. Sore ini akan ada rapat direksi.” Baru melangkah mengikuti Kemal, ada seorang wanita paruh baya dengan penampilan elegan.
“Selamat siang, Indra Daswira ada? Aku ingin bertemu beliau.”
Abi pun melangkah mundur dan menjauh hendak menuju pantry. Bukan urusannya menyambut tamu presdir.
“Apa anda sudah ada janji?” tanya Kemal.
“Belum, katakan saya Murni ingin menemuinya. Murni Sari.”
Abi menghentikan langkahnya mendengar nama yang disebutkan. Nama yang pernah ia benci. Nama perempuan yang membuat papinya gila dan melupakan ia dan mami. Dengan pelan ia menoleh dan menatap wanita itu.
‘Untuk apa wanita ular ini menemui papi.'
\=\=\=\=\=
Ayo merapat yg masih baca kisah Abimanyu, jangan lupa tinggalkan jejak biar author tahu masih ada penghuninya 🤣
siap siap aja kalian berdua di tendang dari kantor ini...
hebat kamu Mona, totally teman lucknut
gak punya harga diri dan kehormatan kamu di depan anak mu
kalo perlu zahir nya ngk punya apa " dan tinggal di kontrakan biar kapok
sedia payung sebelum hujan