NovelToon NovelToon
Manuver Cinta

Manuver Cinta

Status: sedang berlangsung
Genre:Misteri / Balas Dendam / CEO / Dark Romance
Popularitas:415
Nilai: 5
Nama Author: _Luvv

Pernikahan tanpa Cinta?

Pernikahan hanyalah strategi, dendam menjadi alasan, cinta datang tanpa di undang. Dalam permainan yang rumit dan siapa yang sebenernya terjebak?

Cinta yang menyelinap di antara luka, apakah mereka masih bisa membedakan antara strategi, luka, dendam dan perasaan yang tulus?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon _Luvv, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

BAB 14

“Udah berapa lama kerja sama Lingga?” tanya Diandra sambil menatap James dengan wajah ingin tahu.

Sejak awal, sosok pria bernama Lingga Aditya Wijaya itu memang sulit ditebak. Diandra merasa setiap gerak-geriknya seperti penuh rahasia.

“Dia sahabat saya dari SMA,” jawab James singkat, suaranya datar tapi matanya seolah memendam kenangan panjang.

“Oh… sahabatan, pantes aja dari tadi setiap gue tanya soal Lingga, jawabannya aman semua,” sindir Diandra, setengah bercanda, setengah menelisik.

James tersenyum tipis. “Lingga memang baik… tapi cuma sama orang-orang tertentu.”

Diandra refleks menoleh, matanya berbinar penuh rasa ingin tahu. “Tapi dari yang saya lihat, dia galak, dingin, dan… arogan.”

James terkekeh pelan. “Itu karena kamu belum kenal dia.”

Diandra menghela napas pendek. Memang, selama ini setiap pertemuannya dengan Lingga selalu berakhir dengan tensi tinggi dan tatapan dingin yang bikin darahnya naik.

“Lingga punya pacar?” tanyanya tiba-tiba, tanpa basa-basi.

James melirik dengan alis terangkat. “Bukannya kamu calon istrinya?”

Diandra langsung mendengus. “Beda. Saya di jebak."

“Kalau begitu… berarti memang kamu yang dia inginkan,” balas James santai, seolah mengucapkan fakta yang tak terbantahkan.

Diandra makin kesal. Niatnya mencari sedikit informasi soal Lingga malah berakhir dengan kalimat yang bikin dadanya panas.

“Maksud saya… pacar beneran, atau mantan gitu,” ujarnya, menekan nada agar terdengar tetap tenang.

James menggeleng. “Pacar sih nggak ada… tapi mantan, ya ada.”

“Oh, jadi punya mantan,” Diandra pura-pura santai, tapi bibirnya menahan senyum sinis. “Kenapa nggak jadi nikah?”

“Belum jodohnya,” jawab James santai sambil kembali fokus pada iPad-nya, memeriksa beberapa pekerjaan selama Lingga berada di luar kota.

Diandra menghela napas panjang. “Ternyata kamu sama Lingga sama-sama nggak asik,” gerutunya, kesal karena dari asisten pribadi Lingga pun ia tidak mendapatkan informasi berharga.

Hari ini ia harus mengurus hampir semua persiapan pernikahannya dengan Lingga. Ironisnya, yang kelihatan paling ‘ngebet’ justru sibuk dengan urusannya, sementara Diandra yang tidak niat menikah justru dibuat pusing setengah mati.

Ia mengerutkan kening, memikirkan kembali semua kejadian sejak pria itu melibatkan dirinya. Seberapa jauh sebenarnya rencana Lingga? Dan kenapa harus dia yang jadi bagian dari permainan itu?

Satu hal yang ia yakini,  Lingga Aditya Wijaya tidak pernah melakukan sesuatu tanpa tujuan. Setiap langkahnya pasti punya maksud tersembunyi. Dan kalau dia bisa seenaknya bermain-main, itu artinya Diandra harus jauh lebih waspada.

“Apa alasan kamu menerima Lingga?” tanya James setelah menutup iPad-nya dan meneguk sisa kopi di cangkirnya.

Diandra menoleh, tatapannya datar tapi suaranya mengandung sindiran. “Emangnya saya bisa menolak? Bahkan dia sudah memberikan beberapa ancaman.”

James mengangkat alis, tidak terlihat kaget. “Tapi saya rasa… kamu juga punya tujuan lain dari pernikahan ini, kan?” ucapnya pelan, tapi dengan tatapan menembus seolah ingin membongkar isi kepala Diandra.

Pertanyaan itu membuat Diandra terdiam sejenak. Bagaimana mungkin James bisa menebak pikirannya?

Ia tersenyum miring, berusaha menggiring pembicaraan ke nada bercanda. “Rencananya sih… mau saya manfaatin. Tapi Lingga bukan orang yang bisa saya manfaatkan bukan? ” Ucapannya terdengar ringan, tapi di dalam hati ia sedang mencari aman agar tetap aman.

James mengangguk tipis, senyum samar menggantung di bibirnya. “Betul. Lingga bukan pria bodoh yang bisa kamu permainkan.”

Ia berhenti sejenak, menatap lawan bicaranya dengan sorot yang sulit dibaca. Kecuali… kalau memang ada sesuatu yang berbeda di antara kalian, gumamnya dalam hati, membiarkan pikirannya berjalan lebih jauh daripada yang bisa ia ucapkan.

____

Lingga berdiri mematung di depan pintu apartemen Diandra. Seharusnya ia sudah pulang dan beristirahat. Karena lusa, sesuai rencana, ia akan menikah dengan perempuan yang tinggal di balik pintu ini. Tangannya sempat terangkat, namun ragu. Ia bahkan tak yakin Diandra sedang berada di dalam atau tidak karena mereka tidak saling bertukar kabar.

Entah bagaimana, setelah kembali dari perjalanan luar kota tadi, kakinya justru membawanya kemari tanpa ia rencanakan.

“Lo ngapain berdiri di depan pintu?” suara Diandra memecah lamunannya. Perempuan itu baru saja keluar, berniat mencari makan malam, namun malah menemukan Lingga berdiri seperti patung di hadapannya.

Lingga sedikit tersentak, seolah baru sadar dari lamunan. “Saya baru pulang dari luar kota.”

Diandra mengerutkan kening. “Terus urusannya sama gue apa?”

“Kamu calon istri saya,” jawabnya tenang.

Diandra menghela napas panjang, napas lelah. Harusnya malam ini gue udah rebahan tenang, bukan ketemu dia.

“Oke, udah kan? Sekarang lo bisa pulang,” ucapnya tegas, berharap pria itu mengerti kode.

Namun Lingga malah melangkah masuk begitu saja, tanpa menunggu izin. “Saya masuk.”

Menyebalkan.

“Lo kenapa sih?” tanya Diandra, memandangnya yang kini duduk bersandar di sofa ruang tengah, mata terpejam. Wajahnya terlihat letih.

“Mau minum apa?”

Lingga membuka mata, menatapnya. “Boleh?”

“Gue udah nawarin, artinya boleh,” balas Diandra ketus.

“Kopi.”

Diandra berdecak, tapi tetap melangkah ke dapur. Ia mengambil cangkir dari laci, menyiapkan kopi satu-satunya yang ia punya, kopi kesukaannya.

Lingga mengikuti, lalu duduk di kursi pantry sambil mengamati Diandra yang tengah membuat kopi.

“Nih,” katanya sambil menaruh cangkir di depan Lingga. “Gue nggak ada kopi lain, jadi kalau nggak suka, dipaksa suka aja.”

Lingga terkekeh, lalu menyesap kopi itu. Rasanya tak terlalu kuat, tapi entah kenapa pas di lidahnya.

Sementara itu, Diandra membuka kabinet, mengambil sebungkus mi instan. Ia terlalu lapar untuk keluar lagi atau menunggu pesanan datang.

“Kamu makan mi instan?” tanya Lingga.

Sambil memanaskan air, Diandra mengangguk. “Harusnya gue makan nasi goreng depan. Tapi karena ada lo, nggak jadi.” Nada suaranya mengandung keluhan.

“Saya mau,” sahut Lingga santai.

Diandra menoleh, menatapnya tidak percaya. “Astaga… lo ke apartemen gue cuma mau numpang makan?”

“Sekalian, saya lapar.”

“Gue pukul pake panci nih lama-lama,” gerutunya. Tapi tangannya tetap mengambil sebungkus mi instan rasa soto dan mulai memasaknya.

Keheningan menyelimuti mereka sampai mi matang. Diandra menyajikan dua mangkuk di meja pantry.

Lingga mengambil sendok, mengaduk mie di mangkuknya sebelum berkata pelan, “Persiapan pernikahan lancar?”

“Udah gue acak-acak,” jawab Diandra asal, sambil terus menyuap mie.

Lingga menaikkan alis tipis. “James bilang udah aman semua.”

“Terus kenapa masih tanya gue?” nada suara Diandra mulai meninggi, jelas kesal.

“Siapa tahu ada yang mau kamu ubah.”

Diandra menatapnya tajam. “Lo tau kan gue bahkan nggak mau nikah sama lo? Jadi lo pikir gue bakal heboh ngurusin semua ini? Jangan mimpi, Lingga.”

Suasana mendadak hening. Sendok di tangan Lingga berhenti bergerak, sementara Diandra kembali menunduk, pura-pura sibuk dengan mie-nya, meski detak jantungnya sedikit lebih cepat karena tatapan pria di depannya ini.

1
Erika Solis
Duh, sakit banget hatiku. Terharu banget sama author!
Isolde
🙌 Suka banget sama buku ini, kayaknya bakal aku baca lagi deh.
Madison UwU
Gak sabar lanjut baca!
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!