Riski adalah pria yang problematik. banyak kegagalan yang ia alami. Ia kehilangan ingatannya di kota ini. Setiap hujan turun, pasti akan ada yang mati. Terdapat misteri dimana orang tuanya menghilang.
Ia bertemu seorang wanita yang membawanya ke sebuah petualangan misteri
Apakah Wanita itu cinta sejatinya? atau Riski akan menemukan apa yang menjadi tujuan hidupnya. Apakah ia menemukan orang tuanya?
Ia pintar dalam hal .....
Oke kita cari tahu sama-sama apakah ada yang mati saat hujan?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Dranyyx, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 14 : Kembali ke awal
Sudah beberapa hari berlalu sejak kejadian itu. Ia juga telah beberapa hari keluar dari rumah sakit. Ia sudah masuk kerja juga. Hari rasanya berlalu begitu cepat.
Suatu ketika di malam hari yang tenang.
Rizki mendapatkan pengalaman yang sangat besar. Sesekali ingatan akan bau aroma darah, dan pisau yang ia pegang muncul tiba-tiba. Kadang Riski mengingat Elsa. Tapi kadang ia mencoba menerima Sinta, yang kebaikannya luar biasa untuk Riski. Riski merasa ia perlahan kehilangan sisi kemanusiaannya. Entah apa yang terjadi. Ia memutuskan untuk melanjutkan observasi ke toko buku tua milik neneknya.
Malam itu ia menghubungi Rizal kembali.
"Assalamualaikum, Rizal."
"Walaikumsalam salam saudaraku. Ada apa gerangan? "
"Besok kamu sibuk? Atau tidak "
"Memangnya ada apa?"
"Kita lanjutkan observasi. Mungkin besok aku izin tidak masuk kerja dulu. Badanku rasanya kurang fit"
"Badanmu kurang fit. Tapi mau lanjutkan observasi? Bagaimana konsepnya itu."
"Kamu datang ke kost pulang kerja. Kalau sempat ajak Sinta "
"Boleh ... Boleh, memang kalau hal seperti itu baiknya kita bicarakan di tempat yang nyaman. Nanti kalau aku tidak lupa , besok aku ajak Sinta. "
"Oke lah di copy "
Keesokan harinya di tempat kerja.
Riski di tempat kerja adalah seseorang yang di gandrungi. Setiap gadis yang melihat dia pasti terpanah. Jika ada sesuatu yang akan di lakukan Riski tidak luput dari perhatian kawan-kawan gadisnya itu.Tapi berbanding terbalik dengan kepribadian Riski, ia justru adalah orang yang introvert. Dia Akrab dengan beberapa orang saja. Karena itulah, terkadang temannya Riski menjadi sasaran untuk jadi jembatan mereka agar bisa dekat dengan Riski.
Tap.. Tap.. Tap.. Sinta menghampiri Rizal.
"Rizal? Mana Riski? Kenapa tidak kelihatan hari ini..?" Bela datang menghampiri Sinta yang sedang sibuk.
"Dia tidak masuk katanya dia sakit ." Ucap Rizal kepada Sinta.
"Lihat mulai lagi Sinta caper" Bela dan Amira menatap sinis kepada Sinta.
"Ihhh kau beh. Anu, terlalu posesif. Perasaan Riski bukan pacarmu. Bukan TTM juga (teman tapi mesra) tapi sok menanyakan kabar," ucap Amira yang berada di samping Bela.
"CK.. Bukan urusanmu ya. Kalian itu tidak masuk circle. Jadi tolong.. tolong sekali jangan sering ikut-ikutan. Okay.... Nona caper....!!" Sinta kembali menatap tajam kearah mereka berdua.
Rizal yang sedari tadi melihat para gadis itu berdebat pun mulai risih. "Astaghfirullah, masih pagi ini kenapa sudah ribut terus. Masalah apa lagi? Riski? Mending kalian memperebutkan aku." Rizal melipat kedua tangannya dan tersenyum lebar.
"Ahhh kau, Rizal... Coba datang itu buat mereka ini diam.. Bukannya malah bikin rusuh lagi," Sinta menghela napas dalam-dalam. Ditiupkan dengan pelan. Rizal pun memilih untuk mengalihkan pembicaraan.
"Emm, kalian bertiga sebentar sibuk?" Rizal menatap ketiga wanita itu.
"Amira, aku sibuk. Ada urusanku sebentar," Bela menatap Amira dengan kening yang naik turun.
"Iyahh kami sibuk. Kenapa kah?" Amira membalas ucapan Bela sembari mengangguk kecil.
"Ohh yasudah. aku rencana mau ke kosannya Riski. Tapi kalau sibuk ya," ucap Rizal dengan ekspresi wajahnya yang datar.
"Ehhh.. Tidak sibuk.. Tidak sibuk. Kan, Amira?"
"Iya, tadi kamu berdua cuma bercanda.. Hehe," Bela dan Amira hanya tersenyum tipis.
"Cewe gatal itu kenapa di ajak? Sudah benar kita berdua saja yang pergi" Sinta membuang pandangannya dan melanjutkan kegiatannya itu.
"Heh. Jangan iri, kan itu hanya cinta bertepuk sebelah tangan ke Riski, bukan pacarmu jadi tidak ada hakmu untuk melarang yah" Amira menatap sinis.
Wajahnya menoleh kembali ke arah Rizal. "Berarti, kita berempat akan ke kosannya Riski ya?"
"hemmm.. " Sinta tak membalas ucapan Amira.
"Bertanya terus kaya jaksa penuntut umum..." Rizal mengerutkan dahinya.
"Lebay sekali Rizal ini ya, girl," ucap Amira tersenyum tipis.
"Oke, sepakat. Jam 5 sore kita berangkat dari sini, yah?" lanjut Bela.
"Okaaiii." Sontak mereka bertiga berteriak dengan semangat.
Jam 17.00, lorong menuju kediaman Riski.
Cuaca agak mendung. Angin sore mulai membawa embun. Butiran air bak embun di pagi hari menari-nari dalam udara dingin itu.
Mereka berempat menuju ke kediaman Riski.
Rizal dan Sinta berboncengan bersama. Sedangkan Bela dan Amira bawa motor sendiri-sendiri.
"Oke.. Jadi kalian kan baru pertama kali ke sini kan, jadi tolong.. Tolong sekali jangan sampai tertinggal."
Ucap Rizal sembari jalan di samping Bela dan Amira.
Sshhrrrr.. Suara desir angin sore membuat suara Rizal samar-samar.
"Iyah... Biar tertinggal kan kalian di depan yakan. Jadi gampang kami kejar..." Bela yang sedang mengendarai motornya melaju pelan.
"Ohhh okey.. Kalau begitu kejar kami. Haha..."
"Kita percepat saja jalannya yah. Masalahnya sudah mendukung, takutnya hujan."
Ckrr... Brumm.... Rizal menaikkan persneling.
"Ehh, kalau mereka benar-benar tertinggal bagaimana..? Di sini daerah lumayan rawan kejahatan loh, mana sudah mau hujan ini..." Sinta mengerutkan keningnya. Tanpa kujelaskan, kalian pasti bisa menyadari bahwa Sinta merasa khawatir.
"Ahh tidak mungkin.. Mereka itu pembalap juga loh.."
"Jangan usil, pliss sekali-kali normal sedikit, Rizal...." Sinta melipat kedua tangannya dan berdesis sedikit.
Bela dan Amira mendengar dengan saksama ucapan temannya itu.
"Apa? aku tidak dengar.." Amira membuka kaca helmnya.
";. Hmmm tambah kasih laju kah... Oke, gas....."
Sinta menutup matanya. Ia sedikit tersentak ke belakang karena motor Rizal mulai melaju dengan kencang.
"Ehhhh, kalian pelan-pelan.. Ahhh... Akan kukejar kalian.." Amira pun mengejar mereka. "Tunggu.......!!?"
"Lahh... Kenapa jadi balap-balap.. aku tidak bisa kejar nanti..."
Bela menunduk pelan.. Menarik napas dalam-dalam.. Dan menarik gas motornya sedikit lebih laju dari biasanya.
Nyawwnggg...,.. Shttt... Kucing di sepanjang jalan kaget dan berlari — karena kaget...
"Heiii, Rizal pelan-pelan.. Kau bawa motor kaya orang gila....." Kerasnya angin sore membawa suara Sinta sehingga hanya samar-samar terdengar di telinga Rizal...
"Anak-anak setan... Bawa pelan-pelan." Terdengar suara warga sekitar yang kaget dengan tingkah laku Rizal.
Sesaat kemudian... ada perempatan...
"Astaghfirullah... Ini belok ke mana... Kenapa ada perempatan setelah tikungan..." Bela tertinggal di belakang...
Ia pun lanjut melajukan motornya...
Bela sudah tak melihat ketiga temannya itu. Bahkan bayangan kendaraan Rizal dan Amira sudah tak berbekas.
"Lahh perempatan. Pilih mana yah..." Bela menunjuk-nunjuk ke tiga arah jalan di depannya.
"Cap cip cup... Emm... Mungkin belok sini... Gas..." Bela dengan percaya diri memilih jalan sesuai dengan feeling-nya.
17.36, Depan kosannya Riski.
Mereka pun tiba di lokasi yang mereka tuju.
"Nahh. Sampai juga.. Ayo, Sinta, kita turun."
". Ehh, mana Amira dan Bela..." Rizal memperhatikan belakangnya...
"Itu Amira... Baru sampai..." Sinta menunjuk ke arah Amira yang baru tiba...
"Pembalap juga ini, hehe... Kan, Bela..." Amira menoleh ke belakang...
"Bela?... Emm mana Bela..." Amira terperanjat. Ia menatap Rizal dan Sinta yang berada di depannya...
"Mungkin sedikit lagi tiba..." Rizal turun dari motornya sembari memperbaiki pakaiannya yang kusut.
Sedangkan Sinta sedang berias di depan cermin. '"Harus tampil cantik. Soalnya mau ke tempat Riskiku..."
Mata Amira menyoroti Sinta dengan tajam. "Ihh, mentang-mentang dekat, jadinya kamu bilang Riski milikmu? Minimal malu sedikit, yahh."
"Lahh, orang baru tau apa, huhu... Sebenarnya kalau bukan karena Rizal yang ajak kalian, mana mau saja izinkan kalian ikut, wleee..." Sinta membalas tatapan itu.
DRRRTTTSSSS... Tiba-tiba mendung itu berubah jadi hujan yang deras. Tanpa aba-aba langsung mengguyur kota kecil itu.
"Aaaaa... Wehh, mana Bela..." Sinta menutup kepalanya dari hujan yang mengguyur.
"Sudah... Nanti sebentar kita hubungi dia. Kita masuk dulu ke kamar Riski."
Mereka bertiga berlari sejadi-jadinya, yahh, mirip ayam yang dikejar karena takut ditangkap.
"Assalamualaikum, Riski..... Cepat buka, kami hampir basah ini..."
Trekkttt... Pintu kamar Riski terbuka. "Astaga, kenapa tidak kabari aku cepat-cepat..." Riski menggelengkan kepalanya melihat temannya sudah terguyur hujan.
"Cepat masuk... untung kalian tidak basah..."
Mereka bertiga melepaskan alas kakinya.
"Jadi kalian bertiga yah yang datang kemari..." Riski menyerahkan handuk ke teman-temannya.
"Emmm, Bela tertinggal di belakang... dan belum muncul," ucap ketiga temannya itu sambil menatap satu sama lain.
Riski terdiam. Matanya terbelalak —diikuti dengan alisnya yang mengerucut.
Suara hujan dan bau tanah yang lembab menyemuti area kost Riski.
Tiba-tiba suara motor terdengar di luar. Suara itu jelas terdengar di antara deru hujan dan angin diluar.