NovelToon NovelToon
Once Mine

Once Mine

Status: sedang berlangsung
Genre:CEO / Nikah Kontrak / Percintaan Konglomerat / Obsesi / Romansa / Slice of Life / Dark Romance
Popularitas:2.8k
Nilai: 5
Nama Author: Just_Loa

Sara Elowen, pemilik butik eksklusif di Paris, hidup dalam ketenangan semu setelah meninggalkan suaminya-pria yang hanya ia nikahi karena perjanjian.

Nicko Armano Velmier bukan pria biasa. Ia adalah pewaris dingin dari keluarga penguasa industri, pria yang tak pernah benar-benar hadir... sampai malam itu.

Di apartemen yang seharusnya aman, suara langkah itu kembali.
Dan Sara tahu-masa lalu yang ia kubur perlahan datang mengetuk pintu.

Sebuah pernikahan kontrak, rahasia yang lebih dalam dari sekadar kesepakatan, dan cinta yang mungkin... tak pernah mati.

"Apa ini hanya soal kontrak... atau ada hal lain yang belum kau katakan?"

Dark romance. Obsesif. Rahasia. Dan dua jiwa yang terikat oleh takdir yang tak pernah mereka pilih.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Just_Loa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bound To You

Klik.

Pintu kamar utama terbuka. Suara langkah sepatu kulit bergema lembut di lantai marmer. Sara, yang masih terduduk di ujung sofa lantai lantai atas menoleh. Matanya membelalak saat melihat pria itu masuk.

Nicko.

Tanpa jas. Kemeja putihnya tergulung di siku.

Ia berdiri di ambang pintu bawah, menatap ke atas. Sorot matanya tajam, seolah menyimpan sesuatu yang tak bisa ditebak antara menahan emosi atau menikmati kekacauan yang ia ciptakan.

Nicko melangkah masuk ke kamar.

“Aku harap kau cukup istirahat,” ucapnya dari bawah, suaranya dalam dan datar.

Tanpa menunggu jawaban, Nicko mulai menaiki anak tangga spiral menuju lantai ruang kerja di atas. Gerakannya santai, seolah setiap sudut ruangan ini telah lama tunduk padanya.

Dari sudut matanya, ia menangkap gerakan samar, Sara yang sedari tadi duduk di ujung sofa kini bangkit berdiri dengan tergesa.

Tangan mungilnya menghapus sisa air mata yang belum sempat mengering di pipi, lalu tubuhnya menegang, dan kini berdiri waspada. Seolah keberadaannya adalah ancaman.

Nicko tidak berhenti. Langkahnya tetap tenang, namun sorot matanya kini terfokus padanya.

Ketakutan itu... masih ada.

Dan entah kenapa, itu justru membuatnya ingin mendekat lebih cepat.

Sesampainya di atas, ia berdiri hanya beberapa langkah dari Sara. Tangannya masuk ke saku, bahunya bersandar pada tiang kayu pembatas ruang kerja.

“Apa kau suka dengan kamarnya?” tanyanya pelan, dengan nada yang kontras dari sorot matanya yang masih tajam.

Sara mundur sedikit, tangannya meremas lengannya sendiri.

“Siapa kau sebenarnya? Kenapa membawaku ke sini?”

Nicko melirik ke meja kerja, melihat beberapa dokumen yang terbuka begitu saja, seolah baru saja dibaca atau dilemparkan dengan tergesa. Lalu pandangannya kembali pada Sara. Sebuah senyum tipis muncul di sudut bibirnya.

“Jawab!” seru Sara, suaranya mulai gemetar.

“Aku suamimu, Sara. Nicko Armano Velmier,” ucapnya tegas.

Sara menatapnya lama. Napasnya tak beraturan.

“Lalu… siapa Nathaniel?”

Pertanyaan itu membuat dada Nicko terasa hangat, tapi dengan cara yang tak normal. Ia melihat jemari Sara mencengkeram pinggiran meja, tubuhnya sedikit gemetar.

Senyum Nicko melebar.

“Nama lama,” ucapnya pelan, seperti berbisik. “Masa lalu yang belum kau ingat.”

Ia menikmati setiap detik ketakutan itu. Menyerapnya seperti candu. Dan saat Sara menunduk, mencoba bertahan, Nicko hanya ingin lebih dekat.

Sara terguncang. Napasnya berat, dadanya naik turun tak beraturan.

“Jadi benar. Kau menipuku,” ucapnya pelan, namun tajam. “Surat perjanjian itu… bukan nama aslimu. Kau manipulasi semua ini.”

Nicko mengangkat bahu pelan, seolah tak peduli.

“Dan sekarang kau tahu,” katanya santai. “Tapi semuanya sudah terjadi.”

Sara melangkah mundur, matanya tak lepas dari wajah pria itu.

“Aku mau pergi. Buka pintunya sekarang juga.”

Nicko mulai melangkah ke arahnya. Tatapannya tak mengancam, tapi tekanannya terasa, dan diam-diam menyesakkan.

“Kontrak atau bukan, kita sudah menikah. Kau istriku, Sara.” Ia berhenti sejenak, membiarkan kata-kata itu menggantung. “Dan kau tidak akan ke mana-mana.”

Sara menegang. Tubuhnya refleks mundur lagi, menjauhi aura yang terasa semakin dekat.

“Aku akan gugat pernikahan ini,” bisiknya, mencoba terdengar tegas, meski suaranya bergetar.

Nicko terkekeh pelan. Tawa itu rendah, seperti hujan yang turun tanpa peringatan.

“Silakan. Tapi kau tahu, hukum pun bisa dibeli.”

Ia melangkah lebih dekat. Sorot matanya kini tajam, menusuk tanpa harus meninggikan suara.

“Apalagi jika yang kau lawan... adalah aku.”

Sara menarik napas pendek. Tangannya mengepal di sisi tubuh, mencoba bertahan, tapi luka lama terlanjur terbuka.

“Kenapa kau kembali, Nick?” suaranya mulai melemah, ada retakan di sana.

“Kalau kau memang, dia… setelah semua yang terjadi, apa kau belum cukup menghancurkan hidupku?”

Nicko tak menjawab. Ia hanya berdiri, tangannya tetap di saku, menatap perempuan itu seperti teka-teki yang belum selesai ia bongkar.

“Belum cukup semua luka yang kau tinggalkan?” lanjut Sara, matanya mulai berkaca-kaca. “Belum cukuo kau membuatku hidup dalam ketakutan? dan menyembunyikan semuanya dari keluargaku setiap hari?”

Kata-kata itu menusuk dalam. Tapi bukan rasa bersalah yang muncul di mata Nicko.

Justru sebaliknya, ada bayangan emosi yang tak bisa dijelaskan.

Obsesif dan penuh hasrat.

Sara mencoba berdiri lebih tegak meski lututnya terasa lemas.

“Kalau kamu benar-benar Nathaniel… kenapa kau tak tinggal saja di masa lalu?” lanjutnya lirih. “Kenapa harus muncul lagi… dan berpura-pura jadi orang lain?”

Nicko melangkah perlahan. Hanya beberapa langkah, tapi cukup untuk membuat ruang di antara mereka seperti menyusut.

“Karena masa lalu tak pernah selesai,” gumamnya. “Dan sekarang saatnya kau menghadapinya, Sara. Kita mulai dari awal lagi. Tak ada ruang untuk penolakan… bukan?”

Sara menggeleng, perlahan. Matanya sayu.

“Itu bukan sesuatu yang harus kuhadapi, Nick,” bisiknya. “Kalau aku pernah menjauh… itu karena kau membuat segalanya menyesakkan.”

Ia menarik napas, mencoba menyusun kata-kata yang masih tercekat di tenggorokan.

“Kau memaksakan kehendakmu sendiri. Aku tak pernah menyimpan rasa apa pun padamu. Kau hanya Nathaniel. Seseorang yang terlihat baik… tapi ternyata, tak pernah benar-benar aku kenali.”

Nicko terdiam. Sorot matanya mengeras, tapi tidak marah, lebih seperti seseorang yang mendengar sesuatu yang tidak sesuai dengan apa yang ia yakini. Ia memejamkan mata sebentar, menarik napas dalam, lalu menatap Sara lagi.

“Jadi… kau benar-benar yakin semua yang kau rasakan selama ini tak pernah nyata?”

Satu langkah lagi. Kini hanya berjarak satu langkah. Suaranya rendah, tapi mengandung tekanan.

“Yakin kau tak pernah tertarik sedikit pun padaku, Sara?”

Sara tak menjawab. Kepalanya menunduk, rambut menutupi sebagian wajahnya. Tapi Nicko melihat tangannya mengepal. Tubuhnya bergetar, bukan karena takut, tapi karena sesuatu yang lebih dalam. Emosinya yang tak selesai dan luka masa lalu yang belum sembuh.

Nicko mencondongkan tubuh sedikit, suaranya seperti bisikan di telinga Sara.

“Apa kau sadar dengan apa yang baru saja kau katakan?”

Senyumnya muncul perlahan.

“Karena semakin kau menolak, justru membuatku ingin memilikimu.”

Sara mundur perlahan, matanya masih menatap Nicko. Tapi tubuhnya jelas ingin menjauh.

Sekarang mereka berdiri saling berhadapan. Beberapa detik mereka hanya diam dalam ketegangan.

Lalu Sara bergerak ke samping, mencoba melewati Nicko untuk turun ke bawah.

Saat tubuhnya hampir sejajar dengannya, langkahnya melambat tanpa sadar.

Aroma parfum Nicko tercium, tidak terlalu kuat, tapi cukup untuk membuatnya teringat siapa yang sedang berdiri di sampingnya.

Tak ada sentuhan, tak ada kata-kata. Tapi keberadaannya saja cukup membuat napas Sara tersendat.

Nicko tetap diam di tempat. Tatapannya mengikuti Sara dengan intens, seolah mengawasi setiap geraknya.

Begitu berhasil menuruni tangga spiral, Sara langsung menuju pintu utama.

Tangannya gemetar saat menyentuh panel digital di samping pintu. Ia mencoba membukanya.

Klik.

Pintu tidak merespons.

Ia menekan beberapa tombol lain, tapi tetap tidak ada reaksi.

Pintu itu terkunci. Dan jelas, hanya bisa dibuka oleh satu orang, Nicko.

Dari atas, suara langkah pelan menuruni tangga kembali terdengar. Nicko berdiri di tangga, satu tangan menyentuh pegangan kayu, senyum tipis menghiasi wajahnya.

“Tak seharusnya kau coba kabur dari rumahmu sendiri, Sara,” ucapnya tenang.

“Apalagi dari suamimu.”

Sara menoleh ke atas, menatapnya penuh amarah dan kegelisahan. Napasnya masih berat, dan tangannya tak berhenti bergetar.

Nicko memiringkan kepalanya sedikit, matanya menyipit memerhatikan ekspresi Sara yang campur aduk antara takut, bingung, dan hampir menyerah.

“Bukan mengunci,” lanjutnya datar.

“Hanya memastikan kau tetap di tempatmu.”

Sara terdiam. Ia kembali menatap pintu itu, lalu menunduk menatap tangannya sendiri yang masih gemetar. Sekujur tubuhnya panas dingin. Ketakutan, bingung, marah, semuanya menumpuk.

Bagian dari dirinya ingin mempercayai bahwa Nicko hanyalah suaminya, pria dalam kontrak itu. Tapi ada hal lain yang terus berbisik dalam pikirannya.

Nama Nathaniel. Wajah itu. Sorot mata itu. Ucapan-ucapan dari Nicko yang terlalu mirip dengan masa lalunya.

Namun saat ia mencoba mengingat wajah Nathaniel… yang muncul hanya kabut, siluet tak jelas.

Semua terasa buram. Samar. Tidak bisa ditangkap utuh. Dan itu membuat kepalanya sakit.

Mengapa setiap kali aku mencoba mengingat wajahnya… semuanya jadi buram?

Seolah otaknya menolak mengizinkan ia melihat kebenaran yang paling menyakitkan.

"Apa yang salah denganku…” bisiknya pelan.

Sara semakin panik ketika mendengar langkah kaki berat yang menuruni tangga. Tubuhnya menegang. Ia menoleh dan Nicko sudah berdiri tak jauh darinya, langkah kakinya lambat namun mantap. Tatapan pria itu menusuk, penuh kendali yang dingin.

“Tolong… jangan mendekat Nick! Cukup buka pintunya, lalu biarkan aku pergi!.” Serunya, mencoba terdengar tegas meski suaranya bergetar.

Nicko tak langsung menjawab.

Ia hanya menatap diam,.

Seperti seseorang yang tengah menilai sesuatu yang telah lama ia klaim sebagai miliknya.

Langkahnya mendekat...... tak tergesa.

Seolah menikmati setiap bayangan ketakutan yang melewati mata Sara.

“Aku akan membukanya,” ucapnya datar.

“Tapi tidak sebelum kau penuhi bagianmu… sebagai istriku.”

Kedua tangannya menyentuh bahu Sara. Perlahan, namun pasti, ia mendorongnya ke sofa di belakang.

“Lepas… Nick, jangan!” Sara tersentak saat punggungnya menyentuh sofa, dan tubuh pria itu menindihnya tanpa memberi celah.

Ciumannya datang begitu saja. Kasar. Dalam. Penuh desakan yang tak bisa ditolak.

Nicko mencium seperti pria yang tak pernah diberi kesempatan bicara, seperti semua jawabannya ada di sana, di bibir Sara. Ia tak memberi ruang. Tak memberi waktu. Hanya menuntut. Menghapus semua jarak yang pernah Sara buat antara mereka.

Sara mendesah tertahan. Tubuhnya menegang, satu tangan mencoba mendorong dada Nicko, tapi tak cukup kuat. Bibirnya dipaksa terbuka oleh tekanan ciuman itu. Napasnya tersedak. Tenggorokannya terasa sempit.

Ia tahu ia harus melawan. Tapi tubuhnya lambat bereaksi. Campur aduk, antara takut, marah, dan sesuatu yang jauh lebih rumit yang tak ingin ia akui.

Jari-jari Nicko mencengkeram sisi wajahnya, kasar, tak membiarkan ia menghindar. Rahangnya mengeras saat Sara akhirnya mencoba berpaling, tapi terlambat, Nicko sudah terlalu dekat.

Dan ketika ia tak tahan lagi, ketika seluruh dadanya seperti terbakar oleh rasa yang tak bisa ia atur, Sara menggigit bibirnya.

Nicko tersentak, dan langsung menarik wajahnya menjauh. Bibirnya sobek, dan darah langsung terasa di lidah.

Tapi tidak ada amarah di matanya.

Hanya keheningan…

dan senyum miring yang perlahan muncul, menegangkan udara di sekeliling mereka.

Nicko menatap Sara yang masih terengah, matanya merah seperti akan menangis.

Tapi ia hanya berdiri di sana, menatapnya dalam-dalam, seolah menikmati setiap kepingan reaksi itu.

Senyum itu bukan tanda sakit melainkan peringatan.

Sama menyeramkannya dengan bahaya yang belum selesai.

“Apa ini cara barumu menolakku?” bisiknya pelan. “Kamu tahu itu tak akan berhasil, Sara.”

Air mata jatuh begitu saja dari mata Sara. Ia gemetar, bukan hanya karena takut, tapi karena kesadarannya bahwa tidak ada yang bisa ia kendalikan lagi.

“Kita memang menikah, Nick. Tapi bukan karena cinta,” ucap Sara, suaranya serak, penuh letih yang tak bisa lagi ia sembunyikan.

“Ini semua hanya kesepakatan... yang kau rekayasa. Bukan keinginanku. Kau bilang ingin memulai dari awal, tapi begini kah caramu? Dengan menahanku, menakutiku?”

Nicko menatapnya lama. Wajahnya datar. Dingin. Terlalu tenang untuk seseorang yang baru saja dituduh merampas kebebasan.

“Aku sudah menunggu tujuh tahun untuk melihatmu di hadapanku lagi,” gumamnya.

“Dan sekarang kau di sini. Di tempat yang seharusnya. Kalau satu-satunya cara untuk membuatmu tetap di sisiku… adalah dengan memaksamu sedikit, maka aku tak akan ragu.”

Tiba-tiba Nicko mengangkat tubuh Sara, seolah membawa kembali sesuatu yang sudah lama ia klaim sebagai miliknya.

Tangannya kokoh, tak memberinya ruang untuk melawan.

Sara meronta. Ia memukul bahunya, berusaha melepaskan diri. Tapi tak ada yang berubah. Tak ada yang membuat pria itu melemah.

Nicko tetap melangkah. Mantap. Penuh kendali.

Yang terpantul di matanya hanya satu hal:

obsesi dingin yang menolak kehilangan itu untuk kedua kalinya.

“Turunkan aku... tolong, jangan paksa aku lagi. Nick, kumohon…”

Suara Sara terdengar pelan, namun menggigit. Penuh luka yang belum sembuh.

Tapi Nicko hanya diam. Langkahnya tak berubah.

Matanya tetap menatap lurus ke arah tempat tidur, seolah dunia di sekitarnya telah bisu oleh satu tujuan.

“Kita belum selesai, Sara,” ucapnya tenang, nyaris seperti berbisik pada dirinya sendiri.

“Apa yang pernah tertunda… tak bisa selamanya kau hindari.”

Di pelukannya, Sara menggigil. Nafasnya tak beraturan, seperti tubuhnya tahu apa yang akan datang... meski pikirannya belum sanggup mengingat.

Dan di saat itulah.

Satu bayangan lama menyeruak dari dasar ingatannya.

Lift. Hotel. Kamar. Suara pintu dikunci.

Tujuh tahun lalu.

Semuanya mulai kembali.

1
Mar Lina
akankah sara menerima cinta, Nathaniel
es batu ...
lama" juga mencair...
lanjut thor ceritanya
di tunggu updatenya
Just_Loa: siap kak trmakasih sdh mmpir 🧡
total 1 replies
Mar Lina
aku mampir
thor
Synyster Baztiar Gates
Next kak
Synyster Baztiar Gates
lanjutt thor
Synyster Baztiar Gates
Next..
Synyster Baztiar Gates
Bagus thor
iqbal nasution
oke
Carrick Cleverly Lim
Hahahaha aku baca dari tadi sampe malam, mana next chapter nya thor?!
Just_Loa: Hahaha makasih udah baca sampai malam! 🤍 Next chapter lagi direbus pelan-pelan biar makin nendang, yaaa 😏🔥 Stay tuned!
total 1 replies
Kuro Kagami
Keren, thor udah sukses buat cerita yang bikin deg-degan!
Just_Loa: Makasih banyak! 🥺 Senang banget ceritanya bisa bikin deg-degan. Ditunggu bab-bab selanjutnya yaa~ 💙
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!