NovelToon NovelToon
Pengantin Bayangan Jadi Tawanan

Pengantin Bayangan Jadi Tawanan

Status: sedang berlangsung
Genre:Mafia / Balas Dendam / Konflik etika / Pengantin Pengganti / Angst / Roman-Angst Mafia
Popularitas:993
Nilai: 5
Nama Author: Kinamira

Ellena dijual ibu tirinya kepada seseorang sebagai pengantin yang diperkenalkan di muka umum, agar istri sah tetap aman.
Namun, di hari pengantin ia diculik sesuai dugaan pria itu, dan disanalah awal penderitaannya.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Kinamira, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 14

Sampai di Mansion. Maxim, Johny dan Liam langsung menuju ruang bawah tanah, untuk mengintograsi sosok yang membawa Ellena pergi.

"Tuan, dia adalah orang kita, dia sudah bergabung selama lima tahun," sahut Liam menyampaikan sedikit identitas tentang orang itu.

Maxim menggeram, menatap tajam pria tersebut. "Kau ...!"

Maxim menekan leher pria itu dengan cengkraman kuat, membuat pria itu menggeram kesakitan.

"Kau mata-mata yang dikirim atau pengkhianat?" tanyanya.

Pria tersebut tersenyum sinis tanpa rasa takut. "Mata-mata. Tuan Felix sangat pandai, karena bisa memasukkan aku ke sini dan bertahan hingga lima tahun," ucapnya diikuti tawa puas yang membuat Maxim langsung menamparnya dengan kuat.

"Bajingan!" teriaknya kembali melayangkan pukulan di wajah pria itu, hingga darah keluar dari hidungnya.

Maxim menarik kerah baju pria itu. Menatapnya dengan penuh intimidasi. "Kau ingin buka mulut, mengatakan apapun yang kau ketahui, aku akan memberimu harta dan mengampunimu, atau ...."

Meski nyaris semua mata-mata dan pengkhianat bertahan untuk diam dan memilih mati, namun Maxim tetap melakukan sedikit usaha dan tawaran padanya.

Pria tersebut tersenyum tenang. "Sungguh tawaran yang indah. Tapi, keluargaku berada di tangan Tuan Felix. Tuan Felix sudah membantu keluargaku, dan tidak akan mengkhianatinya!" ucapnya dengan pelan dan terdengar sebuah ketulusan, membuat Maxim hanya bisa diam memandang dingin dalam emosi yang ingin meledak.

"Benar-benar budak yang penurut," ucapnya tersenyum sinis.

"Liam, bawa dia ke kandang Bruno!" perintahnya menatap pria itu dengan lekat dan dingin, dengan senyum seringaian, berharap pertahanannya untuk setiap pada Felix sedikit goyah.

"Bruno pasti akan senang berbagi penyakit dengannya!" ucapnya dengan penuh penekanan sembari terus menatap pria itu yang tampak mulai cemas.

Bruno, seekor anjing besar berwarna coklat, yang menderita rabies. Air liurnya saja cukup berbahaya, apalagi gigitannya yang kuat.

Setelah menyampaikan ancamannya. Maxim meninggalkan tempat itu, dan menuju kamarnya. Dalam langkahnya, ia teringat dengan Ellena. Bayangan tubuhnya membuatnya merasa terang**ng.

"Sial, sial! Aku belum puas menyiksanya!" batinnya.

***

Setelah ketegangan itu, matahari kembali memunculkan dirinya. Menampakkan cahayanya yang terang dan hangat.

Sinarnya memasuki celah-celah jendela yang membuat Ellena menggeliat karena silau.

Perlahan wanita itu membuka mata, meski hatinya sudah mulai enggan hidup di dunia.

Matanya menyipit melihat silauan cahaya, membuatnya mengalihkan pandangan ke arah berlawanan.

Saat kembali membuka mata dengan jelas, ia melihat pantulan dirinya yang tidur di atas kasur. Keningnya yang diperban, dan beberapa luka di tubuhnya tampak lebih baik. Membuatnya merasa heran.

Keningnya berkerut mengingat kembali kejadian sebelumnya. "Ledakan itu ...." batinnya.

"Apa aku ada luka parah dari ledakan itu?" gumamnya merasa ragu karena tidak merasakan sakit yang teramat.

Namun, jika bukan luka parah kenapa tubuhnya sudah terobati? Sedangkan Maxim tidak pernah membiarkan dokter atau perawat pun menyentuh lukanya. Tidur dengan tenang di atas kasur pun, tidak dibiarkan Maxim.

Ellena mengitari pandangannya ke setiap sudut kamar itu. Kamar yang baru ia lihat. Hanya ada satu kamar yang selalu ia tempati di rumah Maxim, dan jelas kamar itu bukan kamar biasanya. Kamar yang selalu menjadi penyiksaan baginya.

Belum juga selesai Ellena dalam kebingungannya. Pintu kamar terbuka, membuat Ellena segera menatap ke arah pintu dengan perasaan was-was.

Bola matanya langsung membulat tajam, melihat sosok berbeda dari kemarin yang selalu menyapanya dengan kasar.

Felix dan Lovie yang berada dalam gandengan tangan pria itu. Berdiri dengan anggun dan berwibawa di depannya.

"Kau sudah bangun? Cepat bersiap, dan pakai ini," ucap Felix melemparkan sebuah gaun berwarna merah sama seperti milik Lovie.

"Hah?" Ellena semakin bingung. Namun, ia tidak berani menjawab.

"Sayang kamu turun duluan. Aku ingin bicara dengannya," ucap Lovie mengusap dan memberikan senyuman lembut pada Felix.

"Baiklah sayang. Kamu urusi dia ya," ucap Felix turut tersenyum manis.

"Aku tunggu di bawah." Sebelum pergi ia memberikan kecupan manis di bibir Lovie.

Lovie mengangguk, menatap kepergian Felix hingga hilang dari balik pintu. Setelah itu, senyum manisnya menghilang, menjadi senyuman sinis. Ia membalikkan tubuh menatap Ellena yang masih dalam kebingungan.

"Hay lama tidak bertemu, adik," ucapnya sembari memberikan senyuman mengejek.

Lovie berjalan ke sisi kasur, agar lebih dekat dengan Ellena. Tanpa membiarkan Ellena bicara. Ia mencengkram dagu wanita itu dengan kuat.

Ia berdecih, seolah kasihan, namun ia tengah meledek. "Ish ish, kasihan sekali, wajah manismu sekarang bengkak-bengkak ya."

Sentuhan yang sangat nyata membuat Ellena kini sepenuhnya sadar telah berada di tangan Felix kembali.

Ia lalu menepis tangan Lovie. Dengan amarah yang selama ini ditahan oleh sakit, ia berucap. "Ini semua karena kalian. Aku harus menderita di sana!" sentaknya.

Lovie mengangkat sebelah alisnya sedikit terkejut dengan bentakan itu. Namun, sesaat kemudian ia menyinggung senyumnya sinis. Mendengarkan kalimat demi kalimat marah yang dilontarkan Ellena dengan santai sembari memainkan rambutnya.

"Tuan Felix memintaku menggantikan mu di depan umum. Aku bahkan tidak mengerti apa-apa, tapi dipaksa melakukan ini!"

"Penderitaan ini harusnya milikmu. Harusnya kau yang menanggung resiko memilih pria yang hidup di dunia hitam Lovie!, kenapa kamu malah melibatkanku!" bentak Ellena mengeluarkan kekesalannya.

Lovie tersenyum tenang. Ia mengibaskan rambutnya santai. "Inilah takdir Ellena. Kau memang ditakdirkan menderita!" ucapnya memberikan senyuman manis yang menyakitkan.

Bola mata Ellena berkaca-kaca. Air matanya jatuh menetes. "Felix Willson. Sebelumnya tidak ada rumor kalian dekat. Sementara kau sudah mengumbar memiliki kekasih hebat dua tahun lalu. Selama itu dia menutupi mu kan? Lalu kenapa saat menikah dia malah ingin memperkenalkan istrinya di muka umum, padahal dia tahu hidupnya penuh bahaya? Kenapa hah?" tanya Ellena berharap dugaan yang ada dalam benaknya salah.

Lovie terkekeh, ia duduk di sebelah Ellena, mengusap air mata Ellena dengan punggung telunjuknya. "Jangan menyalahkan suamiku Ellena. Dia memang tidak mau memperkenalkanku di muka umum, demi keselamatan aku, dan aku juga tidak masalah, karena ingin bebas. Tapi ...."

Tatapan tenang Lovie berubah tajam, ia lalu menarik kuat rambut Ellena hingga Ellena meringis kesakitan.

"Salahkan dirimu yang hadir di dunia ballet. Ballet adalah duniaku, dan karenamu aku nyaris disingkirkan!" ucapnya dengan penuh penekanan, sorot matanya terlihat memancarkan kebencian. Ia menghempaskan kepala Ellena hingga wanita itu terbaring di kasur.

Ellena diam, air matanya jatuh dengan derasnya. "Aku tidak pernah menyingkirkanmu. Aku hanya mengantikanmu saat itu karena sudah mendesak, Lovie!" ucapnya semakin terisak, tak menyangka Lovie sangat benci dengan itu.

Lovie tersenyum kecut. Tangannya mengepal dengan kuat. "Sejak kehadiranmu guru memandangmu Ellena, guru dominan padamu. Apa itu tidak merebut posisiku?"

Ellena tidak menjawab, ia hanya bisa menangis terisak, menumpahkan sesak di dadanya.

Lovie tak bergeming merasa sedih sedikitpun. Ia menatap Ellena dengan dingin, dan berucap. "Felix sangat mencintaiku, dia sangat menerima saranku, untuk kau dijadikan bayangan, bayangan yang akan melindungi tubuhnya."

"Kau sudah hancur Ellena. Kau tidak akan pernah menari ballet lagi, dan aku bisa berlari semakin tinggi. Nikmati saja menjadi bayanganku yang dipertontonkan!"

Lovie menyinggung senyumnya sinis. "Meski kau hidup menderita dan terus dalam bahaya. Tapi, kamu masih beruntung, karena pasti banyak juga yang akan menghormatimu."

Setelah mengatakan itu, Lovie keluar meninggalkan Ellena yang hanya bisa terisak menangisi nasibnya setelah ini.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!