Aku menunggu jawaban dari bu Nirmala dan bu Zahira, namun hingga dua hari ini berikutnya, aku belum mendapatkan jawaban dari masalah tersebut.
"Bu, Andai aku tak cerita tentang masalah bullying ini pada ibu, aku mungkin masih sekolah di sekolah X ya bu," ucap Zahrana padaku saat kami tengah makan bersama.
Aku memandang putri sulungku tersebut.
"Bila kamu tidak bilang pada ibu, ibu yakin, Allah akan menunjukkan jalan lain agar ibu bisa mengetahui masalahmu nduk. Wis nggak usah dipikirkan lagi. Ayo cepat makannya. Nanti keburu dihabiskan mas," ucapku mengalihkan pembicaraan.
Aku berusaha tak terlalu mendengarkan perkataan Zahrana karena aku masih menunggu penjelasan dari bu Zahira dan bu Nirmala dan pengakuan dari Ghania agar semua menjadi jelas. Akankah Zahrana tetap bisa sekolah disana atau tidak pun tidak, akupun tak tahu jawabannya karena aku akan mempertimbangkan semua dari beberapa sisi, dan aku pasti akan memilih sisi yang paling aman untukmu, Zahran
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon DUOELFA, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
ZAHRANA TERNYATA ...
Pak Ryan adalah wali kelas Zahrana di kelas enam A. Beliau sangat perhatian pada semua murid. Ia juga tampak begitu menyayangi serta senantiasa memberi support terbaik pada anak didiknya sesuai dengan minat dan bakat. Beliau juga terkenal dekat dengan para siswa. Saking dekatnya, tak jarang siswanya memanggil beliau bukan dengan pak Guru atau pak, tapi dengan bapakku, bapake.
Pada hari raya, ada safari Syawal dari sekolah untuk berkunjung ke rumah para dewan asatidz Menurutku, hanya di rumah pak Ryanlah para siswa terlihat begitu santai, bercanda, tertawa, dan guyonan dengan guru. Di tempat lain, mereka seperti patung. Diam saja, nggak berani berbicara sama guru.
"Wahyu, masih jualan ikan cupang? Gimana jualannya? Laris?" Sapa pak Ryan sama wahyu.
"Banyak yang mati Bapake. Aku lupa memberi makan," sahut Wahyu dengan santai.
"Nggak juga pak. Banyak yang laku. Wahyu tiap hari nggak di rumah. Sibuk mengirim pesanan ikan dari temannya," jawab ibunya wahyu, mbak Rani.
"Wah, keren. Kecil-kecil sudah jadi pengusaha," sahut pak Ryan.
Saat pamitan, ada salah satu siswa menyeletuk.
"Bapakku, saya pamit. Sangu Pak (angpau pak)," ucap Adit pada pak Ryan yang membuat yang lain tertawa.
"Adit nggak boleh gitu!" Larang ibu Adit.
"Mboten nopo-nopo bu (tidak apa-apa bu)," sahut pak Ryan.
Saat berpamitan, pak Ryan berdiri dan menyuruh para siswanya untuk antri.
"Antri dulu ya. Maaf ya, ngasih *a*ngpau nya dikit. Cuma bisa buat beli ... apa ya? Permen mungkin," kelakar pak Ryan pada para muridnya.
Pak Ryan juga begitu mendukung minat dan bakat para siswa. Bila siswa berbakat di pidato, beliau akan memberi semua informasi tentang pidato, seperti cara berpidato yang baik, cara berbicara dengan audiens hingga memberikan informasi tentang lomba yang berkaitan dengan pidato baik tingkat desa, kecamatan, kabupaten, provinsi maupun skala nasional. Pada tahun ini, ada siswa di kelas Zahrana, yaitu Rama Putra Aditama, berhasil masuk sekolah favorit di kotamadya tanpa tes karena mendapat golden tiket dari lomba pidato. Tahun kemarin, dari kelas yang pak Ryan ada pula yang masuk ke sekolah favorit di kotamadya tanpa tes karena mendapat golden tiket dari try out yang diadakan di sekolah favorit tersebut dan dari kategori lomba menyanyi. Zahrana juga kerapkali diikutkan lomba keagamaan karena nilai pada mata pelajaran agama tergolong tinggi. Kemarin Zahrana diikutkan lomba online untuk keagamaan dan mendapatkan peringkat sepuluh terbaik.
Pak Ryan wa pribadi padaku yang segera kubalas agar wali kelas dari Zahrana tersebut tidak menunggu balasan wa dariku terlalu lama.
Wa'alaikumussalam
Saya Ibu dari Arini Zahrana.
Mohon maaf sebelumnya
Saya ibunya juga merasa "eman" bila Zahrana sekolah di tempat yang kurang menunjang dan mendukung prestasi Zahrana saat ini.
Bila panjenengan (Anda) berkenan, saya mohon informasi tentang sekolah yang nyaman serta menunjang dan mendukung prestasi Zahrana tapi dengan catatan sekolah tersebut sesuai dengan kemampuan ekonomi saya saat ini.
Terima kasih telah membantu Zahrana semakin berprestasi
Mohon maaf bila Zahrana merepotkan di sekolah
Terima kasih informasinya njeh pak
Wassalamu'alaikum
Dret dret
Ada wa masuk di gawaiku. Dari pak Ryan
Siap bu
Nanti saya beritahu bila sudah informasi
Ada rasa gamang menghantuiku setelah membaca wa yang kutulis pada pak Ryan, wali kelas Zahrana. Bagaimanapun bentuk sekolah, semurah apapun biaya pendidikan, sebaik apapun fasilitas sebagai sarana penunjang dan pendukung pendidikan, bukankah aku sebagai ibu dari Zahrana , akan tetap membayar sebagai bentuk kewajiban sebagai wali murid di sana bukan? Tak ada yang sama sekali gratis untuk semua hal termasuk untuk hal pendidikan.
Seperti dalam syi'ir Alala yang biasa dilantunkan di madrasah diniyah yang berada di dekat rumah.
Alala tanaalul 'ilma illaa bisittatin
Saunbiika 'an majmuu 'ihaa bibayaanin
Ilinga ndak hasil ilmu anging nem perkara
Bakal tak ceritaake kumpule kanthi pertela
Dzukaain wa hirsin wastibaarin wa bulghatin
Wa irsyaadi ustadzin wa tuuli zamaanin
Rupane limpat luba sobar ana sangune
Lan piwulange guru lan sing suwe mangsane
Sepertinya, aku harus lebih giat lagi dalam mencari pekerjaan. Aku tak bisa hanya mengandalkan rongsokan yang sekedar cukup hanya untuk membeli beras karena aku membutuhkan pemasukan yang lebih untuk pendidikan ketiga anakku, terutama Zahrana yang akan memasuki kelas tujuh.
Waktu tak terasa berlalu dengan begitu cepat. Zahrana saat ini telah memasuki bulan kedua di semester dua ini. Ia seringkali mengikuti try out, baik yang dilaksanakan di sekolah maupun di luar sekolah. Ia juga telah mengikuti try out di sekolah favorit baik di daerah kotamadya maupun di daerah kabupaten. Aku memperbolehkan Zahrana mengikuti try out agar pikiranku semakin terasah serta ia memiliki pengetahuan tentang sekolah tersebut nyaman atau tidak berdasarkan ia mengikuti try out tersebut.
Entah mengapa aku merasa ada perubahan pada Zahrana pada akhir-akhir ini, terutama setelah ia mengikuti try out di sekolah favorit di kotamadya. Wajahnya terlihat begitu murung dan tak bersemangat untuk belajar. Dua hari suhu badannya juga meninggi sehingga membuat Zahrana tidak bisa berangkat ke sekolah.
"Aku nggak sekolah ya bu," pamit Zahrana padaku.
"Kenapa?" Tanyaku perlahan.
Zahrana malah menangis. Semakin lama bukan malah tenang malah semakin tersedu. Aku memeluk tubuhnya yang hangat dan berusaha menenangkan putri sulungku itu.
"Menangislah mbak. Puaskan nangisnya! Nggak usah ditahan. Nangis saja agar tak ada beban dalam hati. Nanti jika sudah tenang, cerita sama ibu apa telah terjadi? Apa yang membuatmu menangis hingga seperti ini," ucapku sambil mengusap punggung bagian atas Zahrana.
Aku menunggu lama hingga Zahrana tenang.
"Bu," ujar Zahrana setelah tenang dari tangisannya.
"Iya."
"Boleh cerita nggak? Tapi nanti jangan marah ya," ujar Zahrana.
"Iya. Cerita saja."
Aku membuat suasana begitu hangat agar Zahrana merasa nyaman untuk bercerita.
"Bu, ibu tahu Rara kan?" Tanya Zahrana.
"Iya. Yang tempo hari ke rumah saat tugas kelompok itu kan?" Tanyaku balik.
Zahrana menganggukkan kepala.
"Rara itu ternyata suka sama Rama, yang diterima di sekolah favorit di kotamadya karena mendapat golden tiket. Rara dan Ema mengolokku katanya aku ikut try out sekolah di kotamadya karena aku menyusul Rama sekolah favorit itu. Rara melarangku ke sekolah favorit karena Rama sekolah disana. Kemarin buku sampulku dirobek dan sepedaku bagian pancalannya juga rusak karena ditendang oleh Rara," jelas Zahrana.
"Rara bersikap seperti itu ke kamu. Rara masih kecil, tapi sudah berpacaran dengan Rama. Ia bersikap seperti in, itu namanya membully. Terus apa lagi yang Rara katakan dan lakukan sama kamu?" jelasku pada putriku.
Zahrana terlihat menunduk sebelum meneruskan perkataannya.
"Rara katanya mau sekolah di sekolah gratis bu. Bu, bolehkah aku tidak sekolah disana? Aku sudah capek dengan sikap Rara padaku selama enam tahun ini," jelas Zahrana yang membuatku luruh seketika.
"Zahrana dibully temannya dan aku tak tahu tentang semua ini. Aku ini ibu macam apa?" Ucapku dalam hati.