Kevin terbangun dari komanya ketika seorang iblis merasuki tubuhnya dan melenyapkan jiwanya.
bersikap layaknya iblis yang hendak menghancurkan dunia, namun tidak bisa membunuh satu manusia pun.
Ria masih belum sanggup kehilangan satu-satunya orang yang menjadi alasan untuknya bertahan sampai detik ini juga. Tidak, Ria tidak bisa, setelah orang tuanya meninggal 5 tahun yang lalu, Kevin lah satu-satunya orang yang terus mendampingi dan menyemangatinya untuk terus bertahan. dan kehilangannya adalah sebuah mimpi buruk paling mengerikan yang pernah Ria alami.
Sanggupkah Ria bertahan dengan kepingan dihatinya? lalu apa sebenarnya motif sang iblis? akankah Kevin bisa hidup kembali dalam raganya yang perlahan hancur?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sofiatun anjani, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 13
Malam hari Ria baru pulang ke rumah, hari ini dia dapat kejutan berkali-kali entah besok akan ada kejutan apa lagi, Ria tidak mau memikirkannya. Saat tanpa ia sadari lampu rumahnya sudah menyala, Ria pun langsung teringat dengan seseorang yang ada di kamarnya.
"Aron!" tanpa permisi Ria langsung membuka pintu kamarnya dengan wajah yang khawatir.
"Apa kau tidak pernah diajari sopan santun hah!?" ucap Aron dengan nada tinggi, melihat Ria yang tiba-tiba saja masuk dan memanggilnya seperti itu.
Ria pun terkejut mendengar Aron yang tiba-tiba membentaknya, merasa salah Ria pun menunduk sambil minta maaf.
"Maaf…"
"Ck!" Aron yang semula duduk di pinggir kasur pun kini mengambil posisi tidur, karena luka semalam yang cukup dalam membuatnya membutuhkan istirahat total seharian penuh.
Melihat hal itu Ria pun mendekat untuk memastikan kondisi Aron, saat Ria melihat perban yang tadi pagi tidak ada kini digantikan oleh perut Aron yang terekspos karena sengaja tidak dikancing, Ria pun senang melihat lukanya benar-benar sudah sembuh.
"Mungkin karna memang dia iblis lukanya bisa langsung sembuh tanpa bekas" batin Ria kembali teringat bahwa yang ada di depannya itu adalah seorang iblis. Ria pun memperhatikan sekeliling saat ia mendapati piring yang ada di atas meja samping kasurnya masih utuh, dan itu adalah makanan yang ia siapkan untuk sarapan pagi ini.
"M… lo nggak makan?" tanya Ria hati-hati agar tidak memancing emosi iblis di depannya itu.
"Ck! bukan urusanmu" ucap Aron yang memang belum tidur dan hanya memejamkan mata saja.
"Tapi lo juga butuh makan kan, gue juga udah siapin makan malam di kulkas buat lo" ucap Ria mencoba membujuk Aron untuk makan. Aron pun malah memberikan tatapan tajam pada Ria yang langsung diam sambil menunduk takut.
"Pergi, tinggalin aku sendiri" ucap Aron yang kemudian kembali menutup matanya hendak istirahat.
"Gue bawain lo makanan yang baru ya" ucap Ria untuk yang terakhir sebelum ia pergi.
"Aku bilang pergi!" Aron membentak penuh amarah dan membuat Ria terkejut bukan main melihat Aron yang tiba-tiba membentaknya seperti itu, Ria pun hampir saja menangis karenanya, dan sebelum air matanya benar-benar jatuh Ria langsung berlari pergi dari kamarnya meninggalkan Aron yang benar-benar lelah dengan semua ini.
Ria yang masih ada di depan pintu kamarnya tidak langsung pergi dan mencoba untuk tidak menangis dengan membungkam mulutnya dengan kedua tangannya sampai tubuhnya bergetar. Sesaat kemudian Ria pun langsung menampar wajahnya sendiri dengan kedua tangan dan mengusap matanya yang berhasil meloloskan setetes air mata dengan kasar.
"Lo lemah banget sih Ri, lo bisa-bisa kena omel sama Kevin kalo nangis cuman gara-gara kayak gitu doang" batinnya mencoba menceramahi bagian dari dirinya yang lemah dan hanya bisa menangis.
***
Seperti hari biasanya, sekolah selalu ramai setiap kali jam istirahat, Ria sudah selesai menyalin pr nya pun baru menyadari kelasnya sudah tidak ada orang juga termasuk Mita dan yang lainnya.
"Kok mereka nggak ngajak-ngajak gue sih?" tanya Ria sedikit kesal karena ditinggal padahal mereka selalu bareng-bareng kemanapun. Setelah membereskan buku-bukunya Ria pun pergi meninggalkan kelasnya mencari Mita dan yang lainnya.
"Tumben sepi banget" ucap Ria saat melewati koridor yang biasanya ramai malah tidak terlihat seorang pun, Ria pun langsung menuju ke kantin dan ia mendapati hal yang sama di sana, sepi sama sekali tidak ada orang.
"Ini kok sekolah tumben sepi banget, pada kemana sih orang-orang?" tanyanya bingung "ini nggak ada perpulangan mendadak kan?"
Saat Ria mendapati seseorang yang tengah duduk di sudut meja kantin sambil menyantap bakso, Ria pun menghampirinya dan bertanya kemana semua orang pergi.
"Eh Luna lo tau nggak yang lainnya pada kemana?" tanya Ria langsung tanpa bertele-tele. Luna yang notabenenya anak paling pendiam tapi tidak pernah kena bully itu hanya menjawab dengan menunjuk ke arah lapangan.
Ria pun langsung melihat ke arah Luna menunjuk dan mendapati orang-orang yang tengah berkerumun di lapangan.
"Oh makasih ya Lun" Ria pun langsung menuju lapangan yang ramai oleh seluruh siswa
"Ini lagi ada acara apaan sih rame bener" Ria pun menerobos kerumunan untuk menemukan teman-temannya.
"Ternyata kalian disini, kok nggak ngajak-ngajak?" ucap Ria sedikit kesal, bukannya menjawab Ria Mita, Seli, dan Raka malah sibuk menatap ke arah lapangan yang terlihat sangat ramai disoraki semua orang.
"Kalian lagi liatin apaan sih sampe satu sekolah dateng ke sini?" tanya Ria yang kemudian ikut melihat ke arah lapangan yang jadi pusat perhatian.
Saat itulah Ria melihat dua orang yang tengah bertanding merebutkan bola basket.
"Rama…?" gumam Ria terkejut melihat dua orang itu adalah Rama dan Roy. Rupanya Rama yang kalah saat pertama kali di tantang oleh Roy balik menantang karena tidak terima dengan kekalahannya.
Sementara semua orang tengah riuh meneriakkan keduanya Ria yang tengah melihat mereka berdua di lapangan tiba-tiba dikejutkan oleh tangan yang memegang pundaknya.
"Lo juga sadar kan Ria" ucap Mita yang memegang pundaknya sambil menatap Ria dengan serius.
Benar, Setelah Mita mengatakan hal itu, Ria pun langsung menyadari pertandingan antara Rama dan Roy yang tidak semua orang tahu. Karena bagaimanapun cara mereka merebutkan bola sudah seperti tengah berkelahi, ditambah lagi kecepatan dan kelincahan mereka sama sekali tidak wajar.
Mungkin beberapa orang tidak menyadarinya tapi karena kecepatan mereka sangat tidak wajar, beberapa kali Rama ataupun Roy sempat terjatuh tapi mereka langsung bangkit dan kembali melanjutkan permainan seakan tidak terjadi apapun.
"Mereka itu… tidak seperti orang yang main basket" celetuk Raka menatap keduanya dengan serius.
"Apa tidak apa-apa kalo dibiarin? bukannya mereka berdua udah berkali-kali jatuh?" tanya Seli khawatir dengan kondisi keduanya yang mulai tidak wajar.
Dan anehnya tidak ada seorangpun yang menyadari hal itu selain Mita, Seli, Raka, dan Ria yang menonton pertandingan dengan wajah serius.
Wajar saja semua orang sangat bersemangat menonton Rama dan Roy karena permainan mereka yang sudah seperti permainan profesional atau mungkin pemain internasional atau bahkan lebih dari itu. Tentu saja mereka akan memilih menonton pertandingan langka seperti itu.
Tak lama pertandingan berlangsung keduanya pun mengakhiri permainan dengan skor seri. Semua orang pun bersorak riang untuk keduanya, walaupun tidak ada yang jadi pemenangnya tapi pertandingan tadi sudah cukup menghibur mereka.
"Tidak buruk untuk seorang pemula" ucap Roy memuji Rama yang kemudian memberikan tos pada Roy.
***
Lapangan pun kembali lengang karena pertandingan sudah berakhir, semua orang kembali ke kegiatan masing-masing, sambil terus membicarakan tentang pertandingan tadi yang pastinya akan jadi trending topik seminggu atau mungkin sebulan kedepan.
Sementara itu Rama dan Roy yang sudah merasa lelah pun kini tengah beristirahat di pinggir lapangan ditemani Mita, Seli, Raka, dan juga Ria.
"Nih, buat kalian berdua" Mita menyerahkan dua botol minum air putih pada Rama dan Roy yang kemudian menerimanya dan langsung diminum.
"Kalian ini, apa-apaan tadi itu?" tanya Mita yang sudah siap memarahi keduanya.
"Hm?" Rama pun hanya mengangkat sebelah alisnya tidak mengerti dengan yang Mita maksud.
"Nggak usah pura-pura nggak tahu ya, jelas-jelas kita sadar kalo kalian mainnya itu bener-bener nggak wajar sama sekali" ucap Mita dengan kesalnya menatap tajam keduanya, begitu juga dengan Seli, Raka, dan Ria yang menatap mereka dengan tatapan aneh.
Rama yang melihat hal itu pun langsung sadar dengan apa yang mereka maksud dengan tidak wajar, karena memang pertandingan tadi Rama dan Roy bertanding dengan kemampuan yang melebihi manusia biasa.
"Oh, tadi itu… eh…"
"Bukannya kalian udah biasa ngeliat gue main basket nggak wajar kalo udah mode serius?" Roy memotong Rama dan menjelaskan lebih dulu, ia juga tidak mau kena semprot oleh Mita.
"Eeh… iya juga sih…" Mita pun baru sadar dengan hal itu.
"Tapi kan itu cuman berlaku buat lo doang Roy, Rama nggak ada hubungannya sama lo, gimana bisa orang yang udah lama nggak main basket bisa seri sama kapten basket kayak lo?" Rama yang baru saja berpikir bersyukur bisa lolos kini kembali dibuat tegang oleh Raka yang kembali sadar dengan Rama yang memang ia incar dari awal.
"Jadi Rama, lo bisa jelasin itu?" tanya Raka dengan serius.
Dengan susah payah Rama berusaha menelan ludahnya yang serasa membeku di kerongkongan, dia benar-benar sudah seperti pencuri yang tengah diinterogasi.
"Rama…"
Rama pun melihat ke Ria yang tengah menatapnya menunggu jawaban darinya, melihat hal itu pun Rama jadi kehilangan kata-kata untuk membuat alasan jika sudah melibatkan Ria dan justru hanya menunduk pasrah.
Roy yang melihat hal itu pun ikut menatap teman-temannya yang tengah menagih jawaban jujur Rama.
"Bukannya itu udah wajar kalo dia juga dulunya pemain basket yang tak terkalahkan di sekolahnya?" ucap Roy mewakili jawaban Rama yang masih menunduk.
Mendengar hal itu pun Rama langsung mengangkat wajahnya menatap Roy yang ada di sampingnya dengan ekspresi tidak percaya Roy akan membuat alasan sederhana seperti itu.
"Hm…? itu bener Rama?" tanya Raka memastikan.
"Ah eh… iya, gue belum bilang ya kalo gue juga kapten basket di sekolah gue yang dulu" jawab Rama sambil cengengesan takut-takut ketahuan bohong, walaupun mereka tidak tahu apapun tentang sekolahnya yang dulu.
"Oh… gitu ya"
"Waaah… ternyata lo juga kapten basket ya, kenapa nggak bilang dari awal? lo buat kita mikir yang nggak-nggak tahu nggak sih" ucap Mita yang langsung percaya dengan hal itu.
Rama pun hanya tertawa kecil menanggapinya, berusaha menetralkan keadaan gugup di sekitarnya.
Namun, berbeda dengan Ria yang justru tidak merasa puas dengan alasan itu, dan Roy menyadari hal itu, wajar saja bagi orang yang tinggal dengan iblis dan percaya dengan kekuatannya. Saat melihat bagaimana tadi mereka bermain, walaupun dirinya sudah biasa dianggap tidak wajar saat bermain basket_ Ria mulai meragukannya dan mengingat tentang iblis yang katanya mampu menghancurkan seisi dunia, membuat semua hal menjadi sedikit tidak masuk akal.
***