NovelToon NovelToon
Bercerai Setelah Lima Tahun Pernikahan

Bercerai Setelah Lima Tahun Pernikahan

Status: sedang berlangsung
Genre:CEO / One Night Stand / Kehidupan Manis Setelah Patah Hati / Cinta pada Pandangan Pertama
Popularitas:4.9k
Nilai: 5
Nama Author: Nagita Putri

Nathan memilih untuk menceraikan Elara, istrinya karena menyadari saat malam pertama mereka Elara tidak lagi suci.

Perempuan yang sangat ia cintai itu ternyata tidak menjaga kehormatannya, dan berakhir membuat Nathan menceraikan perempuan cantik itu. Namun bagi Elara ia tidak pernah tidur dengan siapapun, sampai akhirnya sebuah fakta terungkap.

Elara lupa dengan kejadian masa lalu yang membuatnya ditiduri oleh seorang pria, pertemuan itu terjadi ketika Elara sudah resmi bercerai dari Nathan. Pria terkenal kejam namun tampan itu mulai mengejar Elara dan terus menginginkan Elara.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nagita Putri, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 13

****

Malam itu.

Nathan duduk di sofa dengan tatapan kosong. Ponselnya berkali-kali ia buka, nama Elara masih ada di daftar kontak.

Jemarinya bergetar saat menekan tombol panggil. Nada sambung terdengar, namun tidak diangkat.

Nathan bergumam, ia frustrasi.

“Elara, angkatlah. Sekali saja.” ucap Nathan.

Ia coba lagi. Nada sambung terus terdengar, tetap tidak ada jawaban. Sekali, dua kali, tiga kali, semua sama saja. Nathan menekuk wajahnya dengan kedua telapak tangan.

“Kau benar-benar tidak ingin bicara padaku, ya?” lagi Nathan merasa putus asa.

Namun rasa cemburu yang makin dalam tidak membiarkannya berhenti. Bayangan Elara bersama Marvin, pria tampan, dan berkuasa, terus menghantui pikiran Nathan.

**

Keesokan harinya.

Elara baru saja tiba di kantor dengan berkas-berkas di tangannya. Saat ia melangkah melewati pintu kaca, langkahnya terhenti. Di sana, berdiri seorang pria dengan kemeja kusut dan wajah penuh lelah, itu Nathan.

Elara tentu terkejut.

“Nathan?” kaget Elara.

Nathan langsung mendekati Elara.

“Elara, aku harus bicara denganmu. Tolong, beri aku lima menit saja.” pintanya.

Elara menghela napas.

“Kita tidak punya urusan lagi. Jangan buat keributan di sini. Ini tempat kerja.” ucap Elara.

“Aku tahu, aku tahu ini gila. Tapi aku tidak bisa terus seperti ini, Elara. Semalam aku mencoba meneleponmu berkali-kali. Kenapa kau tidak pernah menjawab?” ucap Nathan.

Elara menarik napas, menahan emosi.

“Karena tidak ada lagi yang perlu aku jawab. Kita sudah selesai, Nathan. Bukankah itu yang kau inginkan waktu itu?” ucap Elara heran dan kesal.

Nathan mengeluarkan suara meninggi.

“Aku salah! Aku bodoh! Lima tahun kita bersama mungkin dingin, mungkin penuh jarak tapi aku tetap mencintaimu. Dan sekarang, melihatmu di sisi pria itu, aku merasa kehilangan sesuatu yang seharusnya masih milikku!” ucap Nathan terdengar gila.

Elara menatap tajam, suaranya bergetar tapi tegas.

“Milikmu? Nathan, aku bukan barang yang bisa kau klaim kapanpun kau mau! Kau sudah melepaskanku di ruang sidang itu. Kau bilang hubungan kita tidak ada artinya lagi. Jadi kenapa sekarang kau datang seolah ingin merebutku kembali?” tanya Elara muak.

Beberapa pegawai yang lewat mulai melirik, membuat Elara semakin canggung.

“Pergilah. Jangan buat orang lain salah paham.” ucap Elara lagi.

Nathan menggeleng, hampir putus asa.

“Tidak, aku tidak akan pergi sampai kau benar-benar mendengarkanku. Elara, apa kau mencintai pria itu?” tanya Nathan tiba-tiba.

Elara terdiam sejenak, lalu menjawab dingin.

“Itu bukan urusanmu.” ucap Elara.

Nathan semakin frustasi.

“Jadi kau memang sudah melupakanku? Semudah itu? Lima tahun, Elara, apa benar semua yang kita lalui tidak berarti apa-apa bagimu?” tanya Nathan.

Elara menahan napas, tatapannya dingin pada Nathan.

“Lima tahun kita lalui, hanya penuh kesepian Nathan. Kau tidak pernah benar-benar melihatku. Jadi jangan heran kalau aku memilih menutup semua itu. Aku berhak memulai hidup baru, tanpa kau.” balas Elara.

Nathan tampak terpukul hebat. Ia melangkah maju untuk mendekat.

“Elara, beri aku kesempatan lagi. Aku janji, kali ini akan berbeda. Aku akan berjuang, aku akan perbaiki semuanya. Aku akan melupakan...”

Elara menyela, tegas.

“Kesempatan itu seharusnya kau berikan lima tahun lalu. Sekarang sudah terlambat.” balas Elara.

Suasana hening sejenak. Nathan menatap Elara dengan mata yang berkaca, sementara Elara berusaha keras menjaga ketegaran meski dadanya terasa sesak.

Tiba-tiba terdengar suara langkah sepatu tegas dari arah lift. Marvin muncul, tinggi tegap dengan jas rapi. Ia berhenti sejenak melihat pemandangan itu, Nathan berdiri berhadapan dengan Elara.

“Apakah ada masalah di sini?” ucap Marvin menimpali.

Elara buru-buru menunduk, menahan gelisah.

“Tidak, Tuan. Hanya kebetulan bertemu kenalan lama.” balas Elara.

Nathan melirik Marvin dengan tatapan penuh cemburu, lalu kembali menatap Elara.

Pembicaraan itu pelan.

“Kita belum selesai, Elara. Aku akan datang lagi. Aku tidak bisa membiarkanmu pergi begitu saja.” ucap Nathan.

Elara menegakkan tubuhnya, berusaha tampak tenang meski tangannya gemetar.

“Kalau kau benar-benar ingin aku bahagia, Nathan, berhentilah. Itu satu-satunya cara kau bisa menebus semuanya.” ucap Elara.

Nathan terdiam. Hatinya bergetar mendengar kata-kata itu. Tapi bukannya mundur, tatapannya justru semakin yakin, penuh tekad.

Ia berbalik pergi, meninggalkan lobi dengan langkah berat. Elara menutup mata sejenak, menahan air mata yang hampir jatuh, sementara Marvin masih menatapnya seolah membaca sesuatu di balik wajahnya.

**

Akhirnya...

Elara melangkah masuk ke ruang kerja Marvin dengan wajah sedikit pucat. Ia mencoba fokus menata dokumen yang dibawanya, seolah-olah kejadian di lobi tadi tidak pernah terjadi.

Namun keheningan terasa menekan, Marvin duduk di kursinya, tatapannya tajam, kedua tangannya menyilang di dada.

Marvin dingin, tanpa basa-basi.

“Tadi kalian bicara apa?” tanya Marvin.

Elara terhenti, jemarinya kaku di atas meja. Ia menarik napas, lalu menoleh perlahan.

“Bukan sebuah masalah Tuan.” balas Elara.

Marvin mengerutkan kening, nada lebih tajam.

“Jangan berbelit-belit, Elara. Aku mendengar cukup jelas." ucap Marvin.

Elara menggigit bibir bawahnya, lalu mengangguk pelan.

“Saya tidak mengerti tujuan dia menemui saya.” balas Elara.

Marvin mencondongkan tubuh, tatapannya tampak menusuk

“Apakah masalah antara mantan suami dan istrinya yang ingin saling kembali, hm?” tany Marvin lagi.

Elara menunduk, mencoba menjaga ketenangan meski dadanya berdegup keras.

“Itu tidak ada hubungannya dengan pekerjaan saya di sini, Tuan.” ucap Elara.

Marvin mengetuk meja dengan jarinya, ritme pendek yang terasa menekan.

“Justru itu masalahnya. Aku tidak ingin urusan pribadimu mengganggu kerjaku.” ucap Marvin terdengar kesal.

Elara menatap Marvin, mencoba tegas.

“Dia tidak akan mengganggu pekerjaan saya. Saya bisa menjamin itu.” balas Elara yakin.

Marvin menatapnya lama, lalu berdiri. Langkahnya mendekati Elara perlahan, membuat suasana semakin tegang. Ia berhenti hanya satu langkah dari tempat Elara berdiri.

“Aku tidak suka melihat seseorang menatap sekretarisku dengan cara seperti itu. Apalagi datang ke kantorku, membuat keributan di lobi.” ucap Marvin dengan nada tegas.

Elara terbelalak, merasa bingung sekaligus heran.

“Tuan, saya bekerja di sini secara profesional. Hubungan saya dengan Anda hanya sebatas atasan dan bawahan. Tidak lebih.” ucap Elara.

Marvin menatap dalam, seakan mengabaikan penjelasan Elara.

“Tetap saja, Elara. Aku tidak suka. Jadi mulai sekarang, jika pria itu berani datang lagi, kau harus segera memberitahuku. Mengerti?” ucap Marvin.

Elara mengerutkan kening, bingung dengan nada posesif Marvin.

“Kenapa harus begitu? Saya bisa menyelesaikannya sendiri.” balas Elara.

Marvin menunduk sedikit, hingga wajahnya hampir sejajar dengan Elara.

“Karena aku tidak percaya dia akan berhenti hanya karena kau memintanya. Dan aku tidak akan membiarkan seseorang seenaknya mendekatimu, apalagi di wilayahku.” tekan Marvin.

Elara menelan ludah, wajahnya memanas. Ia berusaha tetap tenang.

“Tuan. Anda terdengar seperti...”

Marvin memotong, senyum tipis tapi dingin tampak terlihat nyata.

“Seperti apa? Seperti seseorang yang terlalu ikut campur? Atau seperti seseorang yang sedang cemburu?” tanya Marvin.

Elara terdiam, matanya membesar. Marvin menegakkan tubuhnya kembali, lalu berbalik menuju kursinya.

“Anggap saja apa pun yang kau pikirkan. Tapi ingat, Elara. Selama kau bekerja di bawahku, aku ingin kau fokus. Tidak ada distraksi dari masa lalu. Kalau Nathan mencoba mengganggumu lagi, aku yang akan mengurusnya.” lanjut Marvin.

Elara masih bingung, mencoba menahan diri.

“Kenapa Anda melakukan ini, Tuan? Anda tidak perlu sejauh itu…”

Marvin menatapnya, kali ini tatapannya tidak sekaku biasanya, ada sesuatu yang lebih dalam.

“Mungkin aku memang tidak perlu. Tapi aku mau.” balasnya cepat.

Elara terdiam, hatinya berdegup kencang. Ia tidak tahu harus merespons bagaimana.

Marvin mengalihkan pandangan ke berkas di mejanya, seakan-akan percakapan itu tidak pernah terjadi.

“Sekarang keluar, siapkan agenda rapat siang ini. Jangan biarkan aku menunggu.” kesal Marvin.

Elara buru-buru mengangguk, membungkuk sedikit, lalu keluar dari ruangan dengan langkah tergesa.

Marvin membuat Elara tidak bisa memahaminya.

'Apa maksudnya semua ucapannya? Kenapa aku merasa dia memperlakukanku lebih dari sekedar sekretaris?' batin Elara.

Bersambung…

1
Rasmi Linda
kau bodoh dia naksir kau
Jumiah
jangan kawatir lara kmu akan mendapatkan yg lebih baik dri sebelum x..
Tzuyu Twice: setuju
total 1 replies
Siti Hawa
aku mmpir thoor... dari awal aku baca, aku tertarik dengan ceritanya... semangat berkarya thoor👍💪
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!