"Aku mau putus!"
Sudah empat tahun Nindya menjalin hubungan dengan Robby, teman sekelas waktu SMA. Namun semenjak kuliah mereka sering putus nyambung dengan permasalahan yang sama.
Robby selalu bersikap acuh tak acuh dan sering menghindari pertikaian. Sampai akhirnya Nindya meminta putus.
Nindya sudah membulatkan tekatnya, "Kali ini aku tidak akan menarik omonganku lagi."
Tapi ini bukan kisah tentang Nindya dan Robby. ini kisah tentang Nindya dan cinta sejatinya. Siapakah dia? Mampukah dia melupakan cinta Robby? dan Apakah cinta barunya mampu menghapus jejak Robby?
Happy reading~
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ginevra, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Terserah
~Happy reading~
.
.
Sejak kencan pertamanya, hubungan Nindya dan Denis menjadi lebih intens. Dia menjadi sering membawa HP lebih dari biasanya. Hampir setiap menit mereka saling bertukar kabar. Tidak hanya itu, setiap malam minggu Denis menyempatkan waktunya untuk bertamu di kos Nindya walau cuma sebentar. Tentu saja mereka bertemu di pos ronda depan kos.
Namun kondisi yang aman terkendali ini tidak membuat Nindya segera meresmikan hubungannya. Setiap Denis menyatakan perasaannya, Nindya selalu "kabur" dengan berbagai alasan. Nindya selalu beralasan bahwa dirinya belum siap dan masih ragu. Begitu saja terus sampai negara api mulai menyerang.
"Kalian liburan semester mau ngapain?" tanya Mila kepada kedua temannya sambil melihat pemandangan dari atas balkon.
Nongkrong sambil melamun di balkon saat sore hari sudah menjadi rutinitas Nindya, Mila, dan Sania setelah mandi. Mereka selalu berdiri disana untuk melihat orang-orang kecil berjalan.
"Aku belum tahu, mungkin seperti biasa gak ngapa-ngapain. Hehehe," Sania menjawab dengan polosnya.
"Kalau aku sih rencananya mau ikut ngajar di sekolahan bapak. Hitung-hitung cari pengalaman, semester depan kan kita PPL," Nindya menjelaskan rencananya kepada kedua temannya.
"Wuuu... Mentang-mentang ada orang dalam!" ejek Mila.
"Yakan cuma latihan. Aku juga gak minta dihonor," kata Nindya membela diri.
"Tapi dipikir-pikir enakan tiduran sepanjang liburan nggak sih? Capek banget nugas tiap hari hehe," Nindya tiba-tiba membalikkan perkataannya.
"Btw, gimana Denis? Kalian sudah jadian?" tanya Sania si dua kali penyaringan.
Nindya berdiam diri sebentar seolah ragu menceritakan kepada teman-temannya. "Belum, aku masih ragu."
"Why? Kenapa?" tanya Sania.
"Aku takut nanti pas jadi pacar malah berubah," penjelasan Nindya sedikit rancu.
"Berubah jadi Power Ranger atau apa maksudnya nih?" canda Mila.
"Jadi ultraman! Ya nggak lah. Maksudnya gimana kalau nanti dia berubah cuek. Kalian tahu sendiri aku paling nggak bisa kalau sama yang cuek. Sudah aku habiskan kesabaranku selama 4 tahun kemarin," jelas Nindya.
Mendengar alasan Nindya, Mila berusaha memprovokasi, "Tapi sudah 3 bulan kalian PDKT. Nanti kalau Denisnya yang gak tahan terus ninggalin kamu gimana?"
"Ya... Biarin aja! Sebelum kenal dia juga aku baik-baik aja. Paling cuma iri liat kalian sama pacar kalian. Itu aja nggak lebih."
"Biarin..biarin entar mewek," Mila selalu punya cara untuk mengejek Nindya.
"Iya, entar nangis-nangis kayak 9 bulan yang lalu," tambah Sania memanas-manasi.
"Duren duren, roti roti. Biyen biyen, saiki saiki," Nindya mengelak.
Translate:
biyen \= dulu
Saiki \= sekarang
Maksudnya dulu ya dulu, sekarang ya sekarang. Jangan dicampur adukkan. Gitu guys artinya.
...****...
Seperti biasa, setiap malam minggu Denis mengajak Nindya untuk jalan. Kali ini Denis ingin mengajak Nindya untuk nonton biokop, tapi Nindya menolak. Dia berkata, "Males ah, aku nggak terlalu suka nonton film barat. Aku lebih suka nonton drama korea."
Dengan berat hati, Denis mengajak Nindya ke tempat biasa mereka nongkrong yaitu taman dekat kampus.
"Kamu nggak bosen kita nongkrong di sini terus?" tanya Denis.
"Nggak, aku orangnya nggak bosenan," jawab Nindya sampir membuka eskrim yang dia beli di Ind*m*rt.
"Nin..." panggil Denis dengan suara lirih.
Deg
'Jangan-jangan dia mau minta kepastian lagi,' batin Nindya.
"Hmmm.." Nindya berusaha untuk tetap tenang.
Suasana seketika menegang. Nindya hampir tidak berani melihat ekspresi wajah yang dikeluarkan Denis. Nindya hanya mampu melihat Denis dari sudut matanya.
"Es mu mencair! Mau aku belikan lagi?" jawab Denis dengan wajah plonga plongo.
"Hahahaha...aku kira mau ngomong apa? Ha ha ha " Nindya tertawa dengan nada naik turun terdengar dipaksakan.
"Sebenarnya aku juga mau minta jawaban dari kamu. Kurasa waktu 2 bulan sudah cukup untuk kamu berpikir. Ya... kalau kamu nggak mau jawab juga nggak apa-apa. Itu lebih baik daripada kamu menolakku," Denis memelas dengan mata berbinar-binar.
Nindya menurunkan eskrim yang hendak ia makan. Ia melihat mata Denis yang mulai berkaca-kaca.
'Apa yang telah aku lakukan? Aku sendiri tidak mau dia bersikap acuh padaku, tapi malah aku yang selama ini acuh terhadap perasaannya,' batin Nindya bergejolak.
Mereka berdua terdiam dan tenggelam dalam pikiran masing-masing. Udara berhembus dingin menambah kesunyian malam itu. Eskrim leleh yang sedari tadi dihiraukan menjadi penanda lamanya keheningan diantara mereka berdua.
Menyadari eskrim yang meleleh di tangan Nindya, Denis mengambil tisu yang selalu tersedia di mobilnya.
"Kamu ini ceroboh sekali," kata Denis sembari mengelap lelehan eskrim di tangan Nindya.
Nindya melihat sosok perhatian itu dalam-dalam. Matanya meneliti bagian dahi hidung dan pipi Denis. "Iya... Aku mau jadi pacar kamu," Nindya tiba-tiba mengeluarkan suaranya.
Denis sontak terdiam mematung. Tisu yang dibawanya sampai tertiup angin dan terbang melayang entah kemana.
"Hei... Jangan buang sampah sembarangan!" seru Nindya tanpa memperhatikan wajah aneh yang diperlihatkan Denis saat itu.
"Ck... Kamu ini ah!" Nindya merasa sebal namun masih menyempatkan untuk mengambil tisu yang terbang dan membuangnya di tempat sampah sekitar taman.
"Kamu beneran mau jadi pacarku?" kata Denis memastikan.
"Iya beneran."
"Kamu nggak bohong kan?"
"Enggak,"
"Nanti pas pulang jangan berubah pikiran lagi lho!"
"Iya... Kecuali kalau kita putus malam ini juga," katanya dengan muka serius.
"Ck" Denis menekuk wajahnya.
"Hahahaha... Bercanda sayang..." Nindya menggoda pacar barunya.
"Hehehehe," Denis tidak berhenti tersenyum mendengar panggilan sayang sang pacar.
"Senyum-senyum ae bang! Awas nanti giginya kering," lagi-lagi Nindya melontarkan candaan.
"Yah.... Eskrimnya habis deh," kata Nindya dengan nada naik dibuat-buat.
"Yuk, kita beli lagi! Sekalian satu freezer aku belikan buat kamu," kata Denis dengan bangganya.
"Halah... Lebay banget. Sekalian makan yuk! Aku yang teraktir, sekalian perayaan hari jadi kita hehehe"
"Kamu mau makan apa?" tanya Denis.
"Terserah!"
"Mi ayam? Kalau terserah biasanya kalau nggak Mi ayam ya bakso,"
"Ya terserah pokoknya!"
"Yang neraktir kan kamu, ya kamu yang mutusin!" kata Denis.
"Terserah..."
"Ya apa terserah itu apa?"
"Ya yang penting terserah!"
Gitu aja terus sampai Upin Ipin punya rambut!
...******...
Setelah pertemuan mereka malam itu, Nindya pulang dengan hati gembira. Sudah lama dia tidak merasakan perasaan ini lagi hingga terasa asing.
Nindya menaiki tangga dengan bersenandung lagu yang mungkin tidak pernah ada. tampak kedua temannya sudah mencegatnya dibalik pintu.
Dor!!!
"Cie... Yang lagi seneng," Mila mulai menggoda.
"Pajak jadian nih!" Sania menambahkan.
"Akhirnya perjuangan kita membujuk manusia bebal ini berhasil," kata Mila lagi.
"Syukurlah! Jadi kita nggak perlu lagi keluarin uang buat beliin Nindya bakso deh. Asyik!" Sania berjoget di depan Nindya.
.
.
.
Mari kita hiraukan Sania dengan jogetan absurdnya!
Sampai sini dulu ya man teman
Jangan lupa like, komen, dan vote ya!
Bye bye....see ya
Mmmuah