NovelToon NovelToon
Senja Di Aksara Bintang

Senja Di Aksara Bintang

Status: sedang berlangsung
Genre:Kehidupan Manis Setelah Patah Hati / Mengubah Takdir / Cinta Murni / Angst
Popularitas:410
Nilai: 5
Nama Author: NdahDhani

Alden berjalan sendirian di jalanan kota yang mulai diselimuti dengan senja. Hidupnya tidak pernah beruntung, selalu ada badai yang menghalangi langkahnya.

Dania, adalah cahaya dibalik kegelapan baginya. Tapi, kata-katanya selalu menusuk kalbu, "Alden, pergilah... Aku tidak layak untukmu."

Apa yang menyebabkan Dania menyuruh Alden pergi tanpa alasan? Nantikan jawabannya hanya di “Senja di aksara bintang”, sebuah cerita tentang cinta, pengorbanan dan rahasia yang akan merubah hidup Alden selamanya...

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon NdahDhani, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 13: Salah paham

Pertemanan antara Alden, Dania dan Rani semakin dekat saja sejak sebulan terakhir. Hari ini, Alden dan Dania berkunjung ke rumah Rani untuk menjenguk Rani yang sedang sakit.

Rumah Rani cukup besar, tapi ia hanya tinggal bersama ibu dan beberapa asistennya. Sementara ayahnya sudah meninggal beberapa tahun yang lalu.

Alden dan Dania berjalan ke arah pintu dan menekan bel. Beberapa kali mencoba, tidak ada jawaban dari si pemilik rumah. Hingga akhirnya seorang asisten membukakan pintu.

"Selamat siang mas, mbak. Cari siapa ya?"

"Siang Bi, kami temannya Rani. Kami datang untuk menjenguk, katanya Rani sakit." ujar Dania ramah.

"Oh temannya non Rani ya? Non Rani nya ada di dalem, mari saya antarkan." ujar beliau dengan ramah.

"Terima kasih Bi," ujar Alden tersenyum dan mereka berdua mengikuti asisten itu ke dalam kamar Rani.

Tok... Tok... Tokk...

"Permisi non, ini temannya datang menjenguk."

Beliau mengetuk pintu, setelah beberapa saat terdengar suara Rani yang serak dan lemah dari dalam kamar.

"Masuk aja Bi."

Beliau membuka pintu dan mempersilahkan Alden dan Dania untuk masuk. "Silahkan mas, mbak... Saya tinggal sebentar nggeh."

Setelah menjawab perkataan beliau, Alden dan Dania masuk dan mendapati Rani yang terbaring lemah di atas ranjangnya.

"Eh, Alden Dania." ujarnya dengan suara lirih dan berusaha untuk duduk.

"Jangan dipaksa duduk kalo gak sanggup, Rani." ujar Alden yang sigap langsung membantu Rani untuk duduk.

Rani langsung tersentak kaget, Alden menang menunjukkan perhatian akhir-akhir ini. Membuat Rani merasakan sesuatu yang berbeda.

"I-iya, makasih." ujar Rani gugup.

"Gimana keadaan kamu, Ran?" ujar Dania yang duduk di tepi tempat tidur Rani setelah meletakkan keranjang buah di atas meja.

"Sedikit lebih baik," ujar Rani.

"Alhamdulillah, banyak-banyak istirahat Rani. Biar cepat sembuh." Ujar Alden menimpali dengan seutas senyum.

"Kamu gak duduk, Alden?" Rani tidak membalas perkataan Alden, ia justru mengalihkan pembicaraan mengingat Alden yang hanya berdiri di depan pintu.

"Gapapa, aku disini aja." Ujar Alden santai.

"Jangan." Ujar Rani yang hampir kehilangan suara karena batuknya. "Tarik aja kursi belajar aku."

Alden yang awalnya menolak, akhirnya menarik kursi itu dan duduk di sela-sela temannya. Tiba-tiba saja pintu terbuka dan asistennya kembali dengan membawakan nampan berisikan minuman dan camilan.

"Silahkan mas mbak."

"Terima kasih Bi, repot-repot saja." Ujar Dania.

"Saya ke belakang dulu nggeh." Ujarnya dengan senyuman lalu meninggalkan ruangan diangguki oleh ketiganya.

"Kamu udah minum obat, Rani?" Ujar Alden penuh perhatian.

"Ah, be-belum." ujar Rani kembali gugup. Alden hanya memberikan perhatian singkat tapi berhasil membuat jantung Rani berdegup kencang.

"Guys, sebentar ya? Aku angkat telepon dulu." ujar Dania beranjak dari tempatnya meninggalkan ruangan sejenak.

"Halo Pa..."

Suara pintu tertutup dan kini hanya ada Rani dan Alden saja di ruangan itu, suasana hening tanpa kata. Rani ingin mengambil air minum di atas meja tapi ia tiba-tiba pusing dan tangannya meleset.

Alden yang memahami kesulitan Rani, langsung mengambil gelas itu dan membantunya minum.

"Minta tolong kenapa, Rani? Apa gunanya aku di sini kalo gak dilibatkan." ujar Alden membuat Rani tersedak.

"Eh, maaf-maaf." ujar Alden merasa bersalah dan meletakkan gelas kembali ke posisinya.

"Eng-enggak papa kok Alden. Maaf, karena tenggorokan ku terasa gatal jadinya tersedak." kilah Rani.

Alden tidak menghiraukan alasan Rani, ia justru terfokus pada wajah Rani yang pucat. Tanpa aba-aba ia meletakkan tangannya di atas dahi Rani membuat gadis itu terpaku.

"Badan kamu masih panas, minum obat ya? Biar aku bantu." ujar Alden sambil membuka bungkusan obat.

"Ehh, anu... A-aku bisa sendiri Alden." ujar Rani sambil mengambil obat dari tangan Alden.

Entah kenapa gadis itu semakin gugup. Biasanya ia yang suka ceplas-ceplos kini hanya diam tanpa kata, mungkin karena ia sakit. Setidaknya begitulah yang Alden pikirkan saat ini.

"Duhh, kok jadi gugup gini sih?" batin Rani.

Pintu kembali terbuka, Alden langsung menoleh ke arah suara. "Sudah telponnya?"

"Sudah, Papa cuma bilang jangan pulang telat." ujar Dania yang kembali duduk di tepi tempat tidur Rani.

Mereka bertiga kembali berbincang-bincang, dengan Rani yang hanya membalas seadanya karena memang suaranya yang sedang serak.

"Ya udah Rani, kami pamit dulu ya? Semoga lekas sembuh." ujar Dania sambil berdiri setelah beberapa saat berbincang.

"Iya, kami pulang dulu ya Rani. Istirahat yang cukup, semoga kamu cepat sembuh." ujar Alden dengan seutas senyum.

Rani mengangguk singkat dan tersenyum sedikit, merasa sedikit lebih baik setelah dijenguk oleh kedua temannya.

"Iya, terima kasih sudah datang menjenguk."

Alden dan Dania berpamitan lalu berjalan pergi meninggalkan Rani di kamarnya. Rani sendiri berusaha menenangkan diri dari perasaan tidak nyaman yang mulai menguasai hatinya.

"Mau langsung pulang atau ke mana dulu?" tanya Alden ketika mereka melewati persimpangan jalan.

"Langsung pulang aja, Al. Aku juga harus belajar." ujar Dania dengan senyuman.

"Oke, aku antar ya?" balas Alden singkat diangguki oleh Dania. Keduanya berjalan berdampingan menuju rumah Dania.

...✧✧✧✧✧✧✧✧✧✧...

Alden beristirahat di taman dekat sekolah Dania dan Rani. Ia merasa lelah setelah berjualan hari ini.

Alden membuka ponselnya dan membaca berita terbaru di sosial media nya. Banyak berita yang sedang viral berseliweran yang tentang itu-itu saja.

Tiba-tiba saja seseorang menghampirinya. "Hai Alden," ujar Rani dengan wajah yang masih sedikit pucat.

"Lho, kamu udah sekolah? Bukannya kamu masih sakit?" ujar Alden heran mengingat baru kemarin ia menjenguk temannya itu.

"Udah sedikit membaik. Aku bosan di rumah jadinya aku berangkat sekolah aja." ujarnya dan duduk di sebelah Alden.

Alden mendengarkan perkataan Rani tapi matanya menoleh kesana-kemari seperti mencari seseorang.

"Kamu sendirian? Enggak sama Dania?"

"Dania ada urusan sama guru katanya. Dia suruh aku duluan aja, karena aku belum sembuh sepenuhnya." jelas Rani.

"Seharusnya kamu memang harus istirahat dulu sih." ujar Alden dengan mengangguk-anggukkan kepalanya. "Kamu pulang sendirian?"

"Iya, tadinya mau langsung pulang ke rumah. Enggak sengaja liat kamu disini." jelasnya. "Alden, aku boleh bertanya sesuatu?"

"Boleh kok, mau tanya apa?" balas Alden.

"Semua perhatian kamu akhir-akhir ini apa karena kamu suka aku?" ujar Rani yang langsung pada intinya. "Jujur saja, aku suka sama kamu."

Alden terkejut, ia tidak menyangka bahwa perhatiannya justru membuat Rani menyukainya. Alden menang perhatian dan peduli pada Rani, tapi tidak dalam arti yang sama.

Alden peduli kepada Rani hanya sebatas teman, tidak lebih. Tapi, gadis itu menanggapinya berbeda. Alden hanya tersenyum dan menatapnya dengan lembut.

"Terima kasih karena sudah jujur, Rani. Aku menghargai perasaan kamu." ujar Alden. "Tapi, maaf... Aku suka sama seseorang. Aku harap kamu bisa mengerti." ujar Alden hati-hati, takut menyinggung perasaan temannya itu.

Rani terdiam, perasaannya berkecamuk antara kecewa dan malu. Bagaimana tidak, ia sudah salah paham tentang perhatian Alden belakangan ini.

Yang lebih memalukannya lagi, ia langsung mengungkapkan perasaannya kepada pemuda di depannya itu.

Dengan senyum yang sedikit dipaksakan akhirnya ia berujar, "Oh... Gapapa, maaf aku yang salah paham."

Alden hanya tersenyum, berharap gadis itu bisa mengerti. "Enggak papa, namanya manusia wajar kok. Kita masih bisa jadi teman."

Teman, mungkin itu adalah kata yang lebih baik untuk perasaan Rani saat ini. Ia tidak ingin menghancurkan pertemanannya dengan Alden hanya karena perasaannya yang tak terbalaskan.

Tapi tetap saja, rasa penasaran muncul dihatinya. Tentang siapa yang disukai oleh pemuda tegar itu.

"Iya, aku ngerti." ujar Rani sambil berdiri dan bersiap pergi. Ia menahan air mata di sudut pelupuk matanya agar tidak menetes.

"Aku duluan ya Alden." ujarnya.

"Mau aku antar?" tawar Alden langsung mendapat gelengan dari Rani yang memaksakan senyum.

"Enggak papa, aku pulang sendiri aja. Terima kasih sebelumnya." ujarnya langsung berlalu pergi.

Alden hanya mengangguk singkat, tidak ingin memaksa Rani jika dia tidak ingin diantar pulang oleh Alden.

Alden juga beranjak dari tempat itu, ia masih memiliki tanggung jawab untuk mengantarkan beberapa pesanan kue milik tetangganya.

^^^Bersambung...^^^

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!