NovelToon NovelToon
PERNIKAHAN DENDAM

PERNIKAHAN DENDAM

Status: sedang berlangsung
Genre:Balas Dendam / CEO / Pengantin Pengganti / Dendam Kesumat
Popularitas:1.1k
Nilai: 5
Nama Author: my name si phoo

Menjelang pernikahan, Helena dan Firdaus ditimpa tragedi. Firdaus tewas saat perampokan, sementara Helena diculik dan menyimpan rahasia tentang sosok misterius yang ia kenal di lokasi kejadian. Kematian Firdaus menyalakan dendam Karan, sang kakak, yang menuduh Helena terlibat. Demi menuntut balas, Karan menikahi Helena tanpa tahu bahwa bisikan terakhir penculik menyimpan kunci kebenaran.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon my name si phoo, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 13

Keesokan harinya, matahari pagi bersinar hangat, menerobos jendela kamar Helena dan Karan. Suasana rumah dipenuhi aroma bunga segar dan tawa riang para keluarga serta tamu yang mulai berdatangan.

Helena duduk di kursi rias, gaun pengantin pastel lembut yang dipilihnya sudah digantung rapi, sementara Sinta dan Bi Fia membantunya merias wajah dan menata rambut.

“Hel, kamu terlihat seperti putri sejati hari ini,” ucap Sinta sambil menyisir rambut Helena perlahan.

Helena tersenyum, matanya berbinar penuh kebahagiaan.

“Aku nggak percaya akhirnya hari ini datang,"

“Iya, Nyonya Helena. Tuan Karan sudah siap di ruang tunggu pria, menunggu Nyonya masuk,” ucap Bi Fia sambil tersenyum lembut.

Sementara itu, di ruangan lain, Karan tengah berdandan dengan jas hitam elegan, dasi yang rapi, dan senyum tipis yang tak lepas dari wajahnya.

Dion dan beberapa ajudan memastikan semua persiapan berjalan lancar.

“Mas, semuanya sudah siap. Tamu mulai berdatangan, dekorasi sempurna, dan mobil pengantin juga sudah menunggu,” ujar Dion.

Karan mengangguk, menatap dirinya di cermin sejenak.

“Baik, Dion. Sekarang, aku hanya fokus sama Hel. Hari ini aku harus membuatnya merasa seperti ratu.”

Waktu berlalu cepat. Musik lembut mulai terdengar, tanda prosesi pernikahan akan segera dimulai.

Helena menoleh ke cermin terakhir kalinya, mengambil napas dalam, dan merasakan detak jantungnya semakin cepat.

“Hel, siap?” tanya Sinta sambil menatap sahabatnya dengan penuh haru.

“Iya, Sinta. Aku siap,” jawab Helena, matanya berkaca-kaca.

Karan menunggu di altar, senyumnya hangat tapi sedikit gugup.

Ia merasakan getaran jantungnya saat melihat Helena melangkah menuju altar, dituntun oleh Sinta dan Bi Fia.

Gaun pengantin pastel lembut Helena tampak memantulkan cahaya matahari pagi, rambutnya tertata indah, dan senyum manis menghiasi wajahnya.

Karan menahan napas sejenak, hatinya dipenuhi rasa kagum dan cinta yang tak terbendung.

“Hel, kamu begitu cantik,” bisik Karan, suaranya hampir tak terdengar.

Helena tersenyum malu, menundukkan kepala sebentar, lalu menatap Karan dengan mata yang penuh kasih sayang.

Pernikahan dimulai dan pendeta mulai membacakan janji suci mereka, sementara tamu undangan menyaksikan dengan khidmat.

“Apakah kamu bersedia menerima Helena sebagai istrimu, mencintainya, menjaga, dan menghormatinya selamanya?” tanya pendeta.

“Iya, saya bersedia,” jawab Karan tegas, matanya tak lepas dari Helena.

“Helena, apakah kamu bersedia menerima Karan sebagai suamimu, mencintainya, menghormatinya, dan selalu berada di sisinya?” tanya pendeta.

“Iya, aku bersedia,” jawab Helena dengan suara lembut namun mantap, menatap mata suaminya.

Mereka saling menggenggam tangan, senyum penuh kebahagiaan terukir di wajah keduanya.

“Dengan ini, kalian resmi menjadi suami istri. Karan dan Helena, selamat!”

Tepuk tangan dan sorak sorai tamu pun pecah. Karan menunduk sejenak, mencium dahi Helena, lalu memeluknya erat.

“Hel, akhirnya kita resmi. Aku berjanji akan selalu menjaga kamu, dan hari ini aku hanya ingin kita bahagia,” bisik Karan.

“Aku juga, Mas. Mulai hari ini, kita lembaran baru. Hanya kita berdua dan bahagia.”

Suasana pernikahan begitu hangat dan penuh kebahagiaan. Para tamu masih bersorak, kamera terus merekam momen indah, dan Helena serta Karan masih saling menatap dengan penuh cinta.

Namun, di antara keramaian itu, seorang tamu tak dikenal perlahan mendekat dengan gerakan cepat dan hati-hati. Itu adalah Renata, yang sejak dulu menyimpan dendam dan rasa cemburu terhadap Helena.

Renata menarik sebuah pisau kecil dari dalam tasnya, matanya memerah penuh amarah. Ia menyelinap di antara tamu-tamu yang sedang bersorak, menargetkan Helena yang sedang tersenyum bahagia.

Di detik yang sama, Dion dan beberapa ajudan mulai curiga dengan gerakan mencurigakan Renata, tapi mereka terlambat.

Renata melompat ke arah Helena dengan pisau teracung tinggi.

“Hei!!” teriak salah satu ajudan, tapi langkah Renata sudah terlalu dekat.

Karan yang berada tepat di samping Helena segera menangkap gerakannya. Tanpa berpikir panjang, ia melompat menahan tubuh Helena dan menahan pisau itu dengan punggungnya sendiri.

“AHHH!” teriak Karan saat pisau menusuk punggungnya, namun tubuhnya menahan tusukan itu agar tidak mengenai Helena.

Helena menjerit ketakutan, tangan gemetar saat mencoba meraih suaminya.

"MAS!!"

Karan tersenyum dan meminta Helena untuk tenang.

Renata masih memegang pisau yang ada di punggung Karan.

Dion terpaksa menembak kaki Renata yang masih memegang pisang yang menancap di punggung Karan.

"Segera masukkan dia ke penjara!" ucap Dion.

Anak buah Karan langsung menarik tangan Renata.

Dion segera memapah tubuh Karan dan membawanya ke rumah sakit.

Disepanjang perjalanan, Helena menangis sesenggukan melihat suaminya yang terluka seperti itu.

"Hel, j-jangan menangis. A-aku tidak apa-apa." ucap Karan sambil menggenggam tangan Helena.

Helena mengangguk kecil sambil menghapus air matanya.

Tak berselang lama mereka telah sampai di rumah sakit.

"DOKTER!!" teriak Dion.

Mereka langsung membawa ranjang dorong ke dekat mobil.

Dion menaruh tubuh Karan dan segera mereka membawanya ke ruang operasi.

Dokter meminta Helena untuk segera tanda tangan surat pernyataan operasi Karan.

Helena yang tidak mau menunda lagi langsung menandatanganinya.

Setelah itu dokter masuk ke ruang operasi untuk mengoperasi Karan.

Disaat mereka sedang menunggu, tiba-tiba Sinta dan Bi Fia datang untuk menemani Helena.

"Sin, Bi. A-aku takut jika terjadi sesuatu pada Mas Karan." ucap Helena.

Sinta segera merangkul bahu Helena, berusaha menenangkannya.

“Hel, kamu harus kuat. Mas Karan pasti selamat. Dia itu orang yang sangat keras kepala, kan? Dia nggak akan menyerah semudah ini.”

Bi Fia juga duduk di sampingnya, menggenggam tangan Helena yang lain.

“Nyonya, Tuan Karan orangnya tangguh. Jangan khawatir terlalu dalam. Percaya sama doa kita semua, ya?”

Helena menutup wajahnya sebentar, mencoba mengatur napas meskipun hatinya terasa sesak.

Dion mengajak Bi Fia untuk menuju ke kantin membeli kopi dan makanan.

Ia meminta Sinta untuk menemani Helena yang masih menangis.

Helena menyandarkan kepalanya di pundak Sinta.

Lima belas menit kemudian Dion dan Bi Fia datang membawa kopi dan beberapa camilan lainnya.

"Hel, kamu harus makan dulu. Nanti kamu sakit kalau nggak makan." pinta Sinta.

Helena mengangguk kecil dan mengambil roti coklat yang disodorkan oleh Dion.

Beberapa jam kemudian dokter keluar dari ruang operasi.

Helena langsung bangkit dan menemui dokter yang baru saja keluar.

"Bagaimana keadaan suami saya, dok?" tanya Helena dengan wajah khawatir.

Dokter menatap Helena sejenak, lalu tersenyum lembut untuk menenangkan hatinya.

“Bu Helena, operasi berjalan lancar. Luka tusukan cukup dalam, tapi tim medis berhasil menanganinya dengan baik. Saat ini Tuan Karan dalam kondisi stabil dan sedang dipindahkan ke ruang perawatan untuk observasi lebih lanjut,” jelas dokter.

Helena menarik napas panjang, air matanya perlahan mengalir saat rasa lega menyelimuti dadanya.

“Alhamdulillah, terima kasih banyak, Dokter,” ucap Helena dengan suara serak.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!