Azmi Khoerunnisa, terpaksa menggantikan kakak sepupunya yang kabur untuk menikah dengan bujang lapuk, Atharrazka Abdilah. Dosen ganteng yang terkenal killer diseantero kampus.
Akankah Azmi bisa bertahan dengan pernikahan yang tak diinginkannya???
Bagaimana cerita mereka selanjutnya ditengah sifat mereka yang berbanding terbalik???
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Saidah_noor, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Azthar # Tugas istri bukan tugas mahasiswi.
Setelah istirahat Azmi menyempatkan diri untuk menemui suaminya sebelum berangkat ke luar kota. Dua manusia beda dunia, beda usia, dan beda sifat itu, kini saling berhadapan di ruang bapak dosen.
Azmi menyodorkan makalah yang sudah selesai ia buat, tepat didepan pak Athar ia menaruh hasil karya tulisnya itu. Athar hanya diam melihat Azmi dari sudut mukanya, maka dari itu mahasiswi tersebut menundukkan kepalanya.
Jangan tanya kenapa dan mengapa, gadis itu hanya takut Athar akan membawa kesalahannya ke ranah hukum sebenarnya. Ia sadar sejak menikah ia tak pernah melakukan pekerjaan rumah, pak dosen lah yang melakukan semua itu.
"Apa ini?" tanya Athar, padahal ia tahu itu makalah yang ia suruh Azmi buat karena kesalahan mahasiswi memanggilnya kakak senior.
"Makalah, yang bapak suruh buat waktu pertama kali ketemu," jawab Azmi pelan tapi masih bisa Athar dengar.
Athar langsung memeriksanya sebentar, kemudian menaruh makalah tersebut didepannya. Ia melirik Azmi yang masih berdiri dihadapannya, kepalanya ditekuk dan kedua tangan dibelakang, persis seperti mahasiswi yang tengah dihukum istirahat ditempat.
"Kenapa lagi?" tanya Athar.
Azmi menyodorkan sebuah paperbag berukuran kecil dengan tepat dihadapan pak Athar. Athar mengambilnya dan melihat isinya yang ternyata beberapa permen kopi dan juga cokelat.
"Apa maksudnya ini?" tanya pak dosen lagi sembari menunjukkan paperbag tersebut.
"Suap," jawab Azmi singkat dan jelas.
Athar membelalakan matanya, apa ini maksudnya ia sedang disogok agar nilai Azmi bagus, begitukah. Mana bisa istrinya keterlaluan begitu, menyogoknya agar mendapatkan IPK tinggi.
"Azmiiii!" geram Athar, ia benar-benar marah mendengar kelakuan istrinya.
"Maaf," ucap Azmi segera dan menatap pada yang berhadapan dengannya.
"Masa cuma gara-gara cucian, mas mau gugat aku ke pengadilan. Bawa-bawa pasal perkawinan segala, kalau masa depan aku ancur gimana? Udah syukur aku mau nikah sama bapak, walau terpaksa, sih," ujar Azmi panjang lebar.
Athar menghembuskan nafasnya, "Jadi ini bukan soal IPK," pikirnya salah menduga.
"Ok, aku terima. Kamu boleh pergi," usir Athar, mengibaskan tangannya.
"Bener, ya. Gak jadi dibawa ke meja hijau?" tanya Azmi untuk meyakinkan hatinya, ia hanya bergerak cepat sebelum suami dosen hukumnya itu melakukan laporan gugatan. Kan, masa depannya jadi taruhan.
"Aku malah mau bawa kamu ke meja goyang, biar kamu cepet bunting," ujar Athar seenak dirinya saja.
"Bengek!" umpat Azmi.
"Nah, kan. Mulai lagi," Athar mengingatkan.
"Maaf, maaf. Aku pamit kalau gitu." Azmi meraih tangan suaminya untuk bersalim, selanjutnya ia pergi.
Selepas Azmi menghilang dari ruangannya, Athar tersenyum melihat bingkisan kecil yang istrinya itu berikan, "Padahal cuma bercanda, tapi ia anggapnya serius. Polos banget si Azmi."
Pak dosen itu mengambil satu permen kopi, ia membukanya lalu memakannya. Mantappp! Biar kagak ngantuk.
setelahnya ia memasukkan sisanya kedalam laci yang ada di meja kerjanya, itu hadiah pertama dari istri.
----------------
Azmi sudah pulang ke rumahnya, ia menari sendiri karena suaminya tak ada di rumah. Ia senang bukan main karena bebas melakukan apapun selama suaminya tak ada di rumah.
Ia berjalan menaiki tangga, tak lama ia sudah berganti pakaiannya dengan kaos harian. Rambut panjangnya ia ikat seperti kuncir kuda, ia melangkah ke arah dapur sembari menyalakan lagu favoritnya.
"love is money"
Seperti itulah lagunya, menggema di ruangan dapur dan ia menaruh ponselnya diatas meja makan, kemudian mencari bahan masakan yang akan ia makan, malam ini.
Ia siapkan wajannya dan mengisinya dengan sedikit minyak, ia mengiris cabai, bawang merah dan bawang putihnya. Azmi hanya akan memasak tumis telur dengan sedikit kecap asin, gampang dan gak ribet hanya itu yang bisa ia masak.
Hendak menyalakan kompornya, ponselnya berdering menandakan ada yang menghubunginya. Ia pun mengambil benda pipih tersebut dan menerima panggilan dari nama orang yang tertera diatas layar.
"Hallo, a Azzam. Ada apa?" tanya Azmi langsung saja.
"Azmiii ini gue, Kamila." sahut wanita yang berada disebrang telepon itu.
"Mila, elo dimana sekarang? Udah balik, kah?" tanya Azmi.
"Udah, ni gue lagi sama aa lo. Di rumah bibi, emak lo." Azmi menghembuskan nafasnya lega.
Beberapa hari tak ada kabar soal kakak sepupunya, akhirnya ia bisa tenang setelah mendapatkan telepon dari sepupunya tersebut.
"Elo diusir, ya? Atau dikeluarkan dari KK (kartu keluarga)?" tanya Azmi penasaran, ia sudah tahu sifat ibunya Kamila yang pinter nge-drama itu.
"Hehe ... Iya Mi. Untung bibi nerima gue dan a Azzam juga nyuruh gue tidur di kamar lo, ni gue sekarang lagi di kamar elo."
"Lagian elo juga, sih. Kenapa percaya sama si Azzam bujang lapuk itu?" geram Azmi.
"Ujungnya gue yang nikah, lo pasti nyesel."
"Gue gak nyesel, kok. Malah gue bersyukur, gak jadi nikah sama dosen. Sebenernya ... gue dah lama naksir sama a Azzam."
"Hah! Kagak salah lo, Mil." Azmi menggaruk kepalanya, ia sungguh terkejut mendengar pengakuan sepupunya tersebut.
"Mi, udah ya. Gue dipanggil makan, bye adik ipar. Calon maksudnya, hihihi."
Azmi masih terdiam mengetahui kenyataan yang Kamila utarakan, namun ia masih bertanya-tanya, apa yang teman sekaligus sepupunya suka dari kakaknya?
"Si Mila, otaknya pasti error," gumam Azmi.
Ia pun melanjutkan masaknya, tak lama cuma sat-set saja. Setelahnya ia menikmati makanan yang sudah ia masak sendiri, makanan yang banyak cabai merahnya tersebut cukup mengenyangkan perutnya walau tanpa nasi.
Ia tak bisa memasak nasi karena selalu gagal, umanya bahkan sudah beberapa kali mengingatkannya cara memasak nasi pakai rice cooker, tapi Azmi selalu saja gagal makanya ia tak melakukannnya lagi.
Ditengah makannya benda pipih disamping piringnya kembali berdering, ia pun menjeda aktivitasnya dan menerima panggilan dari suaminya yang sedang di luar kota itu.
"Assalamu'alaikum, mas. Ada apa?" sapa Azmi dengan sopan biar gak di kirim pasal perkawinan lagi.
"Wa'alaikum salam, kamu kenapa gak masak nasi?" tanya Athar yang jauh disana.
Azmi tampak berpikir, bagaimana suaminya itu tahu kalau ia tak masak nasi. Bukan kah ia sudah berangkat sejak sore tadi, ia melirik sekitar tempatnya berada sekarang.
"Kok, Mas tahu aku gak masak nasi?" tanya Azmi mengerutkan dahinya.
"Lihat ke sudut atas sebelah kanan," jawab Athar.
Azmi mengikuti apa yang dikatakan suaminya, disana ada kamera yang hidup 24 jam full. Menempel disudut dinding sehingga ia bisa terlihat dati perangkat bernama CCTV tersebut.
Azmi menggigit bibir bawahnya, memejamkan matanya, dia pikir bebas ternyata enggak. Suaminya ini benar-benar tahu apa yang harus dilakukan saat jauh dari rumah.
"Kok, mas gak cerita rumah ini ada CCTV-nya?" tanya Azmi.
"Kamu sepertinya tak tahu kalau tiap rumah itu harus memasang alat rekam, demi keamanan. Aku baru tahu kamu sesenang itu kalau aku gak di rumah, love is money."
Azmi merutuki dirinya sendiri, bisa gila ia lama-lama.
"Inget tugas istri di rumah, jangan buat berantakan dan jangan ajak temen cowok nginep dirumah aku. Satu lagi, tiap habis makan piring dan wajannya dicuci yang bersih biar kamu bisa tidur nyenyak."
"Tidur nyenyak apaan, sebelum tidur beresin rumah dulu itu namanya nge-babu, aku juga kan harus pelajari mata kuliah," protes Azmi.
"Itu tugas istri Azmi, bukan tugas mahasiswi. Kalau tugas mahasiswi biar di kampus saja," ujar Athar terdengar tegas.