Sequel : Aku memilihmu.
Rega adalah seorang arsitek muda yang tidak hanya berbakat, namun dia juga menjadi CEO muda yang sukses di bidangnya. Dia memiliki tunangan bernama Rhea yang seorang dokter muda, pertunangan mereka sudah berjalan hampir satu tahun.
"Maaf, Rhea. Aku tidak bisa melanjutkan pernikahan kita,"
"Baiklah! Silahkan kak Rega katakan pada kedua orang tua kita," jawaban Rhea membuat Rega terkejut, alih-alih marah padanya. Rhea justru dengan mudah menyetujui untuk membatalkan pernikahan keduanya yang tinggal dua minggu.
Apa yang terjadi dengan keduanya setelah itu? bagaimana kisah mereka dan pada siapakah akhirnya Rega maupun Rhea akan melabuhkan hati ?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ayu Anfi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Alya
Hari itu shift Rhea hanya sampai jam tiga sore, setelah pergantian shift dia bergegas masuk ruang kerjanya. Rhea ingat kalau tadi Alya minta bertemu, dia mengambil ponsel dan membuka aplikasi hijau.
“Cafe Anomali jam lima sore, mall A.”
Setelah mengirim pesan pada Alya, Rhea bergegas membersihkan diri dan ganti baju. Karena setelah itu dia dan Almira akan membeli kado untuk Aretha, mereka janji temu di sebuah mall.
Rhea sudah lebih segar setelah mandi, kali ini dia menggunakan rok denim dengan atasan blouse warna biru langit senada dengan warna hijab yang dia pakai. Rhea memasukkan scrub suit dan baju yang tadi pagi dia pakai kedalam paper bag, dia juga membawa satu box ukuran sedang berisi beberapa barang. Rhea sudah mulai mengemas beberapa barang yang bisa dia bawa pulang lebih dulu, agar nanti dia tidak terlalu repot membawa banyak barang saat hari terakhirnya di rumah sakit.
Drrt
Drrt
“Hallo, Ra. Aku baru jalan menuju lobi,”
“Aku lobi depan rumah sakit. Aku tunggu,”
“Oke,”
Rhea berjalan menuju tempat Almira menunggu dengan membawa paper bag dan juga box berukuran sedang, beberapa kali dia harus berpapasan dengan dokter dan juga perawat saat berjalan keluar rumah sakit.
“Sudah selesai shift, dokter Rhea?” tanya dokter yang seusia dengannya, kebetulan mereka berpapasan karena dokter tersebut baru datang untuk pergantian shift jaga malam nanti.
“Iya dok. Permisi duluan dok,” basa basinya saat berpapasan dengan dokter lain.
Rhea mengedarkan netranya kesegala arah bergitu dia sudah berada diluar lobi rumah sakit, mencari keberadaan Almira.
“Rhea,” panggil Almira yang menurunkan kaca mobil dari dalam taksi online.
Rhea berjalan menuju taksi online yang berhenti didekat area parkir, Almira membuka pintu dari dalam saat melihat sahabatnya tersebut membawa barang dengan kedua tangannya.
Rhea langsung masuk dan menaruh barang dibawah kursi penumpang.
“Langsung ke mall A ya, pak!” titah Almira pada supir. “Siap mbak,” supir kemudian melajukan mobil meninggalkan rumah sakit.
“Kamu bawa apa sih, Rhea? Banyak banget,” tanyanya.
“Sebagian barangku yang ada di ruangan aku cicil bawa pulang, Ra. Biar nanti waktu hari terakhir tidak terlalu repot,” jawab Rhea.
“Oh. Aku kira apa,”
Kebetulan mereka pergi sebelum jam pulang kantor, jadi jalanan belum terlalu padat. Tidak sampai tiga puluh menit mereka sampai di sebuah mall yang ada di kota Bandung, Rhea membayar ongkos taksi online yang mereka tumpangi. Kemudian keduanya turun.
Almira menggaruk pelipisnya karena bingung. “Ini serius, Rhea? Kita muterin mall bawa barang-barang itu?” tunjuk Almira kearah paper bag dan box yang Rhea bawa.
“Kita titip saja di penitipan barang, Ra. Masa iya muterin mall bawa kaya gini,” jawab Rhea.
“Sini aku bantu bawa satu,” Almira mengambil paper bag dari tangan Rhea, keduanya masuk kedalam mall dan menuju tempat penitipan barang yang biasanya ada di market place dilantai bawah.
Setelah menitipkan barang yang Rhea bawa tadi, barulah keduanya kembali naik kelantai satu untuk menjelajah mall tersebut. Rhea melihat arlojinya, sudah jam setengah lima lebih tepatnya. Karena tadi Rhea keluar dari rumah sakit sekitar jam empat.
“Mau jalan kemana dulu, Rhe?”
“Cafe Anomali dulu bagaimana, Ra? Alya minta bertemu, aku bilang ketemu jam lima di cafe Anomali. Tapi ini baru setengah lima,”
“Kita lihat-lihat barang dulu saja kalau begitu, Rhe. Masih setengah jam juga,”
“Oke,”
Akhirnya keduanya memilih untuk berkeliling sambil menunggu Alya datang, Rhea juga sudah mengirimi Alya pesan untuk menghubungi Rhea kalau gadis itu sudah datang. Dengan begitu Alya tidak akan terlalu lama menunggu.
Keduanya masuk kedalam sebuah baby shop yang ada di mall tersebut, mereka melihat-lihat berbagai perlengkapan bayi yang ada disana.
“Ra itu lucu banget deh!” tunjuk Rhea pada piyama-piyama.
“Gak kebesaran tu, Rhe? Aretha masih new born,” jawab Almira.
“Iya juga sih,”
“Tapi tidak apa kali, Rhea. Tubuh bayi kan cepat besarnya,” lanjut Almira.
keduanya langsung menuju ketempat piyama-piyama tersebut, mereka memilih beberapa piyama lucu. Dari piyama biasa hingga piyama karakter bunny, beruang dan lain-lain.
“Mbak tolong bungkus ini, ya!” Rhea menyerahkan keranjang belanja berisi piyama dan baju bayi.
“Baik kak,” petugas toko langsung membawa kekasir untuk dihitung.
“Total semunya tujuh juta lima ratus ribu, kak.”
“Baik kak,” setelah Rhea membayar barang belanjaannya, barulah keduanya menuju cafe Anomali yang ada di mall tersebut. Kebetulan Alya baru saja mengirim pesan kalau dia sudah datang dan sudah memesan meja untuk mereka.
Rhea melihat kesuatu tempat saat mereka menuju ke lantai empat dimana cafe tersebut berada, netranya tertuju pada sebuah toko sepatu. Ingatannya berputar kebeberapa bulan yang lalu, saat dia dan Rega di toko tersebut menemani mama Indah jalan-jalan.
Flashback on
Rhea menemani mama Indah jalan-jalan di mall hari itu, kebetulan dia memang libur pergantian shift. Jadi saat mama Indah menghubunginya, Rhea langsung mengiyakan.
“Mama sudah minta Rega untuk menyusul kita, nak. Awas saja kalau anak itu tidak datang...mama masukin lagi kedalam perut,” ucap mama Indah yang memantik tawa ringan dari Rhea.
“Mama bisa saja,” ucapnya menanggapi. “Mama mau lihat-lihat kemana dulu?” tanyanya kemudian.
“Kesana dulu yuk, nak!” tunjuk mama pada toko sepatu dan tas yang lumayan terkenal.
“Oke ma,” Rhea mengalungkan tangannya pada lengan mama Indah, keduanya berjalan bak anak dan ibu.
Rhea menemani mama Indah untuk melihat-lihat tas, dia sendiri tidak begitu tertarik dengan tas-tas mevah tersebut. Karena memang Rhea bukan tipe orang yang gemar mengoleksi tas, dia hanya punya beberapa tas yang menurutnya bisa dipakai tidak hanya kerumah sakit tapi juga untuk jalan.
“Kamu bisa lihat-lihat yang lain dulu, nak! Disana sepatunya bagus-bagus,” ucap mama Indah, dia tahu calon menantunya tersebut tidak suka tas. Jadi mama Indah menyuruh Rhea untuk melihat-lihat sepatu.
Rhea mengagguk. “Iya, ma. Rhea kesana dulu...kalau butuh Rhea, mama panggil saja.”
Mama Indah mengangguk, dia mengusap lembut lengan Rhea. “Sana! Kalau ada yang tertarik langsung ambil, biar nanti Rega yang bayar. Kamu jarang sekali minta apapun pada Rega,”
Rhea hanya mengangguk sambil tersenyum, dia kemudian pergi kearah tempat sepatu-sepatu tersebut berada. Rhea lebih memilih melihat sneaker-sneaker yang di pajang di sana, dia mengambil satu sneakers berwarna putih dengan aksen warna hijau toska memutari pinggiran sepatu tersebut.
“Mbak jeli sekali. Itu contoh sepatu couple yang baru akan rilis bulan depan,” ucap petugas toko yang ada di sana.
“Couple?”
“Iya, mbak. Bisa request dikasih nama pasangan masing-masing,” jawab petugas tersebut.
Rhea tertarik, tapi untuk apa pikirnya jika harus membeli sepasang. Rega mana mungkin mau punya barang couple, lebih tepatnya Rhea memang tidak pernah minta atau bertanya pada Rega tentang hal-hal seperti itu.
Tapi Rhea menginkan sepatu tersebut, dia menimbang-nimbang. Tiba-tiba dia ingat Almira...benar juga, dia tidak harus membeli untuk Rega. Melainkan bisa untuk Almira, lagi pula ukuran kaki Almira juga tidak sama dengan ukuran sepatunya.
Senyum mengembang terbit dikedua sudut bibirnya. “Kira-kira ini berapa lama mbak indentnya?” tanya Rhea.
“Kurang lebih sampai di Indo sekitar tiga bulan lagi mbak,”
Rhea mengangguk. “Boleh deh!” ucapnya.
“Apanya yang boleh?”
Rhea bisa mencium aroma maskulin yang cukup dia kenal. “Apanya yang boleh?” Rega menaruh dagunya pada pundak Rhea dan kembali bertanya.
Seketika wajah Rhea menjadi bersemu merah karena tingkah Rega, entahlah kenapa hari itu Rhea merasa Rega sedikit perhatian padanya. Atau mungkin karena ada mama Indah di sana, Rhea tidak tahu dan dia hanya ingin menikmati momen langka itu saja tanpa banyak berpikir.
“Ka-kak Rega? Malu ih kak, jangan seperti ini.” Rhea sedikit menggerakkan pundaknya agar Rega mengangkat dagunya, bukannya menjauh malah Rega mengalungkan dua tangannya pada perut Rhea.
“Kak!” risih Rhea, berusaha melepaskan tangan Rega yang memeluknya dari belakang.
Petugas toko tersenyum. “Jadi sepatu couplenya untuk tuan yang ini ya, kak?” tanyanya kemudian.
“Eh? Bu-bu...”
“Sepatu couple?” Rega mengerutkan dahinya.
“Bukan untuknya,” lirih Rhea tak terdengar.
“Iya tuan. Mbak ini mau pesan sepatu couple limited edition, bisa request untuk disematkan nama masing-masing pasangan disepatunya.”
“Sudah beli saja! Kalian jarang punya barang couple,” sahut mama Indah sambil menatap tajam Rega.
“Oke. Saya ambil mbak,” jawab Rega langsung, Rhea mendongak kearah Rega. “Bu-bukan begitu kak,” ucapnya khawatir Rega terpaksa.
Rega menarik tubuh Rhea mendekat kearahnya. “Pilihanmu bagus. Aku juga menginginkannya,” ucap Rega.
“Mau di sematkan nama seperti apa mbak, tuan?” tanya petugas toko.
“Rega’s wife, Rhea's husband. Tulis itu saja mbak, lama kalau tanya mereka berdua. Bisa lebaran mo nyet duluan nanti,” ucap mama Indah yang memberikan ide dengan cepat.
“Ikuti saja ucapan ibu ratu yang itu mbak,” tunjuk Rega kearah sang mama, sementara Rhea hanya tersenyum kaku.
“Nanti kami hubungi kalau sudah ready,”
Mereka mengangguk, Rega kemudian membayar DP sepatu couple mereka dan juga tas yang diinginkan mama Indah. Setelah itu mereka kembali berjalan mengelilingi mall dan makan siang bersama.
Flashback off.
Rhea tersenyum kecut mengingat hal itu, dia ingat harusnya sepatu itu mungkin sampai di minggu-minggu depan.
“Rhea? Rhe,” Almira menyenggol Rhea yang masih melamun.
“Hmm? Ada apa Ra?” lamunan Rhea buyar.
“Kamu yang ada apa, Rhea?”
“Gak apa-apa Ra. Hanya ingat masa lalu,” Rhea tersenyum getir dan Almira paham itu.
Almira mengagguk. “Pelan-pelan kamu pasti sembuh,” dia merangkulkan tangannya pada pundak Rhea. “Pasti,” jawab Rhea.
Sampai di lantai empat, keduanya langsung masuk kedalam cafe. Mereka mencari keberadaan Alya yang tidak lain anak bungsu keluarga Darmawan.
“Kak Rhea, kak Almira.” Gadis itu melambaikan tangan dari meja tempatnya duduk.
Keduanya membalas lambaian tangan Alya dan menghampiri gadis usia sembilan belas tahun tersebut.
“Belum terlalu lama menunggu, kan?” Rhea meletakkan paper bag besar didekat tempatnya duduk, begitu juga Almira ikut duduk.
Alya menggeleng. “Baru saja,” dia kemudian berdiri dari kursinya dan memeluk Rhea. “Aku kangen banget sama kakak,” ucapnya
Rhea mengusap lembut punggung sang adik. “Kakak juga kangen kamu, Alya. Maaf kakak sibuk di rumah sakit,”
Alya kembali duduk di kursinya, mereka kemudian memesan makanan. Sambil menunggu makanan datang, tentu saja semuanya asik mengobrol. Hingga Alya membuka pembicaraan yang lebih serius.
“Maafin mama Nirma ya, kak!” ucap Alya dengan sendu, mebuat Rhea dan Almira saling lirik karena terkejut dengan ucapan Alya.
asekkkkk 💃💃💃💃
itu kata terahir lupa diri maksudnya apa ga mudeng aku
aku penasaran tuh rega ma tuan Damian kesepakatan apa