NovelToon NovelToon
Istri Pengganti untuk Om Penyelamat

Istri Pengganti untuk Om Penyelamat

Status: sedang berlangsung
Genre:Mafia / Pengantin Pengganti / Crazy Rich/Konglomerat / Beda Usia / Cinta Seiring Waktu / Dark Romance
Popularitas:4k
Nilai: 5
Nama Author: Ladies_kocak

(Tidak disarankan untuk bocil)

Seharusnya, besok adalah hari bahagianya. Namun, Alfred Dario Garfield harus menelan pil pahit saat sang kekasih kabur, mengungkap rahasia kelam di balik wajahnya—luka mengerikan yang selama ini disembunyikan di balik krim.

Demi menyelamatkan harga diri, Alfred dihadapkan pada pilihan tak terduga: menikahi Michelle, sepupu sang mantan yang masih duduk di bangku SMA. Siapa sangka, Michelle adalah gadis kecil yang dua tahun lalu pernah diselamatkan Alfred dari bahaya.

Kini, takdir mempertemukan mereka kembali, bukan sebagai penyelamat dan yang diselamatkan, melainkan sebagai suami dan istri dalam pernikahan pengganti.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ladies_kocak, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Hanya mereka yang berani meledek Alfred

Alfred duduk dengan tenang di single sofa, tubuhnya sedikit bersandar. Di hadapannya, Maxime dan Bennett duduk berseberangan, mereka saling berbincang sebelum kembali ke tempat asal. Vino muncul di samping sofa, menunduk pelan dan membisikkan sesuatu ke telinga Alfred dengan suara rendah namun tegas, "Tuan, sebulan ini nyonya selalu berdebat dengan seorang pelayan di kediaman."

Alfred mengangkat sebelah alisnya tanpa menoleh, matanya bergeser tajam ke arah kedua sahabatnya yang kini tampak ikut menangkap bisikan itu."Se-bu-lan?" ulang Alfred dengan nada heran yang terselip sedikit tanya.

Vino melanjutkan, suara tetap rendah tapi penuh arti, "Benar, Tuan. Saya sengaja tidak melaporkan sebelumnya karena nyonya selalu menang dalam debat itu."

Alfred menatap kembali ke depan, senyum tipis namun penuh arti terukir di bibirnya. 

Bennett dan Maxime saling bertatapan, mata mereka melebar tak percaya menyaksikan pemandangan yang tak biasa di depan mata. Tuan muda Garfield—Alfred—tersenyum, tapi bukan senyum biasa. Senyum itu penuh arti, menusuk, setelah mendengar kabar tentang istrinya yang selama sebulan ia abaikan, terperangkap di negeri asing Rusia.

“Al, kau benar-benar sudah berubah,” ucap Bennett sambil menggeleng, nada suaranya penuh takjub.

Maxime ikut menyindir, “Sejak kau menikahi si bocah itu, kau sering tertawa sendiri, seperti orang yang kehilangan akal.” Bukan sekali dua kali ia melihat Alfred sering tersenyum setiap mendengar kabar dari istrinya.

Alfred tak tergoyahkan. Ia merubah ekspresinya menjadi dingin, matanya menatap tajam ke depan. Ia menelan ludah, lalu dengan tenang menyatukan kedua lutut di atas pahanya. “Bagaimana dengan baby girl kita? Siapa yang memutuskan merawatnya?” tanyanya, mencoba mengalihkan pembicaraan.

Sebelum ada jawaban, langkah kaki menggema dari pintu. Jolina muncul, menggendong bayi di pelukan, diikuti seorang pengasuh yang setia menempel di belakangnya. “Kemarilah, sayang,” Maxime berkata lembut, menarik tangan tunangannya.

Jolina segera duduk di samping Maxime, lembut memangku bayi perempuan mungil itu dengan penuh kasih. Pengasuh bayi hanya berdiri beberapa langkah menjauh, memberi ruang bagi tuan dan nyonya untuk berbicara.

“Apa dia masih menangis?” tanya Bennett, nada suaranya penuh kekhawatiran.

Sejak tragedi mengerikan yang merenggut nyawa kedua orang tuanya, bayi itu kerap terisak, menolak susu, seolah hatinya yang rapuh juga merasakan luka kehilangan. Pengasuh pun tak henti berganti, tak sanggup menahan beban tangisan tanpa henti itu.

“Masih sama. Tangisannya tidak berhenti,” jawab Jolina, suaranya bergetar lembut tapi penuh kepedihan. “Mungkin aku tak bisa terus merawat babygirl… Aku harus fokus menyiapkan pernikahanku dengan Maxime, juga acara kelulusan yang semakin dekat.”

Ia menatap ke sekeliling, ragu namun berharap. “Ada yang mau membantu mengasuhnya?”

Bennett melirik Alfred yang duduk diam, tak memberi reaksi sedikit pun. “Tentu saja Alfred yang paling cocok. Dia punya jiwa bapak-bapak,” celetuk Bennett, mencoba meyakinkan.

Tapi Alfred menatap tajam, membalas dengan dingin, “Apa dasarnya kau bilang aku punya jiwa bapak-bapak? Kau tahu aku sama sekali tak pernah dekat dengan anak kecil.”

Maxime tertawa renyah, suaranya menggema saat mengejek sahabatnya. "Al, kau bilang tidak suka anak kecil, tapi lihat saja betapa ramainya keponakanmu di rumah."

Alfred membalas dengan senyum sinis,"Jangan lupa, kau juga dikelilingi banyak keponakan di keluargamu, Max. Bukankah itu ironis?"

Bennett dan Jolina yang mendengar hanya bisa tertawa kecil, seakan mengakui bahwa Alfred dan Maxime terlahir dari keluarga cemara dan banyak anggota keluarga.

"Bagaimana dengan kita yang cuma anak tunggal? Bukankah itu hal yang berbeda, Jo?" tanya Bennett, matanya penuh canda.

Jolina mengangguk pelan, menyerahkan bayi yang digendongnya kepada pengasuh di belakangnya. "Benar sekali," katanya, suaranya lembut namun penuh pengertian. "Kadang aku iri dengan keharmonisan keluarga kalian."

"Maka sudah sepantasnya Al yang merawat si kecil. Kalau aku yang urus, mana mungkin aku bisa. Apalagi sekarang Al sudah menikah." Alfred menatap tajam Bennett. Orang yang di tatap hanya mengangkat bahunya tak takut, karena ia hanya takut jika berdua dengan Alfred, jika di depan sahabat yang lain, ia suka mengejek Alfred.

Maxime cepat menyambar, "Ah iya, aku hampir lupa, sahabat kita yang satu ini sudah resmi meninggalkan masa lajangnya."

"Kau kira aku menikah dengan Elena yang penyayang anak kecil? Istriku ini beda cerita—dia tomboy dan belum tentu menyukai babygirl." balas Alfred

“Tapi menurutku, gadis kecil itu memang sangat menyukai anak-anak,” suara Bennett mengalun lembut, teringat kembali momen dua tahun lalu saat pertama kali bertemu Michelle. “Ingat, saat itu dia tampak begitu lugu dan polos. Apalagi saat menangis, mata dan hidungnya memerah, benar-benar menggemaskan, bukan?”

Alfred menatap Bennett dengan mata penuh tajam. Dalam hati kecilnya, ada rasa tidak menyukainya saat Bennett secara terang-terangan memuji istrinya.

Bennett mengangkat kedua tangannya, tanda menyerah. “Iya...aku akan diam.”

Maxime memotong dengan nada penuh curiga, “Tapi yang sangat membingungkan, kenapa kau sampai mau menerima saran keluarga Elena? Padahal kau bisa saja menolak. Tidak ada yang mustahil bagimu.”

Alfred terdiam. Ucapan Maxime mengayun seperti palu yang menghantam benaknya. Memang, jika diingat kembali, ia begitu mudah menerima gadis kecil itu menjadi istrinya—padahal seharusnya ia bisa saja menolak dengan tegas dan membunuh semua anggota keluarga itu.

“Entahlah... setiap kali aku menatap matanya, hatiku langsung luluh, berubah tanpa aku mengerti mengapa. Ada sesuatu dari gadis itu yang menyedot perhatianku, menggugah rasa penasaran yang bahkan aku sendiri tak mampu mengurai maknanya,” Alfred menghela napas panjang, matanya menatap kosong seolah mencari jawaban.

Bennett mencondongkan badan, suaranya ringan, “Al, kau memang ditakdirkan untuk gadis itu. Ingat saat kau menyelamatkannya dulu? Kau rela membelinya dengan harga yang jauh di luar kebiasaanmu—bukan gaya khasmu sama sekali. Bukankah itu sudah cukup aneh?”

Jolina mengangguk pelan, menambahkan, “Benar sekali. Mungkin tanpa sadar kau sedang melindungi masa depanmu sendiri. Aku percaya, kau dan gadis kecil itu akan selalu bersama, seumur hidup.”

Alfred tiba-tiba memotong, “Sudahlah! Kenapa kalian malah membicarakanku terus? Sudah saatnya kita putuskan, siapa yang akan merawat babygirl?”

Jolina lalu mengusulkan dengan penuh semangat, “Bagaimana jika kita bergiliran? Sebulan sekali, giliranmu, Al. Bulan depan giliran Ben. Lalu bulan berikutnya kita berdua.” 

“Kita tak mungkin menitipkan babygirl di panti asuhan,” suara Jolina bergetar. “Liam menyelamatkannya karena tahu kita punya rasa kasih sayang pada babygirl. Ini satu-satunya peninggalan Liam dan Calia… kita harus jaga, sebelum keluarga Calia datang dan menghancurkannya.”

Bennett menatap serius. “Untuk sementara, babygirl akan aman di bawah perlindunganmu. Aku yakin, mereka akan takut padamu, Al.”

Alfred menghela napas panjang, matanya menatap jauh ke depan. “Aku akan melakukannya… tapi jangan berharap aku punya banyak waktu untuk merawatnya.”

Maxime menertawakan kekasaran waktu Alfred. “Kita semua tahu siapa dirimu, Al. Si penggila kerja yang hanya pulang sebulan sekali. Bahkan setelah menikah, kebiasaanmu tidak berubah.”

Bennett menimpali dengan nada sarkas, “Kuharap istri sahabat kita itu punya kesabaran melebihi bidadari, kalau mau bertahan denganmu.”

Alfred membalas dengan dingin dan pasti, “Suatu saat nanti, aku akan menceraikannya. Dia berhak memilih pasangannya sendiri.”

“Apa?! Serius kau, Al? Kau akan menceraikan gadis kecil itu? Aku tidak percaya!” Jolina menatapnya penuh kecewa dan tak percaya. “Kupikir malah kau yang akan jadi bucin, bukan berani melepasnya!” 

"Sepertinya itu akan terjadi," lanjut Maxime mengundang tawa Bennett dan Jolina yang sangat puas meledek seorang mafia kejam seperti Alfred. Di luar sana, tak ada yang berani kepadanya, tapi sahabat-sahabatnya bisa membuat seorang Alfred terdiam.

1
partini
lanjut thor 👍👍👍👍
partini
hemmm moga pergi biar kamu kelabakan
Mericy Setyaningrum
alfred riedel kaya pelatih Timnas dulu ehhe
ladies_kocak: oh ya? baru tahu 😁😁
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!