NovelToon NovelToon
Miracle Of Love

Miracle Of Love

Status: sedang berlangsung
Genre:Romantis / Fantasi / Romansa Fantasi
Popularitas:388
Nilai: 5
Nama Author: Yulynn

Cerita tentang Dewa dan Dewi Cinta yang awalnya saling mencintai. Mereka bertugas di alam manusia untuk menolong dan meringankan penduduk di bawah bukit cinta. Tetapi semuanya musna ketika Dewi Cinta jatuh cinta kepada manusia.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Yulynn, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Chapter 13

Sosok seorang gadis dengan penampilan kasual terpantul di cermin kamarnya. Rok span hitam, kemeja putih polos, rambut dikuncir kuda sederhana, sepatu kets putih bersih. Penampilannya tampak sempurna untuk seorang pegawai kantoran yang lugu dan teladan. Sudah lebih dari sepuluh kali Carissa berputar-putar di depan cermin itu, mencoba meyakinkan dirinya apakah ia sudah memakai pakaian yang tepat. Namun, bagaimanapun ia melihat dirinya di pantulan cermin, ia merasa lebih cocok bekerja di supermarket daripada kerja di tempat golf yang elit.

“Rissaaa… Sudah siap? Ayo, kuantar!” seru Sarah yang tiba-tiba menerobos masuk ke kamar Carissa tanpa permisi. Detik berikutnya, matanya membulat sempurna, lalu ia tertawa terbahak-bahak, memegangi perutnya.

“Aneh, ya?” tanya Carissa pasrah, sudah bisa menebak apa yang akan dikatakan sahabatnya.

“Aku masih lebih suka tampilan kamu pas jadi penjaga karcis di konser,” ujar Sarah sambil kembali menertawai sahabatnya yang merengut kesal. Ia teringat saat itu Carissa memakai kaus bersablon wajah-wajah boy band yang sedang konser dan hot pants hitam ketat. Waktu itu, Sarah juga menertawakan Carissa habis-habisan seperti sekarang ini. Namun, menurut Sarah, penampilan Carissa hari ini jauh lebih parah daripada kaus bergambar boy band.

Carissa kembali mengacak-acak isi lemarinya dengan kesal sambil mendengus berkali-kali, membuat Sarah akhirnya menyerah karena capek tertawa.

“Ya udah, yuk berangkat sekarang,” ajak Sarah, berusaha menghentikan Carissa dari usahanya mencari pakaian yang lebih baik.

“Pakai baju ini?” tanya Carissa dengan nada pasrah, menunjuk penampilannya sendiri.

“Iya, nggak apa-apa. Maaf, tadi reaksiku agak berlebihan,” jawab Sarah sambil berusaha menahan tawa karena melihat penampilan sahabatnya yang sangat culun. Andai saja saat itu Carissa memakai kacamata berbingkai hitam tebal, Sarah pasti sudah menertawainya habis-habisan dan akan terus mengungkit-ungkitnya sepanjang tahun.

“Masa bodohlah. Toh, aku ini pergi kerja, bukan fashion show,” kata Carissa seraya membanting pintu lemarinya dengan kesal.

Tak sampai lima menit, mereka sudah berada di dalam mobil Land Cruiser mewah milik Sarah. Salah satu mobil kebanggaan Sarah yang hanya dipakai kalau mau pergi ke tempat-tempat penting. Sebelum naik ke atas mobil, Carissa melongo terlebih dahulu melihat sahabatnya yang berlebihan banget.

“Aku cuma pergi kerja, Rah,” ujar Carissa dengan nada heran.

“Kita mau ke Grand Voyage, honey. Harusnya sih naik Ferrari, sayangnya lagi aku tinggal di bagasi rumah,” jawab Sarah dengan nada bercanda.

“Besok-besok kalau aku pergi kerja naik apa?” tanya Carissa dengan nada khawatir.

“Besok baru kita pikirkan,” ujar Sarah santai seraya menyalakan mesin mobil dan bersiap untuk berangkat.

Perjalanan menuju Grand Voyage memakan waktu hampir satu jam, melewati jalanan yang berkelok-kelok di antara kawasan industri yang ramai dan ladang pertanian yang tenang. Udara semakin lama semakin sejuk, menandakan bahwa mereka sedang menuju ke dataran tinggi. Akhirnya, mereka tiba di sebuah gerbang megah yang dijaga ketat oleh beberapa security berbadan kekar dengan ekspresi wajah yang tidak ramah. Di atas gerbang tersebut, terukir tulisan “Voyage Group” dengan huruf-huruf besar yang terbuat dari emas. Mobil Land Cruiser Sarah dihentikan oleh dua orang security tersebut, namun mereka langsung memberi hormat dan membuka gerbang setelah Sarah menurunkan kaca jendela dan tersenyum ramah.

“Gitu aja? Nggak pakai ribet?” tanya Carissa dengan nada takjub, merasa heran dengan perlakuan istimewa yang mereka dapatkan.

“Maksud kamu, kita harus turun, menunjukkan kartu identitas, terus mereka harus telepon sana-sini buat konfirmasi, baru kita boleh masuk?” tebak Sarah dengan nada menyindir.

“Iya, seharusnya kan gitu. Kenapa kita langsung dibolehin masuk gitu aja? Bukannya ini tempat eksklusif?” tanya Carissa lagi, masih penasaran dengan sistem keamanan di tempat itu.

“Mami aku punya ‘arisan’ di Voyage,” jawab Sarah dengan nada santai.

“Arisan yang kayak dikocok-kocok namanya di botol terus diundi gitu?” tanya Carissa polos.

Sarah terkekeh mendengar pertanyaan lugu dari sahabatnya itu. “Maksudnya, Mami punya saham di sini. Dulu waktu kecil, aku sering banget nemenin Mami ke sini sambil belajar golf sama coach pribadi,” jelas Sarah.

“Oh, gitu… Berarti kamu ngerti banyak dong soal golf?” tanya Carissa dengan nada penuh harap.

“Nggak juga sih. Aku cuma sempat belajar cara megang stik golf sama ayun-ayunin aja. Aku nggak terlalu suka golf, soalnya menurutku olahraga ini membosankan banget,” jawab Sarah jujur.

Setelah melewati jalanan yang panjang dan berkelok-kelok, mereka akhirnya tiba di depan sebuah lobi mewah yang lebih mirip dengan lobi hotel bintang lima daripada lobi club house golf. Sarah langsung mengeluarkan ponselnya dan menelepon Maminya begitu mereka duduk di sofa kulit yang empuk.

“Mami, aku udah nyampe di Voyage nih sama Carissa. Terus, kita ke mana sekarang?” tanya Sarah tanpa basa-basi. “Oh, langsung ke area golf aja? Oke deh, Mami.”

Setelah mendengar penjelasan Sarah tentang berbagai fasilitas yang ada di Club House, Carissa semakin gugup dan mulai membayangkan berbagai macam pekerjaan yang mungkin akan ia lakukan di tempat itu. Apakah ia akan menjadi waiters yang melayani para tamu di lounge? Atau mungkin menjadi tukang pijat yang memijat para pengunjung di spa mewah? Jantung Carissa berdebar semakin kencang, membayangkan dirinya mengenakan seragam dan melayani para tamu dengan ramah. Ia hanya bisa berdoa semoga ia tidak mendapatkan pekerjaan yang terlalu berat atau rumit, karena ia merasa tidak yakin bisa bertahan lama jika harus bekerja di bawah tekanan.

Di sisi lain, wajah Sarah langsung berubah masam ketika ia melihat Maminya sedang duduk santai di sofa bersama dengan beberapa wanita sosialita lainnya. Ia merasa enggan untuk mendekat dan ingin sekali berbalik arah dan meninggalkan Carissa di tempat itu. Namun, ia tidak bisa melakukan itu, karena ia merasa bertanggung jawab atas Carissa. Ia tahu bahwa ia tidak akan pernah mau bertemu dengan Maminya jika bukan karena Carissa yang membutuhkan pekerjaan. Dalam hati, ia berjanji pada dirinya sendiri bahwa ia akan segera mencari cara untuk keluar dari rumah orang tuanya dan memulai hidup baru yang mandiri. Ia ingin segera menemukan seorang laki-laki yang bisa ia cintai dan nikahi, lalu pindah ke rumah sendiri dan tidak perlu lagi berurusan dengan perjodohan yang diatur oleh orang tuanya.

“Tante,” panggil Carissa sopan setelah lengannya dicolek-colek oleh Sarah, menyuruhnya untuk segera menyapa.

Percakapan asyik dari tiga orang yang duduk di sana mendadak terhenti dan mereka menoleh ke arah Carissa dengan serentak. Sarah menyadari kalau ada seorang laki-laki muda yang duduk di sebelah Maminya. Instingnya mengatakan kalau laki-laki itu adalah kandidat kuat yang akan dijodohkan lagi dengannya.

“Eh, Nak Rissa. Sini-sini, Tante kenalin,” ujar Mami Sarah dengan nada ceria, tampak senang melihat sosok Carissa. Ia langsung menarik lengan Carissa untuk duduk di sebelahnya, mengabaikan Sarah sepenuhnya.

Carissa melirik ke arah Sarah yang wajahnya tampak bengong karena baru kali ini ia diabaikan oleh Maminya sendiri.

“Ini Carissa yang kuceritakan tadi. Anaknya kerja keras, pintar, diajari sebentar saja langsung bisa. Juga baik, ramah, dan sopan. Nggak seperti anak-anak lain yang sudah punya segalanya, tapi nggak tahu berterima kasih dan hanya bisa membuat orang tua khawatir,” ujar Mami Sarah dengan nada menyindir, jelas-jelas sedang menyindir anak semata wayangnya yang melotot tak percaya melihat tingkah Maminya.

Carissa duduk dan tertawa kaku di tengah-tengah situasi yang canggung ini sambil terus melirik Sarah penuh arti, seolah-olah sedang meminta pertolongan. Namun, Sarah sendiri sedang berada dalam situasi sulit, yaitu dicuekin habis-habisan oleh Maminya. Bahkan, ketika ia mencoba untuk duduk, Mami mendorongnya dengan halus agar tetap berdiri di tempat.

“Ayo, kenalan dulu dengan Carissa,” ujar Mami Sarah riang kepada laki-laki yang duduk di sebelahnya.

Laki-laki itu memiliki wajah tampan dengan mata besar dan ekspresif, alis tebal yang menawan, dan hidung mancung yang sempurna. Kulit cokelatnya yang terbakar matahari menandakan kalau ia adalah seorang pemain golf yang sering menghabiskan waktu di lapangan. Ia mengenakan kaus polo putih bersih dan celana khaki panjang berwarna abu-abu. Laki-laki itu dengan ramah mengulurkan tangannya pada Carissa, mengajaknya berjabat tangan.

Carissa menyambut tangan itu dan langsung merasakan sebuah tangan besar, kasar karena kapalan, namun terasa hangat menyelimuti tangan kecilnya.

“Richard Henry, salam kenal. Mulai saat ini, kamu jadi caddy-ku. Semoga kita bisa bekerja sama dengan baik,” ujarnya dengan nada mantap dan penuh percaya diri.

“SIAPA?” pekik Sarah dengan nada terkejut, memecah keheningan.

Semua mata kontan tertuju pada Sarah, menatapnya dengan tatapan heran. Kecuali Carissa, matanya terpaku pada laki-laki di depannya. Tangan dan tubuhnya bergetar hebat, apalagi jantungnya. Jantungnya berdegup kencang dan tidak teratur, memompa darah dengan deras hingga membuat wajah dan telinganya berubah menjadi merah padam. Untuk pertama kalinya dalam hidupnya, Carissa merasakan apa itu jatuh cinta pada pandangan pertama. Ia mencoba mengingat-ingat kembali suara lembut yang berbisik di telinganya, suara yang menenangkan dan membuatnya tertidur pulas di kursi pesawat beberapa waktu lalu. Ia yakin, suara itu adalah suara laki-laki ini.

“Richard Henry,” ujar laki-laki itu sambil melepaskan tangan Carissa, lalu bangkit berdiri untuk menyalami Sarah dengan sopan."

Sarah yang masih belum sepenuhnya sadar dari keterkejutannya, menyalami tangan Richard dengan mulut masih ternganga lebar, sambil memandangi laki-laki khayalan sahabatnya yang ternyata bukan sekadar khayalan belaka. Ternyata, benar-benar ada sosok yang bernama Richard Henry di dunia ini. Dan wujud Richard Henry ini persis seperti laki-laki idaman yang selalu dideskripsikan oleh sahabatnya: tampan, rapi, wangi, tinggi, ramah, mata bulat, wajah oval, gentleman, tidak berlebihan, tidak norak, dan tidak cengengesan. Sarah memandangi laki-laki tersebut dari atas ke bawah, lalu kembali lagi ke atas dan mengangguk-angguk tanda setuju bahwa makhluk sempurna di depannya ini memang pantas untuk Carissa.

“Jadi, ini Sarah yang mau dikenalin ke Richard?” ucap seorang wanita paruh baya yang duduk di depan Mami Sarah, memecah keheningan.

“Tidak… Tidak… Aku anak tidak baik-baik, sering party, sering digotong orang kalau mabuk,” elak Sarah dengan nada panik sambil mundur teratur menjauhi mereka. “Terkadang, aku bahkan terbangun entah di mana. Aku… aku… mau pergi party dulu. Bye… Good luck, Carissa!” Sarah berbalik dan langsung menghilang dari lounge dengan kecepatan kilat.

“Aduh, beginilah anak gadisku. Selalu saja begitu kalau aku kenalkan laki-laki untuknya. Tapi kalian pasti ngerti, dia nggak seperti yang dia bilang,” keluh Mami Sarah dengan nada pasrah. “Iya kan, Nak Rissa?”

“Eh… eh… I… iya,” jawab Carissa dengan gugup, masih belum sepenuhnya sadar dari keterkejutannya.

“Tidak apa-apa, namanya juga masih muda. Masih kepingin main-main,” timpal wanita setengah baya yang tak lain adalah Mamanya Richard Henry dengan nada pengertian.

“Kalau gitu, kita langsung ke lapangan saja yuk? Eh… eh… Rissa,” ajak Richard Henry dengan senyum menawan, yang langsung membuat perut Carissa kembali bergejolak aneh ketika namanya disebut olehnya.

1
suhardi wu
ceritanya menarik, gaya bahasanya mudah dimengerti. mantap lah
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!