NovelToon NovelToon
ISTRI KE-101

ISTRI KE-101

Status: sedang berlangsung
Genre:Action / Balas Dendam / Romansa / Menjual Anak Perempuan untuk Melunasi Hutang / Menyembunyikan Identitas
Popularitas:2.5k
Nilai: 5
Nama Author: GazBiya

Rose dijual.
Bukan dalam arti harfiah, tapi begitulah rasanya ketika ayahnya menyerahkannya begitu saja pada pria terkaya di kota kecil mereka. Tuan Lucas Morreti, pria misterius dengan gelar mengerikan, suami dari seratus wanita.
Demi menutup hutang dan skandal, sang ayah menyerahkan Rose tanpa tanya, tanpa suara.
Ia dijemput paksa, dibawa ke rumah besar layaknya istana. Tapi Rose bukan gadis penurut. Ia arogan, keras kepala, dan terlalu berani untuk sekadar diam. Diam-diam, ia menyusup ke area terlarang demi melihat rupa suami yang katanya haus wanita itu.
Namun bukan pria tua buncit yang ia temui, melainkan sosok tampan dengan mata dingin yang tak bisa ditebak. Yang lebih aneh lagi, Tuan Morreti tak pernah menemuinya. Tak menyentuhnya. Bahkan tak menganggapnya ada.
Yang datang hanya sepucuk surat:
"Apakah Anda ingin diceraikan hari ini, Nona Ros?"
Apa sebenarnya motif pria ini, menikahi seratus satu wanita hanya untuk menceraikan mereka satu per satu?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon GazBiya, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Buku usang, peninggalan ibuk

Brugh!!

Rose melempar tubuhnya keatas ranjang empuk. Ia kembali ke Pallazo dengan langkah tenang, seolah api yang melahap rumah di danau Virrela tadi hanya angin lalu.

Lucas sudah ada di ruang kerjanya sejak sore, tapi seharian tadi ia mengikuti Rose ke mana pun. Itu membuatnya keteteran. Berkas-berkas bisnisnya menumpuk di meja. Namun, entah mengapa, matanya terus saja tertuju pada jendela kamar Rose di bawah sana. Kadang cahaya lampunya menyala lembut, kadang redup. Ia tidak mengerti kenapa ada tarikan aneh yang membuatnya ingin tahu apa yang sedang dilakukan wanita itu.

Di kamar, Rose duduk di tepi ranjang. Tangannya memegang sebuah amplop besar yang sudah kusut di beberapa sudutnya. Amplop itu berisi pertanyaan-pertanyaan yang jawabannya terus ditanyakan oleh tuan Hose, dan Dimitri.

“Malam ini… semuanya selesai,” gumam batinnya.

Ia menyalakan lampu meja. Cahaya kuningnya mengiris kegelapan, menyoroti wajahnya yang tegas. Satu per satu, ia mengeluarkan lembaran-lembaran kertas dari amplop itu. Setiap pertanyaan ditulis dengan tinta hitam yang tegas, tanpa basa-basi.

Jantungnya berdebar. Tangannya sedikit bergetar, tapi kini ia sudah siap kemanapun kaki membawanya. Bahkan jika Lucas Morreti ternyata mencinc4ng tubuhnya lalu dilembaparkan menjadi makanan anjing, ia merasa sudah siap.

Di luar, Lucas berdiri di depan jendela ruang kerjanya, menghisap rokok tanpa sadar sudah habis separuh. Pandangannya terus tertuju ke kamar Rose. Ia tidak tahu bahwa wanita di balik jendela itu sedang merangkai akhir bagi sebagian orang__dan awal bagi dirinya.

Entah kenapa malam ini, Pallazo terasa begitusunyi.

Rose memandang langit dari jendela kamarnya. Bulan tampak pucat, seperti saksi bisu yang ikut memantau pikirannya yang kusut. Ia memejamkan mata, mencoba tidur, tapi bayangan satu sosok pria itu terus menghantuinya. Siapa dia? Dimana Lucas Morreti yang memakaikan cincin dijemariku ini? hingga kini, ia belum menemukan jawabannya, padahal besok pagi sebelum matahari terbit, Ia akan keluar dari Pallazo.

Tiba-tiba ingatannya melompat pada sesuatu yang lama terkubur__buku kecil itu. Buku lusuh yang pernah ia lihat sekilas, dengan kulit usang dan bau kertas tua. Nalurinya mengatakan… di sanalah jawaban tersimpan.

Rose duduk tegak. Dadanya berdegup lebih cepat. “Kalau benar, aku harus mendapatkannya malam ini,” gumamnya pelan.

Ia mencari Elano, satu-satunya orang yang biasanya ia percayai untuk hal seperti ini. Tapi malam ini, Elano menggeleng tegas.

“Nyonya, kali ini jangan. Tempat itu dijaga lebih ketat dari biasanya. Kalau sampai ketahuan__”

“Aku sudah tahu jalan. Aku pernah ke sana, ingat?” potong Rose. Suaranya tenang, tapi matanya memantulkan tekad yang tidak bisa digoyahkan.

Elano mendesah berat, menatapnya seakan mencoba terakhir kali mengubah keputusan itu, namun Rose sudah berbalik mengambil mantel hitamnya.

**

Pallazo di malam hari seperti labirin raksasa. Lorong-lorong panjangnya sunyi, hanya diterangi lampu temaram. Rose bergerak cepat, hafal setiap sudut yang harus dihindari. Begitu tiba di halaman belakang, ia menuruni tangga yang pernah dilewati sebelumnya.

Udara di sekitarnya terasa lebih dingin, entah karena malam atau karena bangunan itu sendiri seperti memancarkan aura yang mengusir manusia.

Setelah perjalanan panjang sambil mengendap, Rose akhirnya sampai dan berdiri di depan pintunya, merasakan logam kunci yang dingin di tangannya. Ia sudah menyiapkan alat kecil untuk membukanya.

“Kali ini, tak ada yang bisa menghentikanku,” oceh batinnya.

Dan saat pintu itu berderit terbuka, aroma wangi dan rahasia menyambutnya. Aroma ini, ia ingat saat pria asing yang seharusnya menolong namun malah mengikat tangannya. Benar, pikirya. Dia menggendongku, dan aroma itu mirip seperti ini.

“Jangan-jangan memang dia orang aneh itu?” pikirnya.

Kamar itu kosong. Tak ada Lucas, Hose, atau para staff. Semua orang tengah sibuk mempersiapkan perjalanan bisnis yang akan dilakukan Lucas sebelum matahari terbit.

Rose bergerak cepat, jemarinya menggeledah meja, laci, dan rak buku. Detak jantungnya berpacu. Ia tahu apa yang ia cari__buku usang itu. Dan ketika ujung jarinya menyentuh kulit buku yang retak dan berbau debu, ia tahu ia menemukannya.

Baru dua halaman ia buka Ketika, tiba-tiba suara langkah kaki terdengar di koridor. Berat, teratur, dan semakin dekat.

Rose langsung menutup buku itu, menyelipkannya ke dalam mantel. Ia menempel di sisi pintu, kain putih berlumur obat bius di tangan, siap untuk merobohkan siapapun yang ia temui. Napasnya tertahan.

Pintu terbuka.

Cekiitt!

Tanpa menunggu, Rose bergerak. Ia menutup mulut sosok itu dengan kain, mendorongnya ke dalam kamar. Tubuh pria itu meronta, menangkis, berusaha melepaskan diri, tetapi Rose menahan dengan kekuatan penuh.

Bayangan Ros memantul di kaca, Lucaspun tersenyum dan mulai melemah. Sangat aneh, terlalu cepat, tapi Rose tak peduli.

Tubuh tinggi besar itu, roboh ke dad4 Rose.

DEGG!

Rose melotot kaget, namun ia sendirian, dan ini tidak masalah pikirnya. Lucas sebenarnya khawatir Rose tidak bisa menahan tubuhnya. Tapi Rose terlalu menggemaskan untuk tidak di ladeni.

Brugh!

Sekuat tenaga Rose menarik tubuh pria tampan itu. Meletakannya di ranjang empuk. Mata Lucas setengah terbuka, menatapnya dari balik pura-pura pingsan, bibirnya melengkung tipis.

“Menarik sekali, Rose… Kau bahkan berani menyergapku.” Gumamnya.

Rose mundur satu langkah, jantungnya semakin liar. Ia menatapnya sekilas__wajah tampan itu nyaris membuat jantungnya pecah. Ada sesuatu di sana yang menyesakkan dadanya, entah kagum, entah takut. Namun ia segera mengingat statusnya. Ia adalah seorang istri… meski tak pernah tahu seperti apa rupa suaminya sendiri.

“Sial,” gumamnya, memaksa kakinya berbalik.

Namun hatinya berontak, tertinggal disini, Bersama pria asing itu.

Rose menuju pintu, hendak kembali lewat jalur awal. Tapi begitu langkahnya menginjak lorong, suara riuh menyergapnya. Anak buah Lucas berderet membawa koper, peti, dan berkas. Mereka memenuhi jalan seperti aliran sungai yang tak bisa dilawan. Jalur itu terblokade total.

Tak ada pilihan. Rose memutar arah, mencari rute lain.

Akhirnya ia menemukan pintu besi kecil yang jarang digunakan, dan begitu keluar, udara malam menusuk kulitnya. Ujung barat Bianco Reale. Garasi mobil.

Deretan kendaraan mengkilap berbaris rapi. Rose memeriksa satu per satu, tangannya memutar gagang pintu__semuanya terkunci. Satu, dua, tiga… semua tak memberi harapan. Sampai ia tiba di sebuah SUV hitam yang pintunya terbuka sedikit.

Dari sudut mata, ia melihat Tuan Hose baru saja menutup bagasi, setelah memasukkan sesuatu yang dibungkus kain tebal. Langkahnya menjauh, sibuk memberi instruksi pada mekanik.

Rose mendekat, menahan napas. Dengan cepat, ia membuka bagasi dan menyelinap masuk. Bau kulit dan logam bercampur tipis dengan aroma bensin memenuhi hidungnya. Ia meringkuk, menutup rapat pintu bagasi. Ruang sempit itu membuat jantungnya berdebar lebih keras. Tak ada yang tahu ia di sini. Tidak Lucas. Tidak Hose. Tidak siapa pun.

Rose hanya bisa berharap, saat mobil ini bergerak, ia akan menemukan celah untuk keluar.

Disisi lain, Lucas masih dengan angannya, dan sedikit pusing, membuka matanya. Tatapan dingin itu kembali hidup. Mulutnya melengkung tipis__bukan senyum, melainkan kesadaran bahwa permainan ini baru saja dimulai.

Dengan gerakan cepat, ia bangkit, napasnya masih teratur. Langkah panjangnya menghantam marmer, memburu arah yang ditempuh Rose.

Di halaman dalam Bianco Reale, Hose dan beberapa anak buah yang sibuk mengangkut koper, mendongak, kaget melihat bos mereka datang terburu-buru.

“Bos? Ada apa?!” Hose memiringkan kepala, bingung melihat tatapan tajam itu.

Lucas tidak menjawab, matanya menyapu setiap sudut. Seperti pemburu yang kehilangan jejak buruannya.

Namun… tak ada. Rose lenyap.

Lucas kembali ke kamarnya dengan langkah cepat, rasa curiga merayap di dadanya. Saat pintu kamar terbuka, matanya langsung tertuju pada meja sudut… kosong.

DEGG!!

Buku usang, peninggalan ibunya__benda yang tak pernah ia biarkan disentuh siapa pun, kini hilang.

Rahangnya mengeras. “Rose…” gumamnya pelan, penuh ancaman.

**

Bersambung!

1
tutiana
baguss Thor,,,lanjut
Tt & 1g : Author Gazbiya: Siapp akak🔥
total 1 replies
tutiana
luar biasa
Tt & 1g : Author Gazbiya: Terima kasih atas bintangnya❤️😭, sehat-sehat orang baik🫶🏻
total 1 replies
Harry
Aku sudah kehabisan kata-kata untuk memuji karya ini, sungguh luar biasa.
Tt & 1g : Author Gazbiya: Terimakasih 🥹🫶🏻 Sehat-sehat akak…
total 1 replies
AkiraMay_
Amanat lah thor buat cerita yang mendebarkan dan sangat menarik ini. Aku tunggu kelanjutannya ya!
Tt & 1g : Author Gazbiya: Asiappp akakk🔥
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!