Kita tidak pernah tau bagaimana Tuhan akan menuntut langkah kita di dunia. Jodoh.. meskipun kita mati-matian menolaknya tapi jika Tuhan mengatakan bahwa dia yang akan mendampingimu, tidak akan mungkin kita terpisahkan.
Seperti halnya Batu dan Kertas, lembut dan keras. Tidaklah sesuatu menjadi keindahan tanpa kerjasama dan perjuangan meskipun berbeda arah dan tujuan.
KONFLIK, SKIP jika tidak sanggup membacanya..!!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Bojone_Batman, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
13. Cinta dalam diam.
Jena terus saja muntah. Papa Rinto cemas tapi beliau lebih banyak diam sedangkan Bang Shano terlihat sibuk merawat Jena di dalam kamar.
"Anakmu sedang apa, dek?" Tanya Papa Rinto pada Mama Dinar yang sedang mondar mandir di sekitar kamar.
"Ya lagi ngurusin istri, mau apalagi." Jawab Mama Dinar.
"Bisa???" Tanya Papa Rinto lagi.
"Nyatanya bisa tuh, sabar juga momong istri." Jawab Mama Dinar ketus karena suaminya seakan masih belum bisa bersikap lembut pada putra keduanya.
Papa Rinto kembali melirik ke dalam kamar. Memang nampak Bang Shano tengah mengurusi istrinya.
//
"Keluarkan semua, jangan di tahan." Kata Bang Shano sambil memijat tengkuk Jena.
Jena tidak bisa menjawabnya. Wajahnya pucat seakan mengutarakan betapa tersiksanya dirinya saat ini.
Jena hanya melihat banyaknya isi lambungnya dalam wadah dan suaminya itu sama sekali tidak merasa jijik mengurusnya.
Lama semakin lama hati Bang Shano menjadi tidak tega.
"Tidak apa-apa. Keluarkan semua..!!"
Akhirnya Jena benar-benar mengeluarkan isi perutnya. Setelah dirasa lega, Bang Shano merebahkannya kembali.
:
Papa Rinto melihat Bang Shano melamun dan merokok sendirian, ekor matanya menangkap hal tidak biasa saat ada jenis yang berbeda di tangannya tapi beliau tidak seberapa menggubrisnya.
"Bagaimana rasanya punya istri??"
"Ya begitulah, manis asam asin pahit berkumpul menjadi satu." Jawab Bang Shano.
Wajah Papa Rinto nampak datar saja melihat putra keduanya, entah mengapa putranya itu seakan tidak bisa seperti inginnya yang selalu membuat jantungnya tak karuan. Sejak dulu putranya itu memang selalu mengujinya.
"Kenapa kamu tidak bisa tegas mengambil sikap. Kalau tau istri tidak enak badan berilah pengertian, tidak usah ikut ke kantor. Jena sedang hamil anakmu..!!!!!" Tegur keras Papa Rinto.
Seperti biasa Bang Shano hanya diam dan hal itu membuat Papa Rinto seketika naik darah.
"Kapan kamu bisa bertindak benar, yang ada di perut Jena juga sebagian adalah nyawamu..!!"
Tak juga ada jawaban, emosi Papa Rinto meluap hingga akhirnya Papa Rinto menampar putranya.
"Jena itu perempuan, butuh di sayang..!!!! Jangan pernah mengabaikan perasaan perempuan apalagi sedang hamil muda..!!!!" Bentak Papa Rinto tak tahan lagi.
"Kang.. Cukup..!!!!!" Ayah Rakit mulai angkat bicara. Beliau yang saat ini menduduki jabatan panglima daerah segera menenangkan sahabatnya.
"Kau tau atau tidak, sejak dulu hanya dia yang membuatku sakit kepala. Kenapa dia tidak bisa seperti Rey yang membanggakan?? Sampai kapan anak ini akan membuat hatiku susah. Dia ini sudah cukup matang untuk membedakan hitam dan putih kehidupan." Jawab Papa Rinto berapi-api.
"Ku katakan apapun Papa juga tidak akan percaya. Bukankah aku ini hanya sampah dalam hidup Papa." Kata Bang Shano tenang.
Nyatanya jawaban Bang Shano tidak memuaskan Papa Rinto, dari sorot matanya ada sesuatu yang nampak berbeda.
"Kamu nge-bong???" Tebak Papa Rinto.
Melihat gelagat putra keduanya, Papa Rinto mencari apapun yang ia curigai di sekitar sakunya. Benar saja, ada rokok yang berbeda disana, ilegal dan pastinya haram.
"B*****tnya kau, Shanoooo..!!!! Sejak kapan kau konsumsi barang haram seperti ini???????" Papa Rinto yang murka seketika menghajar Bang Shano tanpa bisa di kendalikan.
Wajah dan sekujur tubuh Bang Shano hancur lebur di tangani Papanya sendiri.
Mendengar suara berisik, Jena keluar dari kamar dan setengah berlari menghampiri Bang Shano.
"Jangan pukuli Abang lagi..!! Tolong Paa.. Jangan..!!!!" Jerit Jena.
"Kamu jangan disana, Jena. Bahaya..!!!" Papa yang Rinto masih terbakar amarah segera menarik tangan Jena. "Biar Papa hukum laki-laki ini. Kalau Papa tidak selesaikan, dia hanya akan bisa mencelakai nyawamu..!!"
"Jena tau Papa sedang kecewa, Jena minta maaf, Pa. Tolong beri Abang kesempatan untuk memperbaiki diri. Sejauh ini, selama Abang menjadi suami Jena, tidak pernah sekalipun Abang menyakiti hati maupun fisik Jena......"
"Kamu tidak paham, ndhuk. Suamimu ini pecandu. Kalau tau dia seb*****t ini, Papa tidak akan menikahkan dia sama kamu." Jawab Papa Rinto geram.
Jena memeluk Bang Shano dan mengusap wajahnya. "Nggak apa-apa, biar Jena yang mengurusnya..!!"
Papa Rinto mengurut keningnya. "Darimana Shano bisa dapat barang haram ini?" Gumamnya.
.
.
.
.
Haaii kakak semua. Mohon maaf atas bab pendek dan waktu up yang tidak menentu. Persiapan Penerimaan murid baru membuat waktu Nara banyak tersita. Setelah ini Nara usahakan up normal kembali. Terima kasih banyak selalu ada bersama Nara. Jangan lupa ramaikan komentar di bab ya. 🥰
.
.
.
.
penyesalan datang belakangan