Hanya berjarak lima langkah dari rumah, Satya dan Sekar lebih sering jadi musuh bebuyutan daripada tetangga.
Satya—pemilik toko donat yang lebih akrab dipanggil Bang... Sat.
Dan Sekar—siswi SMA pecinta donat strawberry buatan Satya yang selalu berhasil merepotkan Satya
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Alfaira_13, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
13. Minggu
Matahari menunjukkan pesonanya dengan anggun pagi ini. Menciptakan kehangatan di kota. Membuat suasana tenang, seolah hal-hal baik akan terjadi sepanjang hari ini.
"Lo ikut juga naik sepeda!" ajak Satya kepada Rakha yang masih tergolek malas di atas sofa. Meski sudah siap dengan celana pendek dan kaus olahraga.
"Gua gak ada sepeda Bang," kata Rakha mencari alasan. Ia tahu, Satya akan menggunakan cara apa pun untuk membujuknya.
Satya meraih lengan Rakha, mencoba mengangkatnya dari singgasana nyamannya. "Punya gua, sepeda gua ada yang ukurannya lebih pas buat lo."
"Emang mau kemana sih?"
"Katanya mau ketemu Ibu," jawab Satya.
Rakha bangkit berkat tarikan Satya. Tenaganya kalah jauh jika dibandingkan dengan Satya. "Naik sepeda?"
"Iya, biasanya kita berdua ke makam naik sepeda setiap Minggu," jelas Satya singkat.
"Gua minta bonceng aja deh~" gerutu Rakha dengan nada memelas.
"Gak ada, lo harus ikut gowes juga bareng kita!"
"Bang satyaaaa... ayok berangkat!" teriak Sekar dari luar pagar. Ia mengenakan hoodie navy dan membiarkan rambutnya yang tak begitu panjang dibiarkan tergerai. Masih setengah basah. Ia malas duduk lama sambil menggunakan hair dryer untuk mengeringkan rambutnya.
"Ayok!" balas Satya dengan berteriak. Sambil menarik tangan Rakha dengan paksa.
Ketiganya berjongkok di depan makam Rinjani. Tak ada suara selain desir angin dan gesekan dedaunan kering. Satya menunduk dalam. Di dalam hatinya, ia mengucapkan doa—panjang, diam, tapi penuh. Doa yang berisi harapan-harapan kecil: agar hidupnya tetap kuat, agar Rakha baik-baik saja, agar Sekar tidak pernah kehilangan tawanya. Dan agar ibunya tahu… bahwa Satya tak pernah benar-benar sendiri. Ada Sekar yang sejak kecil selalu ia jaga. Dan sekarang, satu lagi tanggung jawabnya sebagai seorang Kakak.
Rakha berada di samping Satya, sesekali meliriknya. Ia tak tahu persis bagaimana cara Rinjani berusaha merawat Satya sebagai seorang Ibu tunggal. Tapi ia tahu, peran Rinjani di kehidupan kakak laki-lakinya sangat berarti. Terlihat dari bagaimana cara Satya memperlakukannya dengan baik. Padahal, bisa saja Satya menolak keberadaannya.
Beberapa menit berlalu dalam keheningan yang nyaman. Setelah menabur bunga dan membersihkan sedikit rumput liar di sekitar nisan, mereka bertiga berdiri kembali.
"Yuk! Kita sarapan dulu," ajak Satya pada keduanya.
Rakha berjalan paling belakang dengan langkah pelan. Menghela napas panjang, kemudian mengejar langkah Satya dan Sekar yang sudah berjalan jauh.
Mereka kembali ke sepeda masing-masing yang terparkir di bawah pohon rindang depan gerbang pemakaman. Matahari kini mulai naik lebih tinggi, menyebarkan sinarnya dengan hangat.
"Kita makan soto aja gimana?" Sekar menatap Satya penuh harap.
Satya menggeleng pelan, tak setuju dengan usulan Sekar. "Gua gak mau makan soto, lagi pengen makan ketoprak," katanya menolak.
"Ya lo makan ketoprak aja sendiri. Gua sama Rakha mau makan soto. Ya kan?"
Rakha yang tiba-tiba ditatap oleh kedua orang di depannya berdiri kaku. Sejujurnya ia tak terlalu peduli dengan menu sarapan, tapi melihat ekspresi keduanya, sebuah ide terlintas dipikirannya.
"Tapi gua maunya sarapan buatan lo," tunjuk Rakha pada Satya.
Satya menunjuk dirinya sendiri dengan tatapan bingung. "Kenapa jadi gua?"
"Biar adil." kemudian Rakha melajukan sepedanya lebih dulu, meninggalkan Sekar yang tertawa puas mengejek Satya. Dan Satya yang hanya bisa menghela napas pasrah berkat kelakuan dua adiknya. Tapi seperti biasa, ia tetap menyembunyikan gurat tipis bibirnya. Harus Satya akui, tanpa kehadiran mereka, hidupnya akan terasa sunyi.
Aroma bawang putih yang mulai ditumis memenuhi dapur di rumah Satya. Sekar berdiri dengan celemek biru polos di tubuhnya—sengaja ia ambil dari laci milik Satya. Satya berdiri di sampingnya, memecahkan telur satu per satu ke dalam mangkuk, sementara Rakha duduk di meja makan, mengayun-ayunkan kakinya sambil memandangi dua kakak angkatnya yang kini seperti pasangan di dapur.
Rakha memandanginya dengan senyum tipis. Ternyata seramai ini kehidupan Satya?. Pantas saja, Satya selalu terlihat baik-baik saja. Berbeda dengan dirinya, yang harus selalu merasa sepi. Bukan hanya karena Sakha yang terlalu sibuk bekerja, tapi juga karena ia tak punya banyak teman. Tetangga seperti Sekar? Ia bahkan tak mengenal satu pun tetangganya. Yang ia lakukan selama ini hanya sebatas sekolah dan kembali ke rumah.
"Nih, lo kocok telurnya Rak," perintah Satya, menyodorkan mangkuk. Memecah lamunannya.
Rakha bangkit, mengambil alih dengan serius. "Kalo gua salah ngocok, terus omeletnya gagal, jangan nyalahin gua ya. Soalnya gua gak bisa masak."
"Yang jelas, kalo gosong itu pasti salah Sekar," kata Satya santai sambil memotong sosis dan daun bawang di atas talenan.
"Enak aja! Salah lo kalo gagal!" protes Sekar sambil mendorong pelan Satya dengan siku.
Tak lama kemudian, omelet yang baru saja matang disajikan di atas piring. Di atasnya, saus pedas dibentuk seperti mata dan garis lengkung yang tidak rata membentuk senyuman.
"Gambar lo jelek Bang, harusnya gua aja yang buat mata sama mulutnya," komentar Sekar setelah menyusun piring di atas meja.
"Gak usah banyak bacot. Yang penting rasanya enak," balas Satya.
"Enak juga rasanya," komentar Sekar setelah suapan pertama. Ditambah sosis goreng dan juga nasi hangat.
Rakha hanya fokus pada makanannya, mengunyah perlahan, dan menikmatinya dalam diam. Tak berani berkomentar apa pun.
Satya menatap dua orang di hadapannya, satu penuh warna dan suara, satu lagi masih belajar adaptasi dengan suasana baru. Tapi pagi ini, dua-duanya membuat rumah kecilnya terasa lengkap. Tak sedikit pun Satya merasa terbebani atas kehadiran keduanya. Dan ia berharap, momen seperti ini akan selalu bertahan. Mengisi hari-harinya yang terkadang terlalu sepi tanpa sosok keluarga.
ditunggu next chapter ya kak😁
jangan lupa mampir dan ninggalin like dan komen sesuai apa yang di kasih ya biar kita sama-sama support✨🥺🙏
sekalian mampir juga.../Coffee//Coffee//Coffee/
Dikasih koma ya, Kak. Biar lebih enak bacanya. Semangat terus nulisnya!😉