NovelToon NovelToon
SAYAP PATAH MARIPOSA

SAYAP PATAH MARIPOSA

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama / Lari Saat Hamil
Popularitas:283
Nilai: 5
Nama Author: Essa Amalia Khairina

Seharusnya di bulan Juni, Arum tidak menampakkan dirinya demi mendapatkan kebahagiaan bersama seseorang yang di yakini bisa mengubah segala hidupnya menjadi lebih baik lagi. Nyatanya, sebelah sayapnya patah. Bukan lagi karena hujan yang terus mengguyurnya.

Sungguh, ia begitu tinggi untuk terbang, begitu jauh untuk menyentuhnya. Dan, begitu rapuh untuk memilikinya...

Langit.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Essa Amalia Khairina, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

MENCULIK ARUM

Sayang, aku lagi di jalan sekarang.

Begitu pesan singkat itu terbaca. Arum menarik garis bibirnya tersenyum saat mendapat kabar baik dari Langit.

Pesan itu muncul sederhana di layar ponsel, namun maknanya jauh melampaui sekadar kabar saat ia menjemput atau mengantarnya ke toko. Kalimat singkat itu telah menjadi penanda kehadiran—tentang kebiasaan kecil yang tumbuh perlahan di antara mereka.

Itu berarti Langit sedang menuju Arum, membawa waktu, perhatian, dan niat. Bukan hanya pada hari-hari sibuk, tapi juga di sela waktu libur yang mereka pilih untuk dihabiskan bersama.

Saat itu juga, tanpa banyak pikir, dengan kalimat yang seolah sudah terlatih tanpa harus berpikir, seolah meluncur begitu saja dari luar kepalanya, ketika Arum membalas pesan itu. Jemarinya bergerak cepat di layar ponsel, mengikuti debar yang hangat di dadanya—bukan ragu, melainkan antusias yang jujur.

Iya, Mas. Kamu hati-hati di jalan.

Arum menurunkan ponselnya perlahan, menaruhnya di atas meja dengan perlahan, seolah tak ingin suara sekecil apa pun mengganggu perasaan yang masih berdesir di dadanya. Jemarinya sempat terdiam sejenak, lalu ia bangkit dan melangkah menuju lemari pakaian.

Pintu lemari terbuka, memperlihatkan pakaiannya yang tergantung rapi. Arum menelusurinya satu per satu, ujung jarinya menyusuri kain-kain itu dengan gerakan pelan. Sesekali ia berhenti, menimbang, lalu menggesernya lagi—mencari bukan sekadar pakaian, melainkan sesuatu yang terasa tepat untuk hari ini.

Kemudian, tatapannya jatuh pada sebuah baju yang sederhana namun anggun. Arum menghela napas tipis, bibirnya melengkung samar.

Ia mulai menarik baju pilihannya dari gantungan, lalu menutup kembali pintu lemari. Ia berdiri sejenak di depan cermin, menatap bayangannya sendiri dengan sorot mata yang lembut namun penuh pertimbangan. Setelah itu, jemarinya mulai membuka kancing pakaian yang ia kenakan, satu per satu, dengan gerakan tenang. Lalu, ia menggantinya perlahan, membiarkan kain itu menyentuh kulitnya.

Arum merapikan tali gaun di bahunya yang setengah terbuka, lalu membenahi lipatan kecil yang terasa belum pas. Di depan cermin, ia kembali menatap dirinya. Kali ini, sedikit lebih lama, ia seakan memastikan segala sesuatunya berjalan sempurna, termasuk hari yang akan ia habiskan bersama Langit, kekasihnya.

Tak berhenti di situ, usai berganti, ia menghela napas ringan. Ada rasa siap yang mengendap di dadanya. Ia mengambil sisir, merapikan rambutnya seadanya.

Arum kemudian meraih bedak dari atas meja rias, membukanya dengan hati-hati, menepuk-nepukkan spons secara ringan, lalu mengusapnya ke wajah dengan sentuhan lembut. Taburan bedak tipis menyatu di kulitnya, tak berlebihan, hanya cukup untuk memberi kesan segar dan rapi.

Tok. Tok. Tok.

Arum tersentak, jemarinya yang masih menggenggam bedak refleks berhenti. Jantungnya berdegup sedikit lebih cepat, seolah ketukan itu memanggilnya kembali ke dunia luar. Ia menoleh ke arah pintu, napasnya tertahan sesaat, mencoba menenangkan diri.

"Sayang," Suara dari balik pintu menyusul, membuatnya menghela napas pelan. Ia segera menutup bedak, meletakkannya di meja rias, lalu keluar dari kamar dan melangkah mendekat ke pintu dengan langkah yang masih menyimpan sisa keterkejutan.

Arum kemudian membuka pintu itu lebar.

Di hadapannya, Langit berdiri seperti biasa—tegap namun santai. Senyumnya mengembang hangat, senyum yang selalu datang lebih dulu sebelum kata-kata. Sorot matanya jernih, menyimpan cahaya ramah yang seolah langsung menenangkan siapa pun yang menatapnya. Ada kesan akrab di sana, seakan kehadirannya tak pernah lagi benar-benar asing bagi Arum.

"Mas, kamu datang lebih cepat." Sapa Arum menyambut dengan perasaan lega.

Langit mengangguk. "Aku mau culik kamu!" Celetuknya, setengah membisik. Seolah takut rahasianya terdengar oleh dinding-dinding rumah.

Arum tertawa kecil. "Emangnya kamu mau culik aku kemana, Mas...?"

"Rahasia!"

"Mas!" Pekik Arum mendengus manja.

"Lagipula, culik kok bilang-bilang."

Tawanya pecah lebih lepas. Dengan gemas, Arum mencubit pelan perut Langit yang kokoh. Bukan cubitan sungguhan—lebih seperti sentuhan iseng yang menimbulkan rasa geli bercampur sedikit ngilu. Langit refleks menarik napas, tertawa tertahan sambil mundur setengah langkah.

“Sudah, hentikan!” Protes Langit sambil menahan tawa.

Arum hanya tersenyum puas, matanya berbinar. Di antara candaan ringan itu, ada kehangatan sederhana yang mengalir begitu alami di antara mereka. "Kita pergi sekarang?"

"Semangat banget." Ungkap Langit. "Gak sabar ya, pengen cepet aku culik?!"

"Mas Langiiit...!"

****

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!