NovelToon NovelToon
Chain Of Love In Rome

Chain Of Love In Rome

Status: sedang berlangsung
Genre:Mafia
Popularitas:938
Nilai: 5
Nama Author: De Veronica

Di bawah pesona abadi Kota Roma, tersembunyi dunia bawah yang dipimpin oleh Azey Denizer, seorang maestro mafia yang kejam dan tak tersentuh. Hidupnya adalah sebuah simfoni yang terdiri dari darah, kekuasaan, dan pengkhianatan.

Sampai suatu hari, langitnya disinari oleh Kim Taeri—seorang gadis pertukaran pelajar asal Korea yang kepolosannya menyilaukan bagaikan matahari. Bagi Azey, Taeri bukan sekadar wanita. Dia adalah sebuah mahakarya yang lugu, sebuah obsesi yang harus dimiliki, dijaga, dan dirantai selamanya dalam pelukannya.

Namun, cinta Azey bukanlah kisah dongeng. Itu adalah labirin gelap yang penuh dengan manipulasi, permainan psikologis, dan bahaya mematikan. Saat musuh-musuh bebuyutannya dari dunia bawah tanah dan masa kelam keluarganya sendiri mulai memburu Taeri, Azey harus memilih: apakah dia akan melepaskan mataharinya untuk menyelamatkannya, atau justru menguncinya lebih dalam dalam sangkar emasnya, meski itu akan menghancurkannya?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon De Veronica, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Senso di colpa

Pagi itu, Taeri meluncur ke kampus seperti biasa. Ia duduk di kursi penumpang, sambil goyangkan kakinya sementara Azey menyetir dengan tenang. Ketika mobil melintasi deretan kios kecil di tepi jalan, mata Taeri langsung terpaku pada seorang pedagang tua yang menjual gasparino.

"Tuan, berhenti! Sekarang!" pintanya dengan nada mendesak. "Aku mau beli. Ya ampun, sudah lama banget nggak makan gasparino... jeroan segarnya itu, uh, bikin ngiler!"

Azey hanya menoleh sekilas, tatapannya tanpa ekspresi. "Jangan lama-lama," sahutnya datar, lalu menghentikan mobil di pinggir jalan. Taeri sudah tidak sabar, langsung melompat keluar, langkahnya ringan namun tergesa-gesa, seolah takut pedagang itu menghilang dalam sekejap.

Sambil menunggu di dalam mobil, Azey mengeluarkan ponselnya. Ekspresinya berubah dingin, wajahnya mengeras seperti batu. Ia menekan satu nomor dengan gerakan cepat dan menempelkan ponsel ke telinga. "Leonardo," panggilnya datar, nada suaranya tanpa emosi. "Bagaimana operasi semalam? Apakah kalian berhasil mengambil berkas di mansion itu?"

Suara dari seberang terdengar gugup namun berusaha tenang. "Kami berhasil, Tuan," jawab Leonardo. "Isi berkasnya masih tersimpan rapi. Saya akan menunggu kedatangan Tuan ke markas untuk membukanya dan menganalisisnya."

Azey menyandarkan tubuh ke kursi, seringai tipis yang dingin muncul di sudut bibirnya. "Kerja bagus," pujinya singkat, namun ada nada mengancam yang tersembunyi di balik kata-katanya. "Pastikan operasi ini tidak tercium oleh media atau pemerintah. Jika sampai terjadi, kalian tahu konsekuensinya." Ia menutup sambungan telepon dengan kasar, matanya yang tajam kembali menatap ke arah luar jendela, mengamati Taeri yang sedang berbicara dengan pedagang itu.

Tak lama kemudian, Taeri kembali ke mobil sambil menenteng dua bungkus gasparino. Wajahnya berseri-seri, senyumnya merekah saat ia menyodorkan salah satunya pada Azey.

"Nih, buat kamu," ujarnya riang. "Biar perutmu nggak keroncongan. Kalau lapar, muka kamu tuh nyeremin kayak hyena kelaparan tahu nggak. Ntar yang ada aku yang dimakan." Taeri terkekeh geli.

Azey melirik bungkusan itu sekilas, lalu menghela napas pelan dengan ekspresi datar. Ia mengambil bungkusan yang diberikan Taeri dengan enggan dan meletakkannya di dasbor. " Aku tidak suka makanan ini," komentarnya datar. "Dan aku juga nggak se-rakus kamu, sayang. Semalam katanya mau diet, sekarang mulutmu nggak berhenti ngunyah."

Taeri menoleh cepat, menatap Azey dengan tatapan kesal yang kentara. "Mulut-mulut aku juga, kenapa Tuan yang Sewot?" omelnya dengan nada ketus. Ia meraih bungkus gasparino yang tadi diletakkan di dasbor dan meletakkan kembali di pangkuannya. "Kalau nggak mau makan, ya udah. Aku makan dua-duanya juga nggak bakal bikin kiamat. Emang siapa juga yang maksa?"

Azey hanya tersenyum tipis, ekspresinya tetap datar, membiarkan gadis itu terus mengomel kecil di sampingnya. Tanpa disadarinya, Taeri telah membawa warna baru dalam hidupnya yang monoton.

Ia kembali menyalakan mesin mobil dan melajukannya perlahan. Beberapa saat kemudian, suasana di antara mereka tenggelam dalam keheningan. Hanya suara mesin mobil yang memecah kesunyian sampai akhirnya mereka tiba di depan gerbang kampus.

Azey membuka pintu mobil, bersiap untuk turun. Taeri refleks meraih lengannya dengan sedikit panik. "Eh, Tuan mau ngapain turun segala? Aku bisa turun sendiri," katanya cepat, matanya bergerak gelisah melirik ke luar jendela. "Jangan bikin orang salah paham lagi kayak kemarin. Aku udah capek tau ngejawab pertanyaan fans berat Tuan yang pada kepo itu."

Azey tersenyum miring, tatapannya mengejek. Dengan gerakan pelan namun pasti, ia menarik pinggang Taeri hingga tubuh gadis itu menempel di dadanya. "Jadi, kamu takut orang salah paham..." bisiknya rendah, napasnya terasa menggelitik di dekat telinga Taeri. "Atau sebenarnya kamu takut kalau aku bakal cium kamu lagi, hmm?"

Taeri terperanjat, matanya membulat, bibirnya terbuka untuk membantah. "Nggak... bukan gitu..."

Namun, kata-katanya terhenti. Azey sudah lebih dulu menunduk, membungkamnya dengan ciuman yang dalam dan intens. "Mmmph..." erang Taeri tertahan. Ia mencoba mendorong dada pria itu, tapi genggaman Azey di pinggangnya justru semakin erat, membuatnya tidak bisa bergerak.

Jantungnya berdebar tak karuan, ketika Azey mulai menekan tengkuknya, kesadaran Taeri mulai kabur. Tanpa sadar, ia justru membalas ciuman itu. Azey dengan lihai menelusupkan lidahnya, membelit lidah Taeri, dan menariknya perlahan, membuat Taeri semakin kehilangan kendali.

Azey melepaskan ciumannya dengan tenang, lalu mengusap sisa saliva di bibir Taeri dengan ibu jarinya, gerakannya sensual dan provokatif. "Kamu sudah lihat sendiri, sayang," ujarnya pelan, nada suaranya lembut namun penuh kendali. "Nggak ada yang bisa kamu lakukan saat aku menginginkanmu. Kita bisa menyatu semudah ini... tanpa perlu paksaan."

Wajah Taeri memerah padam, emosinya berkecamuk antara marah dan malu. "Tuan benar-benar nggak punya malu! Ucapan Tuan seolah-olah aku yang menginginkan semua ini, padahal Tuan yang selalu mulai duluan!" Dengan gerakan cepat, tangannya terangkat dan menampar pipi Azey dengan keras, meninggalkan bekas merah yang jelas.

Tanpa menunggu reaksi dari Azey, Taeri membuka pintu mobil dan turun dengan tergesa-gesa. Langkahnya cepat dan penuh amarah saat ia berjalan menuju gerbang kampus, meninggalkan Azey yang masih duduk di dalam mobil dengan ekspresi yang sulit dibaca.

Kemarahanmu, Taeri… hanya akan membuatmu semakin terikat denganku. Batin Azey bergumam,

Lalu melanjukan mobilnya meninggalkan kampung taeri.

___________________________________

Di kelas, pikiran Taeri melayang jauh dari penjelasan dosen yang terpampang di papan tulis. Kejadian di mobil tadi terus berputar-putar di kepalanya seperti kaset rusak. Apa aku keterlaluan ya tadi...? batinnya. Menamparnya memang bukan hal yang seharusnya kulakukan, tapi... meskipun dia sudah merebut segalanya dariku, selama ini dia nggak pernah benar-benar menyakitiku secara fisik... Ia menggigit bibir bawahnya, merasa bersalah dan bimbang.

Yuna, yang duduk di sampingnya, akhirnya nggak tahan melihat ekspresi muram Taeri yang nggak berubah sejak tadi. "Tae, kamu kenapa sih?" tanyanya pelan. "Dari tadi bengong aja. Ada apa? Cerita dong, jangan dipendem sendiri gitu. Bikin khawatir tau nggak."

Taeri tersentak kaget, lalu buru-buru menoleh ke arah Yuna. "Eh, nggak kok, Yun, beneran nggak apa-apa," jawabnya cepat sambil berusaha tersenyum, meskipun senyumnya terlihat kaku dan dipaksakan. "Aku cuma lagi mikirin aja... nanti setelah lulus, apa aku bakal tetep di Roma atau pulang ke Korea. Soalnya kan di sini udah nggak ada lagi yang aku cari setelah gelar seni aku resmi di tangan." Ia berusaha meyakinkan Yuna dengan kata-katanya, berharap sahabatnya itu percaya.

Yuna menatap Taeri dengan tatapan menyelidik, kerutan samar terlihat di dahinya. "Beneran, Tae? Nggak ada sesuatu yang kamu sembunyiin dari aku?" tanyanya hati-hati, mencoba membaca ekspresi wajah sahabatnya itu untuk mencari tahu kebenaran yang tersembunyi.

Taeri terkekeh pelan, berusaha bersikap santai, lalu menepuk lengan Yuna dengan ujung jarinya, mencoba mengalihkan perhatian sahabatnya itu. "Udah deh, Yun, nggak usah mikir yang aneh-aneh," ujarnya mencoba bercanda, meskipun suaranya terdengar sedikit dibuat-buat. "Aku nggak kenapa-napa kok. Justru kamu tuh yang terlalu overthinking."

"Yuna, Taeri." Suara tegas dosen itu memecah keheningan kelas, menginterupsi percakapan mereka. "Kalau kalian berdua nggak tertarik untuk mengikuti pelajaran saya, sebaiknya keluar saja." Tatapannya tajam menusuk ke arah mereka, membuat beberapa mahasiswa lain menoleh dengan rasa ingin tahu.

Taeri langsung menegakkan tubuhnya di kursi, merasa bersalah. "Maaf, Miss," ucapnya cepat dengan nada menyesal sambil menundukkan kepala sebagai tanda hormat. "Tadi Yuna nanya sedikit tentang penjelasan soal nomor dua, jadi saya cuma bantu jelasin."

Dosen itu menatapnya dengan tatapan menyelidik selama beberapa detik, seolah menimbang-nimbang apakah ia mempercayai penjelasan Taeri atau tidak, sebelum akhirnya memutuskan untuk melanjutkan pelajarannya. Yuna hanya mendengus kecil di samping Taeri, merasa sedikit kesal karena namanya ikut terseret dalam masalah ini, padahal ia hanya ingin menanyakan keadaan sahabatnya.

1
Syafa Tazkia
good
Zamasu
Penuh emosi deh!
Shinn Asuka
Wow! 😲
Yori
Wow, nggak nyangka sehebat ini!
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!