tidak mudah bagi seorang gadis desa seperti Gemi, untuk menjadi seorang prajurit perempuan elit di kerajaan, tapi yang paling sulit adalah mempertahankan apa yang telah dia dapatkan dengan cara berdarah-darah, intrik, politik, kekuasaan mewarnai kehidupannya, bagaimana seorang Gemi bertahan dalam mencapai sebuah kemuliaan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon mbak lee, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kembali ke tanah Jawa
Setelah kepergian Kak Buat, beberapa bulan kemudian Kak Ayu juga kembali, aku mulai menjadi pengobat di wilayah itu, kebanyakan aku mengatasi sakit karena luka dan racun ular, beberapa kali terjadi bentrok di sekitar rumah kakek, karakter dari penduduk disini adalah tegas, dan karena ketgasan itu yang sering membuat gesekan dan kemudian terjadilah Carok, istilah yang dipakai warga untuk benturan kekuatan dengan memakai senjata sabit, pada usiaku ke tiga belas tahun kakek sudah mulai mengenali kemampuanku, aku sudah terbiasa berlatih beladiri bersama teman-teman di padepokan paman, dan pada tahun seorang guru perempuan di datangkan, guru ini bernama Nyai Sumangkar, Guru merupakan salah satu pendiri kerajaan, namun Guru tidak terlalu menyukai intrik dan politik istana dan memilih menyingkir kemudian mencari tempat yang jauh dari hiruk pikuk kota,
Guru sangat disiplin, hariku hampir tanpa waktu luang, pada awalnya aku sangat tersiksa dengan pengajaran guru, tapi pada akhirnya pola itu mulai terbiasa, dan tanpa kurasa aku hampir delapan tahun di madura.
pada umurku yang ke delapan belas aku sudah terkenal sebagai pengobat sedikit banyak aku bisa menghasilkan uang bagi diriku sendiri, memberikan kepada nenek dan para keponakan, aku jitu ketika memanah, lemparan pisauku tidak pernah meleset, ketahanan tubuhku bagus hampir sekuat anak lelaki, dan lebih dari itu semua tenaga dalam yang guru asah tidak pernah sia-sia.
" jangan terlalu bersinar, sekarang kau tahu apa yang selama ini ku katakan tentang hal ini, lihatlah siapa lelaki yang berani melamarnya, kau lihatlah sampai delapan belas tahun umurnya aku belum menerima satupun pinangan untuknya, ini sangat buruk " kata nenek suatu hari mengomeliku dan kakek bersamaan,
" apa yang kau kuatirkan, cucuku cantik, pintar dan tangkas, dia akan mendapat suami yang baik " kata kakek kepada istrinya, nenek mengerucutkan bibirnya
" jangan hanya bicara, datangkan saja padaku lelaki baik itu , aku hampir tidak punya muka " kata nenek lebih galak lagi, pada masa ini di umur enam belas tahun para gadis akan sudah dinikahkan, pinangan bahkan datang pada saat umur dua belas tahun, tentu saja nenek mulai gelisah.
" aku masih mau ikut mendaftar prajurit wanita, jangan mengancamku dengan pernikahan " kataku menanggapi
" jangan aneh-aneh " sergah nenek
aku mulai berpikir siapa yang akan jadi jodohku, beberapa orang sekitar tidak punya cukup keberanian untuk mendekatiku, selain karena kedudukan kakek yang cukup disegani, para murid paman juga begitu.
" sudahlah nek, bukankah semakin lama aku menikah semakin lama pula aku menemani nenek di rumah, kenapa nenek terburu-buru mengusirku dari rumah " kataku akhirnya sambil tersenyum manja kepadanya, nenek mendengus kesal sekali tampaknya.
" Apa kalian benar-benar mengharapkan pemuda itu ?" tanya nenek tiba-tiba dan aku tidak tahu pemuda mana yang nenek sedang bicarakan.
" Kau melantur, aku adalah orang paling anti dengan kerabat kerajaan, jangan sampai ada kerabat kita yang terjebak di dalamnya " kata kakek menyahuti nenek dengan cepat.
" syukurlah kau masih sadar tidak mabuk kepayang " kata nenek lagi, kakek terlihat berpikir keras, aku menyimak dan masih belum ada gambaran siapa pemuda yang mereka bicarakan, mungkinkah ada seseorang yang mendaftar untuk berbesan dengan kakek.
" aku akan menemui Ki Wariganta, harus ada pertunangan segera mungkin " kata kakek dengan tiba-tiba, aku dan nenek terkejut dengan kata kakek yang tiba-tiba.
" kakek tidak bermaksud menyuruh atau memaksa orang menikahiku kan kek ?" tanyaku dengan pelan, aku melihat raut muka kakek yang tiba-tiba menjadi cemas.
" ikutlah denganku, ada yang hendak kubicarakan " kata kakek mengajak nenek untuk menghindariku, apa yang sebenarnya mereka resahkan, kalau hanya mencari suami tidak perlu setergesa itu kan? sepertinya kakek sedang mencemaskan hal yang lain.
Guru pada akhirnya mengantarku untuk mengikuti ujian masuk pasukan wanita, malam sebelum berangkat nenek menangis mencoba menghalangiku, meraung cukuo keras bahkan menggulung-gulungkan tubuhnya di tanah, seakan aku hendak mati saja, tapi tekat dihatiku tidak bisa padam begitu saja.
" kalau kau pergi aku akan membenturkan kepala ke tembok , lihatlah bagaimana pamanmu tidak pernah pulang lagi bahkan mungkin kalau aku matipun dia tidak akan pulang untuk menguburkanku , bagaimana ada anak perempuan yang begitu, apa kau tidak kasihan padaku yang tua renta ini " ancam nenek sambil memelas, tapi aku tahu nenek hanya mengancam, tidak akan berani nenek membenturkan kepalanya sungguh-sungguh.
" dia akan pulang, kau jangan drama lagi " kata kakek, aku tahu sebenarnya nenek terlanjur nyaman dan sayang bersamaku, tapi hatiku tidak mampu menahan keinginan ini,
" biarkan aku mencobanya, kali ini saja nek, aku akan puas ketika aku sudah mencoba " rayuku sambil ikut berada di tanah bersama dengan nenek, aku bersandar dan memasang muka sedih
" nenek membuatku menjadi sedih" kataku lagi, aku mencoba sekuat tenaga mengeluarkan air mata, padahal aku ingin tertawa melihat tingkah laku nenek, kami saling terdiam untuk beberapa lama.
" Pergilah, tapi kau harus segera kembali, aku akan memohon kepada Gusti agar kau tidak berhasil " kata nenek sambil pergi meninggalkanku, kemudian membuang muka kepada Guru dan kakek, malam itu nenek merajuk dan aku menemaninya tidur untuk membuat lelucon.
kakek memberi kami bekal yang cukup, dua kuda yang tidak terlalu besar kami tunggangi, kecil atau besar tetap saja ini kuda, dan harganya juga mahal, sebelum berangkat nenek menyelipkan beberapa keping lagi uang untuk dijalan, aku tidak menolaknya hanya mencium pipinya sekilas sambil tersenyum.
" aku cinta kau nek " kataku
" segera berangkat dan segera pulang, jangan banyak bicara " katanya masih dengan logat yang ketus.
berdua dengan guru aku berangkat ke barat, menyeberang dan kembali menginjakan kaki di Jawa, perjalanan mulus sampai di daerah Tuban, setelah ini kami harus keselatan melewati hutan Jati yang lumayan luas,
" kita akan menginap disini, baru besok pagi melintasi hutan itu " kata guru
" Baik guru" kataku patuh, ini pertama kali aku keluar dari rumah, aku menikmati perjalanan ini, apapun hasilnya aku ingin yang terbaik, dan setelah ini aku juga berencana untuk mengunjungi keluargaku di lereng pegunungan arjuno sebentar saja.
" kalian mau menyeberang ?" Tanya Paman pemilik kedai tempat kami makan,
" betul kak, kami hendak ke kotaraja, apakah ada rombongan lain yang bisa pergi bersama kami " Tanya guru
" ya aku melihat pedati seorang pedagang kain yang akan menyebrang, kalian bisa bertanya apakah bisa kalian bergabung, kadangkala para orang kaya seringkali tidak mau diikuti " paman pemilik kedai menjelaskan, guru mengangguk, makan berupa lodeh nangka muda dan tempe kukus, dan minuman wedang jahe disajikan.
" aku mencium bau aneh " kataku berbisik ketika hendak meminum jahe hangat gula merah itu, sebagai orang yang biasa bergelut dengan obat, indra penciumanku tidak mampu dibohongi.
" menurutmu ?" Tanya guru dengan suara berbisik
" aku mengira ada bahan daun soar dan akar kijang ungu " kataku menebak
" Apa yang terjadi kalau kita meminumnya " Tanya guru lagi
" dalam waktu dekat tubuh kita akan lumpuh sementara " aku mencoba mengakibatkan keadaan.
" ya sudah jangan minum, tapi nampaknya orang ini adalah orang tidak baik, sebaiknya kita lebih berhati-hati" kata guru lagi, aku mengangguk mengerti.