Amanda Zwetta harus terjebak ke dalam rencana jahat sahabatnya sendiri-Luna. Amanda dituduh sudah membunuh mantan kekasihnya sendiri hingga tewas. Amanda yang saat itu merasa panik dan takut terpaksa harus melarikan diri karena bagaimana pun semua itu bukanlah kesalahannya, ia tidak ingin semua orang menganggapnya sebagai seorang pembunuh. Apalagi seseorang yang dibunuh itu adalah pria yang pernah mengisi hari-hari nya selama lima tahun. Alvaro Dewayne Wilson seorang CEO yang terkenal sangat angkuh di negaranya harus mengalami nasib yang kurang baik saat melakukan perjalanan bisnisnya karena ia harus berhadapan dengan seorang gadis yang baru ia temui yaitu Amanda. Amanda meminta Alvaro untuk membantunya bersembunyi dari orang-orang yang sudah berbuat jahat kepadanya. Akankah Alvaro membantu Amanda? Atau justru Alvaro akan membiarkan Amanda begitu saja?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Syifafkryh, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
TIDAK ADA YANG JATUH CINTA
Dennis benar-benar berusaha untuk menahan tawanya saat mendengar pertanyaan Amanda barusan. Ia tidak ingin Amanda tersinggung karena dirinya mentertawakannya.
"Ya betul, Nona." Jawab Dennis menahan tawanya saat melihat ekspresi wajah Amanda yang terlihat dari kaca mobil.
"Oh astaga ... Bagaimana ini? Habislah aku jika orang-orang tahu aku menumpang di rumah Alvaro. Pantas saja Alvaro tidak ingin media mengetahui bahwa dia pergi bersamaku. Aku kan hanya wanita asing yang menumpang tinggal dirumahnya." Gumam Amanda.
Dennis bisa mendengar apa yang diucapkan oleh Amanda barusan. "Nona jangan khawatir, selama Nona bersama Tuan, Nona akan baik-baik saja. Sebenarnya Tuan Alvaro adalah orang yang baik, Nona. Hanya saja kejadian di masa lalu membuatnya menjadi sosok yang seperti sekarang. Dan penyebab dari perubahan sikap Tuan Alvaro adalah karena mantan kekasihnya-Nona Devina." Ucap Dennis tanpa sadar telah menceritakan kehidupan pribadi Alvaro yang sangat dilarang untuk diceritakan kepada siapapun.
Amanda pun langsung terdiam setelah mendengar ucapan Dennis barusan. Sekarang Amanda tahu bahwa Alvaro sebenarnya adalah orang yang baik. Hanya saja terkadang pria itu bersikap menyebalkan.
"Nona ... Aku mohon jangan pernah membahas tentang Nona Devina kepada Tuan Alvaro." Ucap Dennis.
"Kenapa, Dennis?" Tanya Amanda penasaran.
"Nanti Tuan akan marah besar. Terlebih lagi kepadaku karena aku sudah sangat lancang menceritakan kehidupan pribadinya kepada Nona." Jawab Dennis.
"Baiklah, Dennis. Kau jangan khawatir. Aku tidak akan mengatakan apapun kepada Alvaro." Ucap Amanda.
"Terima kasih, Nona." Ucap Dennis.
Amanda hanya tersenyum menanggapi ucapan Dennis.
****
Dua minggu berlalu ...
Sudah dua minggu lebih Amanda tinggal di rumah Alvaro. Dan selama itu pula Amanda selalu bersabar dengan sikap Alvaro yang suka berubah. Terkadang pria itu bersikap baik kepadanya. Terkadang juga pria itu bersikap menyebalkan.
Walaupun begitu, Amanda sudah terbiasa dengan perubahan sikap Alvaro. Selama tinggal di rumah Alvaro, Amanda tidak hanya diam saja. Ia selalu membantu para pelayan mengerjakan pekerjaan rumah. Karena ia sadar, di rumah ini dia bukan siapa-siapa. Dia hanya menumpang tinggal di rumah Alvaro.
Seperti saat ini, Amanda baru saja selesai membereskan ruang tamu. Baru saja ia duduk, tiba-tiba ada yang mengetuk pintu rumah Alvaro.
"Biar aku saja, Mery." Ucap Amanda saat melihat Mery hendak membuka pintu.
"Tapi, Nona ... "
"Sudah tidak apa, biar aku saja." Ucap Amanda lembut.
Amanda pun langsung membukakan pintu dan hal pertama yang ia lihat adalah kehadiran seorang wanita yang Amanda tidak kenal sama sekali.
"Mery--" Ucapan wanita itu terhenti saat melihat wanita asing yang saat ini membukakan pintu untuknya.
"Siapa kau? Kenapa kau ada di mansion Alvaro?" Tanya wanita tersebut kepada Amanda.
"Anna."
Tiba-tiba saja suara Mery terdengar. Amanda langsung menoleh ke belakang. Pandangannya mengikuti kemana Mery berjalan.
"Mery." Panggil wanita itu sambil tersenyum ke arah Mery.
"Anna ... Ini benar dirimu? Kau sudah pulang, sayang?" Tanya Mery sambil menangkup wajah wanita asing itu.
Amanda yang menyaksikan hal itu pun hanya diam saja karena ia tidak tahu apa-apa.
"Aku pulang karena kebetulan aku sedang libur kuliah." Jawab wanita yang bernama Anna itu.
"Mery ... Siapa wanita ini?" Tanya Anna.
"Oh ya ... Dia adalah Amanda--teman kakak-mu. Dan Amanda ... Dia adalah Brianna-Adik dari Tuan Alvaro." Ucap Mery.
"Halo ... Aku Brianna. Kau bisa memanggilku Anna." Sapa Brianna sambil memberikan senyumannya.
"Halo, Anna. Aku Amanda." Balas Amanda sambil tersenyum.
"Ayo kita masuk ke dalam, Nona." Ajak Mery.
Mereka pun segera berjalan menuju ruang keluarga.
"Anna ... Kau mau minum apa?" Tanya Mery.
"Nanti saja, Mery. Aku bisa mengambilnya sendiri." Ucap Brianna.
"Baiklah, kalau begitu saya akan kembali ke dapur." Ucap Mery.
Setelah itu, Mery segera pergi menuju dapur untuk menyiapkan makan malam. Sementara Amanda dan Brianna, mereka berdua memilih untuk berbincang-bincang.
"Sejak kapan kau mengenal Alvaro? Kurasa aku baru melihatmu." Tanya Brianna penasaran.
"Sebenarnya aku baru mengenal kakak-mu dua minggu yang lalu." Jawab Amanda jujur.
"Jadi kau baru mengenal kakak-ku? Bagaimana bisa kau mengenalnya? Karena yang aku tahu, kakak-ku tidak semudah itu berkenalan dengan wanita mana pun." Tanya Brianna.
Amanda sempat berpikir apakah dirinya harus menceritakan apa yang sebenarnya terjadi kepada Brianna? Ia baru mengenal wanita itu, jadi tidak semudah itu ia menceritakan apa yang terjadi kepadanya walaupun wanita itu adalah adik dari Alvaro.
Baru saja Amanda akan mengeluarkan suaranya, tiba-tiba saja suara Alvaro menyelamatkannya.
"Sedang apa kau disini?" Tanya Alvaro dengan raut wajah datarnya.
"Varo!!" Teriak Brianna saat melihat kehadiran Alvaro.
Brianna langsung beranjak berdiri dan langsung berlari memeluk Alvaro. "Aku merindukanmu."
Alvaro langsung membalas pelukan adiknya itu. "Sedang apa kau disini, Anna? Bukankah aku mengatakan jika kau ingin ke rumahku, kau harus meminta izinku terlebih dahulu?" Ucap Alvaro.
"Ayolah, Varo. Aku ini adikmu, masa aku harus meminta izin terlebih dahulu jika ingin menemui kakak-ku sendiri?" Ucap Brianna.
"Kau tahu aku seperti apa." Balas Alvaro.
"Ya, aku tahu. Kau tidak semudah itu membiarkan wanita mana pun masuk ke dalam rumah-mu sekalipun itu adik atau sepupumu sendiri." Ucap Brianna.
Amanda yang hanya diam saja pun berniat untuk pergi menghampiri Mery.
"Maaf ... Sebaiknya aku membantu Mery menyiapkan makan malam." Ucap Amanda.
Alvaro langsung menatap Amanda dan melihat wanita itu berlalu pergi. Brianna terus menatap kakak-nya itu. Perlahan senyum di wajahnya terbit saat melihat kakaknya terus memperhatikan Amanda.
"Sepertinya kakak-ku sedang jatuh cinta." Ucap Brianna sambil menampilkan senyum jahilnya.
Mendengar ucapan Brianna barusan langsung membuat Alvaro menatap adik perempuannya itu.
"Tidak ada yang jatuh cinta." Ucap Alvaro.
"Benarkah begitu?" Tanya Brianna sengaja menggoda Alvaro.
"Jangan berbicara sembarangan." Jawab Alvaro tanpa menatap adiknya itu.
"Lalu kenapa tadi kau terus memperhatikannya?" Tanya Brianna.
"Aku tidak memperhatikan siapa pun." Jawab Alvaro.
"Jangan berbohong, Varo. Jelas-jelas aku melihatmu terus memperhatikan Amanda. Apakah kau menyukainya?" Tanya Brianna.
"Sebaiknya kau pulang saja." Ucap Alvaro sambil berlalu pergi.
Brianna langsung mengikuti Alvaro. "Jika aku pulang, aku akan menceritakan semuanya kepada Daddy. Aku akan mengatakan bahwa kau sudah memiliki pengganti Devina." Ucap Brianna.
Alvaro langsung menghentikan langkahnya secara tiba-tiba, membuat Brianna menubruk bagian punggung Alvaro.
"Aduhh."
"Jangan mengatakan apapun tentang Amanda kepada Daddy." Ucap Alvaro sambil berbalik untuk menghadap adiknya.
"Tidak semudah itu, Varo." Ucap Brianna santai.
"Kau mau apa?" Tanya Alvaro.
"Ceritakan kepadaku siapa Amanda dan bagaimana bisa kau mengenalnya." Jawab Amanda.
"Ke ruang kerjaku sekarang. Aku akan menceritakannya kepadamu." Ucap Alvaro sambil berlalu pergi menuju ruang kerjanya.
Brianna langsung mengikuti kakak-nya itu karena ia sudah tidak sabar ingin mendengarkan cerita Alvaro.
Sementara Amanda, wanita itu sedang berada di dapur membantu para pelayan menyiapkan makan malam.
"Seharusnya Nona bersama Tuan Alvaro dan Brianna." Ucap Mery.
"Aku tidak ingin mengganggu adik kakak itu, Mery." Ucap Amanda sambil tersenyum.
"Oh ya ... Alvaro itu berapa bersaudara? Aku kira dia tidak memiliki seorang adik perempuan. Karena aku tidak pernah melihat ada foto keluarganya di pajang di rumah ini." Ucap Amanda.
"Tuan Alvaro memiliki dua orang adik. Satu laki-laki dan satu lagi perempuan. Brianna sedang melanjutkan kuliahnya di Jerman. Sementara Tuan Joe-adik Tuan Alvaro sedang mengurus perusahaan Tuan Dominic di Hongkong. Di rumah ini memang tidak ada foto keluarga yang di pajang. Tetapi Tuan Alvaro memajangnya di dalam kamarnya." Jelas Mery.
Amanda pun hanya menganggukkan kepalanya tanda ia mengerti. Setelah itu, ia kembali melanjutkan acara masaknya bersama para pelayan.
Di dalam ruang kerja Alvaro, Brianna terus menanyakan tentang siapa Amanda kepada Alvaro.
"Varo ... Cepat ceritakan atau aku akan memberitahu Daddy." Ancam Brianna.
"Baiklah, aku akan menceritakan semuanya." Ucap Alvaro.
Kemudian Alvaro mulai menceritakan awal pertemuannya dengan Amanda hingga wanita itu bisa tinggal di rumahnya.
"Wahh ... Rupanya kakak-ku yang angkuh sudah berubah. Dia menolong wanita yang sedang kesulitan. Bahkan Varo-ku ini mengizinkan wanita itu tinggal di rumahnya padahal sebelumnya dia tidak pernah mengizinkan wanita mana pun berkunjung ke rumah nya termasuk adiknya sendiri." Ucap Brianna dengan tatapan yang sulit Alvaro artikan.
"Aku hanya membantunya. Itu saja. Dan kau harus melarat ucapanmu tadi. Aku selalu mengizinkanmu untuk datang kemari." Ucap Alvaro.
"Ya, terserah kau saja. Oh ya, Jika kau mulai mencintainya juga tidak apa-apa, Varo. Aku senang, itu artinya kau sudah bisa melupakan Devina." Balas Brianna.
Tidak Edward, tidak adiknya. Mereka seperti meragukan bahwa aku sudah melupakan wanita sialan itu. Batin Alvaro.
"Sepertinya Amanda gadis yang baik. Dia pantas bersanding denganmu." Ucap Brianna.
"Sudah aku katakan--"
"Ya, aku tahu. Aku hanya mengingatkan saja, Varo. Jangan sampai kau terlambat menyadari perasaanmu itu. Mungkin sekarang kau terus mengatakan bahwa kau tidak menyukainya, tetapi kau sendiri tidak tahu dengan apa yang hatimu rasakan. Jadi coba pahami lagi hatimu dengan baik." Ucap Brianna memotong ucapan Alvaro.
Alvaro langsung terdiam memikirkan ucapan adiknya barusan. Selama dua minggu ini memang Alvaro sudah mulai terbiasa dengan kehadiran Amanda di rumahnya. Terkadang dia juga bersikap baik kepada wanita itu. Tetapi di saat pikirannya memikirkan mengenai semua wanita sama saja seperti Devina, membuat Alvaro kembali bersikap dingin kepada Amanda.
Tetapi selama dua minggu ini Alvaro jadi mengetahui semua kebiasaan Amanda. Terkadang di saat dirinya sedang bekerja, Alvaro menyempatkan untuk memantau Amanda dari cctv yang terhubung di ponselnya.
Dan entah Alvaro sadari atau tidak, dirinya selalu tersenyum jika memikirkan Amanda.
"Hei ... Kau melamun?" Pertanyaan Brianna membuat Alvaro tersadar dari lamunannya.
Alvaro langsung tersadar dari lamunannya saat mendengar suara Adiknya itu. "Tidak." Jawab Alvaro.
"Benar--"
Tok! Tok!
Belum sempat Brianna menyelesaikan ucapannya, tiba-tiba terdengar suara ketukan pintu. Dan tak lama, muncul-lah Amanda.
"Makan malam sudah siap." Ucap Amanda sambil memberikan seyuman nya.
Jantung Alvaro langsung berdegup kencang saat melihat senyuman yang akhir-akhir ini sering sekali ia lihat di wajah Amanda. Senyuman yang membuat hatinya menghangat.
"Baiklah, Amanda. Sebentar lagi aku dan kakak-ku akan ke meja makan. Terima kasih karena sudah memberi tahu." Ucap Brianna membalas senyuman Amanda.
"Sama-sama, Anna." Ucap Amanda sambil berlalu pergi menuju meja makan.
Setelah Amanda pergi, Brianna langsung mengajak Alvaro untuk segera pergi menuju meja makan karena takut Amanda menunggu.
Saat Alvaro dan Brianna tiba di meja makan, mereka melihat Amanda sedang menghidangkan makanan di atas meja makan.
"Duduklah." Ucap Amanda saat melihat Alvaro dan Brianna sudah tiba.
Amanda langsung mengambilkan piring dan mengisikan makanan ke piring itu untuk Alvaro.
"Itu untuk siapa, Amanda?" Tanya Brianna.
"Ini untuk kakak-mu, Anna." Jawab Amanda lembut.
"Astaga ... Sejak kapan kau jadi manja seperti ini, Varo? Biasanya kau selalu mengambil makananmu sendiri." Ucap Brianna sambil tertawa.
"Dia tidak mau makan jika aku tidak mengambilkannya." Gerutu Amanda.
Brianna semakin tertawa terbahak-bahak saat mendengar ucapan Amanda barusan. Sementara Alvaro, pria itu merasa sedikit malu dan juga kesal disaat mendengar ucapan Amanda dan adiknya itu.
"Diam." Ucap Alvaro.
Brianna dan Amanda langsung terdiam saat mendengar ucapan Alvaro barusan. Mereka akhirnya makan dengan tenang. Sesekali Amanda melirik Alvaro yang masih terlihat kesal karena ucapannya tadi.
Setelah makan malam selesai, Brianna memutuskan untuk pamit pulang.
"Biar Dennis yang mengantarmu." Ucap Alvaro.
"Tidak perlu, Varo. Aku bawa mobil sendiri." Balas Brianna.
"Ya sudah, Amanda aku pulang dulu. Kau harus extra sabar untuk menakluk-kan hati kakak-ku." Ucap Brianna kepada Amanda.
Amanda langsung membelalak-kan matanya saat mendengar ucapan Brianna barusan. Sementara Alvaro, pria itu langsung menatap tajam adiknya itu.
Setelah itu, Brianna segera bergegas pergi sebelum kakak-nya itu marah. Alvaro segera masuk ke dalam rumah, diikuti oleh Amanda yang berada di belakangnya.
"Alvaro tunggu." Ucap Amanda.
Alvaro langsung menghentikan langkahnya tanpa berniat berbalik untuk menatap Amanda.
"Aku minta maaf atas ucapanku tadi di meja makan." Ucap Amanda.
Tanpa membalas ucapan Amanda, Alvaro langsung berjalan menuju kamarnya yang berada di lantai dua.
"Huffft ... "
Amanda pun hanya bisa diam saat tidak mendapatkan respon dari Alvaro. Ia pun memutuskan untuk pergi ke kamarnya.
Di dalam kamar, tiba-tiba saja Amanda memikirkan bagaimana nasibnya ke depan. Apakah Luna akan menemukannya? Apakah semua orang akan menganggapnya seorang pembunuh? Apakah Alvaro dan Edward tidak mau membantunya lagi, jika mereka mengetahui semuanya?
"Ayah ... Ibu ... Andai ada kalian disini. Aku merindukan kalian." Gumam Amanda.
Jika di luar kamar, Amanda selalu bersikap seolah-olah dirinya baik-baik saja. Tetapi jika sudah berada di dalam kamar, Amanda terkadang suka menangis jika mengingat bagaimana kehidupannya saat ini. Ia sebenarnya tidak ingin menyusahkan orang lain seperti ini. Tapi mau bagaimana lagi, keadaan yang memaksanya melakukan semua ini.
"Ayah ... Ibu ... Aku ingin bersama kalian saja." Ucap Amanda di sela tangisnya.
Saat sedang menangis, tiba-tiba saja ada cicak jatuh tepat di bagian kaki Amanda. Melihat itu Amanda langsung berteriak dan melompat dari tempat tidurnya.
"Huaaaaa!! Cicak!!"
*****
To be continue ...