Seorang wanita miskin bernama Kirana secara tidak sengaja mengandung anak dari Tuan Muda Alvaro, pria tampan, dingin, dan pewaris keluarga konglomerat yang kejam dan sudah memiliki tunangan.
Peristiwa itu terjadi saat Kirana dipaksa menggantikan posisi anak majikannya dalam sebuah pesta elite yang berujung tragedi. Kirana pun dibuang, dihina, dan dianggap wanita murahan.
Namun, takdir berkata lain. Saat Alvaro mengetahui Kirana mengandung anaknya. Keduanya pun menikah di atas kertas surat perjanjian.
Apa yang akan terjadi kepada Kirana selanjutnya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon rafizqi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 12 – Ikutlah Bersamaku
Bram menatap Kirana penuh tekad.
“Kirana, aku mohon… ikut aku. Kita bisa pergi jauh. Aku nggak peduli siapa pun yang mencoba menghentikan kita.”
Kirana menggeleng cepat, suaranya lirih namun tegas, “Tidak, Bram. Kamu nggak tahu apa yang kamu hadapi. Alvaro bukan orang yang bisa kamu lawan. Aku nggak mau kamu terluka karena aku.”
Bram mengeraskan rahangnya, melangkah maju, memegang lembut kedua tangan Kirana untuk meyakinkannya.
“Kirana! Aku sanggup menanggung apa pun. Aku nggak rela kamu terus menderita di sini. Aku—”
Suara Bram mendadak tertahan. Bram menghentikan ucapannya, sedangkan Kirana menoleh dengan wajah pucat. Sementara Suara langkah sepatu menggema dari ujung lorong dan semakin mendekat. Suasana seketika membeku. Tak lama, Dari ujung lorong, Alvaro berjalan mendekat dengan tatapan tajam.
Alvaro berkata dengan nada rendah, namun menusuk, “Menarik sekali. Sepertinya ada yang berani menyentuh milikku.” ucapnya. Kedua matanya menatap tajam ke arah tangan Kirana yang digenggam oleh Bram.
Bram berbalik menatap Alvaro, menantang.
“Kirana bukan milikmu, Alvaro! Dia berhak menentukan hidupnya sendiri!”
Alvaro tersenyum miring, sinis, “Lucu sekali mendengarnya darimu, adikku. Kau pikir dunia ini seadil itu? Kau pikir dia bisa keluar dari sini hanya karena kau mau?”
Kata-kata itu seakan seperti sebuah peringatan untuk Kirana. Untuk apa dia berada di rumah ini dan kenapa.
Kirana memotong dengan suara bergetar, “Cukup! Jangan bertengkar… aku tidak mau kalian berdua saling menyakiti.”
Alvaro menatap Kirana, matanya tajam, “Kau membelanya?” tuduh Alvaro. ia Melangkah maju ke depan Kirana.
Kirana menunduk, air matanya jatuh, “Aku hanya tidak ingin ada darah yang tertumpah karena aku.”
Bram melangkah maju, berdiri di depan Kirana seolah melindunginya, “Kalau kau menyakitinya lagi, Alvaro, aku tidak akan diam. Aku tidak peduli kau siapa. Aku tidak peduli kalau kau adalah kakakku”
Alvaro berhenti di hadapan mereka, suaranya dingin seperti pisau, “Kalau begitu, bersiaplah. Karena aku tidak pernah melepaskan apa yang sudah jadi milikku… meski kau sendiri yang harus aku hancurkan, Bram.”
Suasana kian menegang. Alvaro dan Bram saling menantang. Kirana terjebak di antara dua pria: satu yang ingin menyelamatkannya, dan satu lagi yang tidak akan pernah melepaskannya.
Ketegangan nyaris meledak saat Bram dan Alvaro berhadapan. Namun tiba-tiba suara langkah cepat terdengar, diiringi nada suara lembut namun penuh rasa ingin tahu.
Clarissa muncul dari arah lain, matanya bergantian menatap mereka.
“Alvaro? Bram? Kirana? Ada apa di sini? Kenapa suasananya seperti ini?” tanyanya penasaran.
Bram terdiam, dadanya naik turun menahan amarah. Kirana menunduk, tak sanggup menatap siapa pun. Sementara Alvaro hanya menoleh sekilas pada Clarissa, ekspresi dinginnya tak berubah.
“Bukan urusanmu, Clarissa.” jawab Alvaro datar, namun sarat emosi.
Clarissa terdiam. Menatap Alvaro dengan hati penuh tanya "Kenapa Alvaro seemosi ini?"
Kemudian Alvaro melangkah mendekat ke arah Kirana. Dengan gerakan kasar tapi tegas, ia meraih tangan Kirana dan menariknya pergi. Kirana tersentak, tubuhnya hampir kehilangan keseimbangan.
“Alvaro… lepaskan, kau menyakitiku.” lirih Kirana yang merasakan sakit di tangannya.
Alvaro semakin menarik Kirana. mendekat ke telinganya, dan berbisik tajam, “Diam. Kau akan ikut denganku, mau atau pun tidak.” ucapan itu seakan perintah tanpa protes untuk Kirana.
Clarissa berdiri terpaku, menatap adegan itu dengan mata membesar. Ia ingin bicara, ingin bertanya lebih jauh, namun kata-katanya seakan tercekat di tenggorokannya. Pandangannya mengikuti Alvaro yang menyeret Kirana menjauh, meninggalkan Bram yang mengepalkan tangan dengan wajah penuh murka.
Bram membentak, suaranya pecah oleh emosi, “Alvaro! Jangan perlakukan dia seperti tahanan!” teriaknya.
Alvaro tidak menoleh sedikit pun. Langkahnya mantap, genggamannya semakin erat di pergelangan tangan Kirana, menandakan amarah yang membara. Clarissa hanya bisa terdiam, dadanya sesak oleh sesuatu yang tidak bisa ia jelaskan—antara cemburu, bingung, dan takut.
Lorong itu kembali hening. Hanya tersisa Bram yang berdiri sendiri, napasnya terengah, sementara Clarissa menatapnya dengan wajah kaku. Untuk pertama kalinya, ia menyadari… ada sesuatu yang lebih dalam dari sekadar pernikahan Alvaro dengan Kirana. Bahkan scandal tentang Bram dan Kirana yang belum ia ketahui.
Didalam hatinya, Clarissa bertanya-tanya, apa yang sebenarnya terjadi antara mereka bertiga.
.
.
.
Bersambung.