Seorang wanita muda bernama Lydia dipaksa menikah dengan mafia kejam dan misterius, Luis Figo, setelah kakaknya menolak perjodohan itu. Semua orang mengira Lydia hanyalah gadis lemah lembut, penurut, dan polos, sehingga cocok dijadikan tumbal. Namun di balik wajah manis dan tutur katanya yang halus, Lydia menyimpan sisi gelap: ia adalah seorang ahli bela diri, peretas jenius, dan terbiasa memainkan senjata.
Di hari pernikahan, Luis Figo hanya menuntaskan akad lalu meninggalkan istrinya di sebuah rumah mewah, penuh pengawal dan pelayan. Tidak ada kasih sayang, hanya dinginnya status. Salah satu pelayan cantik yang terobsesi dengan Luis mulai menindas Lydia, menganggap sang nyonya hanyalah penghalang.
Namun, dunia tidak tahu siapa sebenarnya Lydia. Ia bisa menjadi wanita penurut di siang hari, tapi di malam hari menjelma sosok yang menakutkan. Saat rahasia itu perlahan terbongkar, hubungan antara Lydia dan luis yang bertopeng pun mulai berubah. Siapa sebenarnya pria di balik topeng
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon inda, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 29
Hanya seminggu setelah rapat besar itu, laboratorium pribadi Lydia di perusahaan farmasi miliknya, tampak lebih hidup dari biasanya. Aroma ramuan herbal bercampur dengan bahan kimia modern memenuhi udara. Beberapa tabung kaca berisi cairan berwarna kehijauan berderet rapi di meja panjang.
Ruisa, dengan jas lab putih yang sedikit kusut, berdiri sambil mencatat sesuatu di buku catatannya. Sesekali ia menghela napas panjang karena harus menahan mulutnya yang gatal untuk menyindir Rafael, yang berdiri tak jauh darinya dengan sikap seperti penjaga patung.
“Rafael,” Ruisa membuka suara tanpa menoleh, “kau tahu tidak, berdiri tegak selama tiga jam tanpa gerakan sama sekali itu tidak membuatmu terlihat keren. Itu hanya membuatmu tampak… kaku seperti pintu lemari besi.”
Rafael hanya mengerling sekilas, lalu kembali memalingkan wajah. “Aku tidak di sini untuk terlihat keren. Tugasku memastikan keamanan.”
Ruisa mendengus, menuliskan sesuatu dengan cepat. “Keamanan? Dari apa? Dari cairan ramuan yang bisa meledak? Kalau iya, sebaiknya kau belajar pakai jas lab, bukan jas hitam seperti mau pergi ke pemakaman.”
Luis yang baru masuk ke ruang laboratorium hampir tak bisa menahan tawanya. Pria itu berdiri di depan pintu, menyandarkan tubuhnya pada kusen, dan menyaksikan pertengkaran kecil itu dengan senyum samar.
Namun yang paling menyita perhatiannya tetaplah sosok Lydia.
Wanita itu mengenakan gaun sederhana berwarna putih gading, rambutnya digelung setengah, wajahnya serius memandangi tabung cairan di tangannya. Di bawah lampu neon, kulitnya tampak bercahaya, tatapan matanya penuh konsentrasi.
“Luis,” suara Lydia akhirnya terdengar lembut, memecah kesunyian yang aneh. Ia meletakkan tabung ke wadah pendingin, lalu menoleh dengan senyum kecil. “Hari ini waktunya mencoba versi final. Jika benar… luka di wajahmu akan benar-benar hilang.”
Luis berjalan mendekat, langkahnya tenang tapi hatinya berdebar. Selama bertahun-tahun, wajah itu ia sembunyikan di balik topeng besi hitam. Bukan hanya untuk menutupi luka bakar yang meninggalkan bekas mengerikan, tapi juga untuk melindungi dirinya dari rasa hina yang selalu menghantuinya.
“Apakah kau yakin, Lydia?” suaranya serak, nyaris seperti bisikan.
Lydia mengangguk mantap. “Aku tidak pernah lebih yakin dari ini. Luka itu memang parah, tapi kulitmu masih bisa beregenerasi. Aku hanya membantu mempercepatnya.”
Rafael melirik sebentar ke arah Luis, lalu kembali ke Ruisa. “Apa benar obat ini aman?”
Ruisa mendongak cepat, alisnya terangkat. “Tentu saja aman. Aku yang menyusun setengah formulanya. Kau pikir aku akan membiarkan bosmu mati keracunan hanya karena ramuan salah dosis?”
“Bukan itu maksudku—”
“Sudahlah,” potong Ruisa cepat. “Kalau kau takut, keluar saja. Biarkan aku dan nyonyaku yang bekerja.”
Rafael mengepalkan rahang, tapi tetap diam.
Luis duduk di kursi khusus yang sudah disiapkan. Lydia mendekat, tangannya gemetar sedikit saat memegang botol kecil berisi cairan bening dengan kilau kehijauan. Aroma lembut seperti mint menyebar dari cairan itu.
“Luis…” panggil Lydia lirih, menatap mata pria itu dari dekat. “Apapun hasilnya nanti, jangan takut. Aku di sini.”
Pria itu terdiam beberapa detik, lalu mengangguk perlahan. “Aku percaya padamu.”
Itu kali pertama Luis benar-benar mengatakan kata-kata itu dengan nada penuh kepercayaan.
Lydia menuangkan ramuan ke kapas steril, lalu dengan lembut menempelkan cairan itu ke sisi wajah Luis yang tertutup luka lama. Bekas luka yang biasanya kasar dan kemerahan, kini terkena cairan yang memberikan sensasi dingin. Luis menahan napas, matanya terpejam.
Detik pertama, rasanya seperti terbakar. Namun setelah itu, sensasi hangat menyebar, lalu dingin yang menenangkan. Luka yang selama ini ia anggap abadi perlahan terasa berbeda, seakan kulitnya hidup kembali.
Ruisa yang memperhatikan layar monitor yang menampilkan grafik hasil sensor dari kulit Luis berteriak pelan. “Astaga… nyonyaku! Regenerasi selnya melonjak drastis! Ini… ini luar biasa!”
Rafael menoleh cepat, matanya sedikit membesar. “Apa maksudmu?”
“Luka bakar separah itu biasanya butuh operasi bertahun-tahun, bahkan hasilnya pun tak pernah sempurna,” jelas Ruisa cepat. “Tapi sekarang… lihat sendiri. Sel-selnya merespon ramuan ini seolah dia punya kulit baru.”
Luis membuka matanya perlahan. Ia menyentuh wajahnya dengan gemetar. Bekas luka yang biasanya menegang kini terasa lebih lembut.
“Cermin…” suaranya nyaris patah. “Berikan aku cermin.”
Lydia meraih cermin bulat besar dan mengarahkannya ke wajah Luis. Saat pria itu menatap pantulan dirinya, ia terdiam lama sekali.
Wajah yang selama ini ia sembunyikan di balik topeng… kini kembali. Kulitnya halus, tak ada bekas merah ataupun retakan kulit terbakar. Mata tajamnya terlihat lebih jelas, garis rahangnya kembali sempurna. Ia tampak… seperti dirinya dulu.
Luis menjatuhkan cermin ke meja, tangannya bergetar. “Ini… mustahil…”
Lydia tersenyum tipis, air matanya mengambang. “Bukan mustahil. Kau hanya butuh percaya.”
Pria itu berdiri, melangkah mundur seakan takut dengan pantulan dirinya sendiri. Seluruh tubuhnya gemetar, bukan karena sakit, melainkan karena bahagia yang begitu besar.
Untuk pertama kalinya dalam hidupnya setelah sekian lama… ia merasa bebas dari beban.
Tanpa sadar, Luis meraih tangan Lydia. “Aku… aku tidak tahu harus berkata apa. Lydia… kau…” suaranya serak, penuh emosi.
Lydia hanya tersenyum, menggenggam tangannya balik. “Kau tidak perlu berkata apa-apa. Cukup jalani hidupmu dengan wajah yang baru. Itu lebih dari cukup bagiku.”
Ruisa menoleh, pura-pura tidak peduli tapi senyum tipis terlukis di wajahnya. Rafael, di sisi lain, menundukkan kepala sedikit, seolah ikut lega.
Hari itu, sebuah babak baru dimulai. Luis Figo, sang mafia bertopeng yang terkenal kejam, akhirnya menanggalkan penutup wajahnya. Dan semua itu berkat satu wanita yang dulu ia abaikan, tapi kini menjadi pusat dunia dan alasan hidupnya.
Dan Lydia tahu, apa yang ia lakukan bukan sekadar mengobati luka luar, melainkan juga luka di hati pria itu. Luka yang akan perlahan sembuh… bersamanya.
Bersambung
🤣🤣🤣🤣
ttp smngt dn d tnggu crta yg lainnya....
smngtttt....😘😘😘
jd ingt dlu pas luis msh kaku,glirn istrinya hmil mlah dia jd lebay....skrng pun mkin posesif aja sm ank2nya....
kira2 thn dpn ultah mreka temanya apa y????kn luis bkln ikutan jg pke kstum ky mreka....🤣🤣🤣
Slmt buat smuanya.....lega krn twins udh hdir d dnia....ga sbr nunggu mreka bkln mrip spa,misterius ky ortnya kah????
thor
Smngtt kk...