NovelToon NovelToon
Amor

Amor

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintamanis / Keluarga / Misteri Kasus yang Tak Terpecahkan / Bullying dan Balas Dendam / Balas dendam pengganti / Dark Romance
Popularitas:1.1k
Nilai: 5
Nama Author: Jonjuwi

Asila Ayu Tahara. Perempuan yang tiba-tiba dituduh membunuh keluarganya, kata penyidik ini adalah perbuatan dendam ia sendiri karna sering di kucilkan oleh keluarganya . Apa benar? Ikut Hara mencari tahu siapa sih yang bunuh keluarga nya.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Jonjuwi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Senja yang hangat

Hara mendongak menatap jam dinding yang berada di atas pintu ruang interogasi, waktu sudah menunjukkan pukul 05.15 pagi ia masih belum bisa bebas karna masih dalam penyelidikan.

Matanya mulai kabur karna mengantuk sedari malam tidak tidur, apalagi tubuhnya yang bau dan lengket itu sama sekali belum dibersihkan.

Hakim membuka pintu dan terdiam sejenak di sana tanpa masuk atau keluar.

Hara sontak ikut menatap Hakim, Hakim mendekat lalu meraih lengan Hara

“Ayo kita pulang, kamu udah boleh pulang.”

Hara menatap Hakim dengan tatapan sendu nya, namun dengan begitu ia berdiri dan berjalan perlahan. Keluar dari ruangan yang temaram dan menemukan cahaya yang lebih terang lagi itu membuat matanya terpejam.

“K-kak?”

Hakim menoleh tanpa menjawab

“A-aku pulang ke rumah Dewi aja”

“Dewi bilang dia nyusul Papa dan Mama nya keluar kota, dia berangkat dianter Paman kamu.” jawab Hakim yang masih menuntun Hara

Hara melepaskan dirinya dari Hakim, sedikit menjauhkan tubuhnya

“Dia gak titipin kunci?”

Hakim menggeleng

“Kalo aku disini aja boleh gak?”

“A-aku gak bisa pulang.” lanjutnya

Hakim menatap heran pada Hara, yang merasa ditatap itu juga ikut menatap Hakim yang penuh pertanyaan.

Hakim benar-benar kasihan dengan gadis dihadapannya, apalagi setelah Pamannya bilang bahwa ia adalah anak yang banyak menderita. Hakim tau itu, Hakim sadar akan kesakitan yang disembunyikan gadis itu.

Fakta yang belum terungkap, orang tua Hakim adalah seorang dokter.

Ayah nya adalah dokter spesialis jantung, sedangkan Ibu nya adalah ahli psikologis.

“Mau ke rumah saya aja gak?”

Hara menatap Hakim yang baru saja berkata dengan enteng

“E-eh, maksud saya ada orang tu-”

“Mau Kak!!” jawab Hara dengan cepat

Hakim sempat melihat Hara dengan gemas sebenarnya, ia berkata seperti anak kecil yang menginginkan sesuatu hingga memasang wajah yang berbinar.

“Kebetulan saya ambil libur hari ini, jadi mau pulang dulu.”

Hakim dan Hara melanjutkan jalannya ke arah parkiran menuju mobil Hakim.

“Rumah saya lumayan, jadi kalo ngantuk tidur aja jangan sungkan” ucap Hakim yang sudah terduduk di kursi kemudi

“Jadi Kakak kalo pulang jauh?”

Entah mengapa rasanya nada bicara Hara kini lebih santai, dan lebih lucu.

“Kalo buat tidur sehari-hari kadang di kantor, kadang ke kontrakan Alves”

“Kak Kala juga?”

Hakim menoleh sebentar lalu kembali melihat jalanan

“Sejak kapan kamu panggil dia ‘Kak’?”

“Siapa?”

“Kamu panggil Kala dengan sebutan ‘Kak’.”

“Loh, emang gak boleh?”

“Dia tua, gak cocok. Panggil ‘Pak’ aja”

“Dia lebih tua dari Kakak?”

Hakim mengangguk ribut, sebenarnya Kala dan Alves seumuran dengan nya. Sama-sama 25 tahun.

“Oh, dia keliatan mudah tau. Ternyata udah tua”

Hakim tersenyum licik, merasa rencana nya berhasil.

“Kak, maaf ya kalo mobil nya bau”

“E-eh nggak kok.”

Hara mengendus-endus bau tubuhnya yang penuh bau kopi bercampur keringat dari kemarin karna ia tak sempat mandi.

“Kak, dirumah Kakak banyakan nggak?”

Oh sungguh, kenapa hati Hakim sangat berdegup kencang saat ini. Perutnya geli seperti banyak kupu-kupu, entah ada apa

“Ada Ayah sama Ibu, kalo Adik saya diluar kota”

“Jahat nggak?” lugu sekali nada Hara

“Nggak Hara, mereka baik.”

Hakim refleks mengelus pelan pucuk kepala Hara, Hakim merasakan telapak nya menyentuh rambut yang lengket menyatu satu sama lain ia tak jorok sama sekali.

Kali ini Hara yang merasakan jantungnya berdegup kencang, merasakan geli yang sama di perut dan dada nya.

Seketika Hakim tersadar ia langsung menjauhkan tangan nya, dan Hara memalingkan wajahnya menatap kaca di sebelah kirinya.

Butuh dua jam untuk sampai ke rumah Hakim, namun Hara terlelap di perjalanan karna kantuknya yang sangat besar. Ia terlelap dengan tenang meski mobil sudah berhenti, Hakim yang melihat pemandangan itu menatap hangat rasanya Hara tenang sekali dalam tidurnya.

Hakim turun duluan sebelum membangunkan Hara ia menghampiri Ayah dan Ibu nya yang sedang duduk di gazebo kecil depan rumahnya.

“Ya ampun anak bujang ini kaya yang lupa punya orang tua” ucap sang Ibu saat Hakim berhasil memeluknya

“Maaf ya Ibu, Hakim sibuk nangkep penjahat” kekeh nya

Ia bergiliran memeluk Ayahnya

“Aman Nak?”

Hakim mengangguk dengan hangat, lalu ikut terduduk di tengah-tengah mereka dan memegang lengan keduanya.

“Ayah, Ibu, Hakim bawa seseorang kali ini.”

“Tapiii…” Hakim melanjutkan bicaranya saat kedua orang itu seperti akan senang

“Dia bukan pacar atau apapun itu yang ada di pikiran Ayah Ibu”

“Calon ya?” ejek Ibu nya

“Ibu. Hakim serius sekarang, soal nya anaknya bukan yang suka di becandain”

Ayah dan Ibu nya kini lebih serius saat nada bicara Hakim yang juga kepalang serius.

“Nama nya Tahara, tapi Hakim suka panggil Hara. Dan, anak nya dingin, ketus, acuh pokoknya cuek deh. Tapiiii, dibalik itu Hakim yakin dia bukan anak yang kaya gitu karna Hakim udah rasain sendiri bedanya.”

“Kali ini Hakim minta tolong sama Ayah dan Ibu untuk baik-baik ke Hara, Hakim ngerasa…”

Mereka menunggu Hakim melanjutkan bicaranya yang terpotong

“Hakim rasa juga ada yang salah dalam diri Hara, Hakim minta tolong agar Ibu bantu Hara. Tapi, tolong jangan terlalu menonjolkan kita iba atau mau bantu dia karna kayaknya dia gak akan nyaman.”

Ayah dan Ibu nya sontak merasa kasihan, ia mengangguk kepada Hakim yang masih tersenyum.

Hakim beranjak menuju mobil lagi, sedangkan Ayah dan Ibu masuk ke dalam rumah seolah Hakim dan Hara baru saja datang.

Hakim membuka pintu di sisi Hara

“Hara?”

“Sudah sampai”

Hara menggeliat dalam tidur nya, memilih kembali memejamkan matanya nya yang berat

“Sudah sampai rumah saya”

Kini Hara membuka matanya, dan menetralkan pandanganya.

Mata nya disuguhkan pemandangan sawah yang luas di sekelilingnya, ia mengerjapkan matanya berkali-kali seolah tak percaya dimana ia sekarang

“K-kak?”

Hakim hanya menaikkan alisnya sambil terus menatap Hara dari luar mobil

“Kita sampe?”

Hakim mengangguk dan menggeser tubuhnya agar Hara bisa melihat di belakang Hakim ada sebuah rumah.

“Itu rumah orang tua saya.” tunjuk Hakim

Hara melangkahkan kakinya keluar, merasakan kerikil yang menusuk telapak kakinya. Membuat ia sedikit terkejut dan terhuyung ke arah Hakim

Hakim dengan sigap menahan tubuh Hara

“Okay?” tanya Hakim

Hara mengangguk sambil menatap Hakim, lalu ia melangkah bersama Hakim menuju rumah yang tadi ditunjuk Hakim.

Namun langkahnya terhenti membuat Hakim juga ikut berhenti dan bertanya

“Aku malu.”

Hakim tersenyum lalu melepas jaketnya dan mengalungkan nya di kepala Hara untuk ia barangkali mau menutupi wajahnya. Hara yang mendapat jaket itu lalu menutup wajahnya, lalu ia meraih kelingking Hakim untuk di genggamnya.

Hakim merasa senang saat merasakan genggaman Hara sangat erat di kelingkingnya. Lalu berjalan menuju rumahnya.

“Ayah, Ibu! Hakim pulang!”

Tak lama pintu itu terbuka menampakkan seorang wanita dan lelaki paruh baya

“Anakku! Udah lama ini gak pulang ya ampun” ucap sang Ibu

Mereka bergantian memeluk Hakim menumpahkan rasa rindu orang tua ke anak nya, namun sayang sekali Hara tak pernah merasakannya sekali pun.

“Eh, bawa siapa ini Nak?” tanya Ibu Hakim

“Ayah, Ibu, kenalin ini temen Hakim namanya Hara.”

Hara membuka jaket yang dari tadi menutupi kepalanya, ia mengelap telapak tangan dan mengulurkan nya.

“Ha-hara.”

Ayah dan Ibu nya tersenyum, lalu Ibu Hakim melangkah lebih dekat kepada Hara yang membuat Hara terpejam takut dalam tundukkan nya.

Ibu Hakim meraih Hara kedalam pelukannya.

Hara tak salah, ia merasakan pelukan Ibu Hakim sangat erat sambil mengelus lembut punggungnya.

“Ibu baru tau kalo Hakim punya temen perempuan, cantik lagi. Siapa tadi namanya? Hara?”

Hara mengangguk dalam pelukan Ibu Hakim.

‘Oh, inikah yang dirasakan anak-anak yang lain. Jadi begini pelukan seorang Ibu’

Hara meneteskan air matanya, sambil terpejam. Hakim dan Ayahnya menyaksikan itu sedikit terharu, tangan Hara seketika terangkat ia mau memeluk Ibu Hakim dengan sama eratnya.

“Peluk sayang, peluk Ibu nya. Ibu nya juga mau di peluk Hara.”

Hara memantapkan gerakan ia melabuhkan tangannya untuk memeluk seorang Ibu pertama kali nya dalam hidup, ia semakin terisak.

Setelah pemandangan haru itu mereka masuk ke rumah Hakim. Hara yang masih berjalan dibelakang Hakim sambil memegang kelingking yang tertua

“Hara suka makan apa? Sementara kalian mandi, Ibu mau masak dulu buat makan”

Hara menarik kelingking Hakim agar ia mendekat, Hakim dengan peka mendekat lebih dekat ke Hara

“Mau makan apa?” tanya Hakim dengan lembut dan sangat lembut

“K-kak?”

“Hmm?”

Hara menggeleng

“Gak apa-apa, kamu boleh minta apapun sama Ibu saya”

“M-mau…”

Hakim menunggu sambil memperhatikan Hara dengan hangat

“Gimana Ibu Kakak aja.”

“Kamu gak ada makanan kesukaan? Jangan takut, Ibu saya pasti akan masakin apapun yang kamu mau”

Hara terdiam, meragu untuk meminta sesuatu

Hakim tau kalau Hara takut, dan tidak enak. Ia mengelus rambut Hara lembut lagi sambil berkata

“Kamu aman disini, minta apapun yang kamu mau sama Ayah dan Ibu saya. Mereka juga Ayah dan Ibu kamu”

Hara merasa sangat tenang saat perlakuan dan tutur kata Hakim yang lembut barusan.

“Kakak?”

“Iya?”

Hakim menghentikan gerakannya, lalu kembali menatap mata Hara yang sudah lebih dulu menatapnya

“Aku boleh minta dibuatin mie goreng spesial?”

“Hanya mie goreng?”

Hara mengangguk lucu, gemas sekali batin Hakim.

“Ibu, Hara lagi mau makan mie goreng spesial. Tolong buatin yang enak ya captain chef!” ucap Hakim dengan gaya menghormat

Hakim dan Hara membilas dirinya masing-masing dan setelahnya kembali ke meja makan untuk makan bersama, meskipun canggung tapi Hara melahap habis mie goreng spesial yang ia minta tadi. Entah karna memang lapar, atau ia tengah senang karna bisa merasakan rasanya makan di meja keluarga.

Setelah ia menghabiskan makannya kini Hara terduduk di ruang tamu menatap rumah yang sangat rapih dan tenang, ia melihat foto yang terpajang di dinding yang mana tak absen dari wajah Hakim dan satu anak laki-laki yang Hara pikir mungkin ini adik Hakim.

“Hara!”

Hara menoleh pada Hakim yang siap dengan alat pancing di gendongannya.

“Ayo ikut mancing!”

Hara beranjak dan meraih kelingking Hakim lagi dan lagi, namun kali ini Hara terkejut karna Hakim malah menarik tangannya hingga Hakim menggenggam telapak tangan Hara.

“Kamu boleh minta pegangan saya kapan aja, kelingking ini gak akan sanggup kalo harus pegangin kamu sendirian jadi harus bawa temen nya kaya gini. Jadi, kalo kamu mau pegangan ke saya ya gini aja.” Hakim berucap sambil tersenyum dan mengangkat lengan yang menggenggam lengan Hara

Hara tersenyum dan kini mengikuti langkah Hakim yang menuju ke sawah

“Jauh ya Kak?”

“Emmm, gak juga sih. Bentar lagi juga sampe, tuh dari sini keliatan Ayah sama Ibu udah duluan”

“Di foto-foto tadi itu Kakak sama Adik ya?”

“Iya, Hara”

“Namanya siapa?”

“Namanya Erlang, dia udah kerja di luar kota dan kalo pulang sebulan sekali.”

Hara mengangguk sambil terus memperhatikan jalanan sawah yang kecil itu, genggaman lengannya tak sedikitpun Hara lepaskan

“Kakak, tiap pulang selalu mancing?”

“Engga, Hara”

“Terus sekarang karna Kakak mau, jadi Kakak mancing?”

“Iya”

Perjalanan itu membuat Hakim senang bukan kepalang, karna Hara benar-benar cerewet dan itu membuat Hakim senang.

“Eh, sini sayang. Duduk deket ibu, kita nonton aja Hakim dan Ayah nya mancing.” Ibu menepuk-nepuk sisi sebelahnya mempersilahkan Hara duduk

Sedangkan Hara menatap Hakim, menunggu lelaki itu juga menyuruhnya. Hakim tersenyum pada Hara lalu mengangguk

“Gak apa-apa, saya disana ya.”

Hakim menunjuk tempat tak jauh dari Ayahnya. Lalu melangkahkan kaki menuju tempat yang tadi ia tunjuk

“Kakak!” suara panggilan itu kecil tapi Hakim mendengarnya

Hakim berbalik, lalu menaikkan alisnya bertanya ada apa. Hara dengan gerakan ragu melayangkan tangan yang sudah menunjuk ke arah atas kepalanya.

Hakim terkekeh dan berlari kecil menghampiri Hara lagi, lalu mengelus rambut itu dengan lembut

“It’s okay Hara, saya gak jauh kok. Kamu duduk disana ya?”

Hara mengulum senyumnya lalu mengangguk berjalan menuju Ibu Hakim yang sedari tadi tersenyum hangat melihat pemandangan tersebut.

Hara terduduk sambil mengibaskan rambutnya yang terurai, melihat Hara yang kepanasan Ibu Hakim mengambil karet kecil berwarna-warni dari tas nya.

“Ibu kuncir boleh?”

Hara menoleh, melihat Ibu Hakim yang menunjukkan satu kotak karet rambut berwarna lengkap dengan beberapa jepitan kecil. Ia menatap Ibu Hakim dengan sedih, ia ingin sekali benar-benar seingin itu.

Hara mengangguk antusias, dan duduk di hadapan Ibu Hakim

“Ibu?”

“Hmm?”

“Disini nya mau di kepang, terus dikuncir kuda boleh nggak?”

“Boleh dong sayang!”

Kali ini Hara menikmati menjemput senja dengan pemandangan Hakim dan sang Ayah tengah memancing dan Ibu Hakim yang mendandani rambutnya sambil bercerita soal Hakim dan Erlang saat kecil.

1
Ulla Hullasoh
keluarga yang kejam..... apa hara itu anak tiri?
lin
wah seru nih lanjutkan thorr jangan lupa buat mampir
Ryohei Sasagawa
Thor, ceritanya seru banget! Aku suka banget sama karakternya.
Jonjuwi: Kakaaa makasi banyak, trs dukung aku yaa🥺❤️
total 1 replies
Nadeshiko Gamez
Terperangkap dalam cerita ini.
Jonjuwi: Makasih kaaa udah mampir, dukung aku trs yaa🥺❤️
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!