NovelToon NovelToon
Usia Bukan Masalah

Usia Bukan Masalah

Status: sedang berlangsung
Genre:Beda Usia / Tante
Popularitas:220
Nilai: 5
Nama Author: abbylu

"Dia, seorang wanita yang bercerai berusia 40 tahun...
Dia, seorang bintang rock berusia 26 tahun...
Cinta ini seharusnya tidak terjadi,
Namun hal itu membuat keduanya rela melawan seluruh dunia."

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon abbylu, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Episode 12

Akhir pekan datang lebih cepat dari yang Madeline harapkan.

Kecemasan telah mencuri tidurnya selama beberapa hari terakhir, dan meskipun ia sudah mengulang-ulang ratusan kali dalam pikirannya apa yang akan ia katakan pada putrinya, kini saat sedang mengemudi menuju perkemahan, semua kata-kata itu terasa menguap dari benaknya.

Perjalanan terasa begitu panjang. Tangannya berkeringat di atas setir, dan setiap kali ia membayangkan ekspresi Valentina saat membaca berita-berita utama, perutnya terasa mual.

“Siapa wanita misterius yang berhasil merebut hati Liam Reed?”

“Ibu cerai dan penggemar nekat menaklukkan idola remaja.”

Internet tidak mengenal ampun. Terlebih kepada wanita yang berani melawan norma.

Saat tiba di perkemahan, seorang wanita dengan senyum lebar

—penyelenggara, menurut lencana namanya— menyambutnya dengan antusias.

"Madeline!" serunya, hampir bersemangat. "Sungguh kehormatan bisa bertemu langsung! Dan izinkan aku untuk berkata… kamu pahlawan buatku."

Madeline berkedip, bingung.

"Maaf?"

"Ya, pahlawan!" ulang wanita itu, menurunkan suaranya sambil mendekat. "Aku juga janda cerai, dan… yah, soal jalan dengan pria lebih muda. Kamu menginspirasiku buat berhenti bohong soal umur di profil dating apps. Sumpah. Teman-temanku juga ngefans berat. Berani banget kamu sama cowok se-tenar Liam Reed… salut!"

Madeline tak tahu harus berkata apa. Ia tersenyum, lebih karena refleks daripada niat, sementara pipinya mulai memanas.

"Terima kasih... kurasa."

"Tenang aja! Di sini kami semua mendukungmu," lanjut wanita itu sambil mengarahkannya ke jalur di antara pepohonan dan pondok-pondok kecil. "Yuk, kamu bisa tunggu di area itu, di bawah gazebo. Aku akan panggil Valentina."

Madeline mengangguk berterima kasih. Ia berjalan menuju gazebo kayu yang dihiasi tanaman rambat dan lentera kertas yang bergantung lembut. Ia duduk di salah satu bangku, memandangi danau di kejauhan, mencoba bernapas dalam-dalam. Jarinya mengetuk-ngetuk lutut dengan gugup. Tak lama kemudian ia mendengar langkah kaki.

Saat melihat Valentina datang, jantungnya berdebar kencang.

Putrinya mengenakan celana pendek denim dan kaus kamp, rambutnya dikepang menyilang ke bahu. Tapi bukan pakaiannya yang membuat Madeline tercekat, melainkan ekspresi wajahnya: bukan marah, bukan sedih. Tapi kecewa.

Valentina berjalan pelan, tak menatap ibunya langsung hingga akhirnya berdiri tepat di depannya.

"Halo, Ma," ujar Valentina sambil menyilangkan tangan.

Madeline langsung berdiri.

"Hai, sayang," dia mencoba tersenyum. "Terima kasih sudah datang."

"Kupikir kalau Ibu sampai datang ke sini, pasti penting."

Ketegangan di antara keduanya begitu pekat sampai rasanya sulit bernafas. Madeline merasakan tenggorokannya tercekat. Ia tahu pembicaraan ini tak akan mudah.

"Mau duduk?" tawar Madeline, menunjuk bangku di sebelahnya.

Valentina ragu sejenak, tapi akhirnya duduk, menjaga jarak secukupnya. Madeline tidak tahu harus mulai dari mana. Tapi putrinya mendahuluinya.

"Apakah itu benar?" tanyanya tanpa menatapnya.

Madeline butuh beberapa detik untuk menjawab.

"Ya... Itu benar."

Valentina mengangguk perlahan, tanpa ekspresi terkejut.

"Aku lihat di mana-mana. Di Instagram, Twitter, TikTok… bahkan di video seorang cewek bilang dia lihat mama di konser di Lisbon."

"Aku tidak ingin kamu mengetahuinya seperti ini," bisik Madeline, suaranya mulai bergetar.

"Kalau begitu… kenapa Ibu nggak cerita?" tanya Valentina, kini menatapnya dengan mata berkaca-kaca, meski belum menangis. "Kenapa aku harus tahu dari foto di internet dan bukan dari Ibu sendiri?"

"Karena Ibu takut. Takut kamu bakal sedih, takut kamu ngerasa Ibu ninggalin kamu. Ibu tahu betapa sulitnya semuanya sejak kejadian dengan ayahmu dan…"

"Itu beda," potong Valentina cepat. "Dia bohong sama kita. Dia selingkuh. Dia jahat. Tapi ini… ini bukan itu."

Madeline membelalak, terkejut.

"Jadi kamu tidak marah?"

Valentina menghela napas, menatap ke danau.

"Aku kecewa, Ma. Bukan karena Liam, bukan karena hubungan kalian. Dia… kelihatan baik. Dan kalau dia bikin Ibu bahagia, ya nggak apa-apa. Aku kecewa karena mama nggak percaya aku bisa ngerti. Karena mama sembunyiin semuanya dari aku."

Madeline merasakan air mata memenuhi matanya. Ia mengulurkan tangan dengan ragu dan meletakkannya di atas tangan Valentina.

"Kamu benar. Mama pengecut. Mama nggak mau merusak apa yang sedang kita bangun setelah perceraian. Mama cuma mau lindungi kamu dari badai lain… tapi malah bikin semuanya lebih buruk."

"Ma, aku remaja, bukan bodoh," ujar Valentina dengan senyum lelah. "Ya, tentu aja komentar orang bikin sakit hati banget. Aku baca hal-hal kejam. Mereka bilang Ibu "perebut cowok muda", "ibu-ibu labil yang krisis umur"... Tapi tahu nggak? Ada juga komentar bagus. Perempuan-perempuan yang bilang Ibu berani, bahwa Ibu pantas bahagia."

Madeline meremas tangan putrinya dengan erat.

"Aku nggak tahu kamu sampai nyari tahu sebanyak itu…"

"Ya, karena meski mama nggak cerita, aku ingin ngerti. Dan pas aku lihat cara dia mandang mama di foto-foto itu… aku ngerti. Dia sayang banget sama mama."

Sebuah isakan lolos dari bibir Madeline.

"Mama juga sayang dia, Valen. Dan sakit rasanya ninggalin dia begitu saja. Tapi mama nggak bisa terus lanjut kalau kamu nggak baik-baik aja. Kamu segalanya buat Ibu.

"

Valentina menatap mamanya dengan lembut.

"Aku baik-baik aja, Ma. Aku sempat takut, aku sempat bingung. Tapi sekarang aku ngerti. Dan kalau mama pikir hubungan itu layak diperjuangkan… mama harus kejar dia. Minta maaf kalau perlu.

"

"Kamu nggak keberatan dia lebih muda?"

"Usianya nggak penting. Yang penting… jangan hilang dari hidupku cuma karena dia. Aku nggak mau ngerasa kayak orang nomor dua lagi."

Madeline langsung memeluknya erat, dengan lega, berderai air mata.

"Nggak akan pernah, sayang. Kamu tetap prioritas mama, tapi itu nggak berarti mama nggak boleh membangun kebahagiaan juga."

"Kalau begitu lakukanlah," ujar Valentina masih dalam pelukan. "Tapi janji satu hal… jangan kabur lagi."

Madeline menjauh sedikit, menatap mata putrinya.

"Mama janji."

Dan di saat itu, ia tahu bahwa meski jalannya tak akan mudah, ia sudah melangkah ke arah yang benar. Sekarang tinggal satu hal: menemukan keberanian untuk mencari Liam… dan memberitahunya bahwa kali ini, ia siap berjuang demi mereka berdua.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!