Dorongan menikah karena sudah mencapai usia 32 tahun demi menghilangkan cap perawan tua, Alena dijodohkan dengan Mahendra yang seorang duda, anak dari sahabat Ibunya.
Setelah pernikahan, ia menemukan suaminya diduga pecinta sesama jenis.
✅️UPDATE SETIAP HARI
🩴NO BOOM LIKE 🥰🥰🥰
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Pena Digital, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 12: Menginap Di Rumah Mertua
"Aku titip anakku, ya."
"Apa sih, Nis?! Jangan ngomong kayak gitu." Ibu Ahen berkacak pinggang.
"Perjodohan ini pasti sulit bagi mereka, aku tidak tenang dan khawatir."
Ibu Ahen kemudian menggenggam tangan Ibu Alena.
"Aku berjanji apapun yang terjadi, Alena akan ada dibawah naunganku layaknya anak kandungku. Kalau Ahen macam-macam, aku yang akan menghajarnya sendiri." ucap Ibu Ahen, mendengar itu Ibu Alena tersenyum.
****************
Pukul 11 malam, Ahen datang membawa tas berisikan pakaian ganti Alena.
"Ayo cari makan?" ajak Ahen.
Alena menggeleng.
"Disini ada Ibuku yang akan menjaga Ibumu."
"Iya, pergilah sana. Cari angin di luar. Mama gantian jaga Mama kamu." ujar Ibu Ahen.
Akhirnya Alena pun mengiyakan. Mereka pergi kee luar dan membeli makanan di rumah makan yang tepat berada di tepi jalan.
Alena berjalan dengan lesu dan tidak bertenaga, wajahnya murung sedari tadi.
"Kenapa?" tanya Ahen. Alena hanya diam dan tidaak menjawab.
Saat akan menyeberang jalan, Ahen spontan menarik tangan Alena dan menggenggam erat sampai di seberang jalan. Mereka masuk ke rumah makan, pelayan datang sambil membawakan buku menu, kertas kecil dan pulpen.
"Mau pesan yang mana?" tanya Ahen.
"Terserah." jawab Alena lemas, Ahen hanya menghela napas.
"Dua porsi ya mbak, minumannya di samakan."
"Baik, di tunggu sebentar ya." pelayan itu pun pergi ke dapur.
"Kamu juga harus memberi tubuhmu makan." tutur Ahen.
"Jika Mama sampai kenapa-napa, aku nggak akan tenang. Aku udah nggak punya siapa-siapa selain Mama."
Alena kembali menitikkan air mata.
"Kamu tidak sendiri, ada Ibuku."
"Ya tetep beda rasanya, Ahen. Kamu nggak akan ngerti karena kamu masih punya orang tua lengkap."
Ahen kembali menghela napas.
"Kita harus membuat Ibumu merasa tenang, nggak banyak pikiran. Kita harus terlihat bahagia di depannya. Ku dengar rasa bahagia itu bisa mengurangi sakit."
"Jadi kita harus ngapain?" tanya Alena.
"Ya kita harus kayak suami istri pada umumnya. Untuk sementara, kita kesampingkan dulu ego kita, kita harus banyak berinteraksi baik dan bahagia di depan Ibumu."
Alena diam memikirkan saran dari Ahen.
"Oke, kita harus gimana sekarang?"
"Kita harus membuka diri, kita harus tau tentang satu sama lain."
Alena mengangguk setuju. Pelayan datang membawa pesanan mereka dan menatanya di meja.
"Kita praktek sekarang." ucap Ahen.
"Aku suka pedes tapi nggak suka cabe yang belum halus gini." ujar Alena sambil menunjuk potongan cabe di makanannya.
Ahen pun mengambilnya dan meletakkannya diatas selembar tisu. Tangannya sedikit gemetar saat menyendok nasi dan lauk di piring Alena, ia mengatur napasnya, bagaimanapun saran tadi adalah darinya maka ia harus bisa mempraktekkannya.
Ahen menyodorkan sendok berisi makanan itu pada Alena dan disambut baik, Alena melahap makanan itu dengan perasaan yang aneh.
"Masih kaku." tutur Ahen.
Ahen pun mencoba lagi tetapi beberapa butir nasi berjatuhan karena getaran dari tangan Ahen. Ahen tidak menyerah hingga tanpa disadarinya sepiring makanan Alena sudah habis.
Ahen terdiam. Makanan Alena habis tapi ia belum merasa berhasil. Alena pun ikut menghela napas.
****************
Pagi harinya, sebelum Ahen berangkat kerja, ia telah membelikan sarapan untuk Alena dan Ibunya. Ahen pun kembali menyuapi Alena di depan Ibu dan Mertuanya, Alena tampak malu, terlihat semburat halur berwarna merah tiba-tiba saja muncul di pipinya.
Ibu Ahen dan Ibu Alena tersenyum menggoda sambil memperhatikan anak menantunya itu.
"Dunia serasa milik berdua." ucap Ibu Ahen.
"Kita ngontrak," timpal Ibu Alena.
Selesai sarapan, Ahen berpamitan, Alena mengantar sampai di pintu kamar rawat Ibunya, Ahen menghentikan langkahnya dan membalikkan tubuhnya.
Ahen memberi kode pada Alena untuk mencium tangannya dengan cara mengibaskan satu tangannya berulang kali, Alena langsung meraih tangan Ahen dan mencium punggung tangannya, kemudian Ahen sedikit menarik kepala Alena dan mencium keningnya.
"Aku berangkat dulu." pamit Ahen.
Alena yang masih terkejut dengan perlakuan Ahen pun hanya mengangguk dan tidak berani menatap Ahen.
"Hati-hati." ucapnya pelan.
"Sepertinya pilihan kita tidak salah, Nis." ucap Ibu Ahen, Ibu Alena mengangguk setuju.
3 Hari berlalu, kondisi Ibu Alena membaik. Saat malam hari, Alena dan Ahen pamit keluar untuk suatu urusan, padahal sebenarnya mereka pergi ke taman kota yang tidak jauh dari Rumah Sakit.
"Terima kasih." ucap Alena.
"Buat apa?"
"Ya seenggaknya aku bisa lihat Mama senyum pas ngelihat kita baik-baik aja." jawab Alena.
Ahen tidak menjawab, mereka berjalan mengelilingi taman kota yang cukup luas itu, disana juga banyak para pedagang mainan dan makanan, untuk lebih terlihat natural, Ahen kembali menggandeng tangan Alena sambil mencicipi beberapa jajanan.
Sementara itu di Rumah Sakit, Ayah Ahen datang sambil membawa makanan yang dipesan istrinya.
"Anak-anak ke luar ya?" tanya Ayah Ahen.
"Iya, katanya tadi ada urusan." jawab Ibu Ahen sambil mengambil buah yang dibawa suaminya.
"Lagi pacaran itu mereka." celetuknya.
"Ha?"
"Aku lihat tadi di taman, mereka gandengan tangan sambil jalan terus beli jajanan, itu tangan mereka nggak lepas-lepas padahal mau bayar, hahaha."
3 orang di ruangan itu tertawa bersama.
"Mungkin mereka malu mau mesra-mesraan disini." ucap Ibu Alena.
"Iya kayaknya." timpal Ibu Ahen.
****************
Hari ini adalah hari ke-8 Ibu Alena di rawat, Dokter sudah mengizinkan Ibu Alena pulang hari ini dan meminta Alena menebus obat.
Ibu Ahen datang lagi kemudian memeluk sahabatnya itu.
"Akhirnya kamu bisa pulang." ucapnya.
"Alhamdulillah." Ibu Alena tersenyum.
Alena datang sambil membawa obat yang baru ia tebus dan memasukkannya ke dalam koper yang sudah dibereskan oleh Ahen.
"Ahen, kamu antar mertua kamu ya. Mama bawa mobil sendiri."
"Iya, Ma." sahut Ahen.
Sesampainya di rumah Ibu Alena.
"Mas, aku pengen nginep di sini dulu." ucap Alena sambil menutup pintu kamar Ibunya.
"Ya udah, kalau begitu aku juga."
"Lah, ngapain?!" Alena hendak protes.
"Loh ya biar Ibu kamu nggak mikir aneh-aneh."
Alena akhirnya setuju. Ia pun mebersihkan kamarnua yang akan mereka tiduri nanti.
Ahen masuk membawa tas berisi pakaian Alena. Ia memandangi kamar Alena yang cerah berwarna dan elegant.
"Ini kamarmu?" tanya Alena.
Alena menolah pada Ahen kemudian berkacak pinggang.
"Iya lah, emangnya kandang ayam?"
"Mirip soalnya."
Alena menganga, ia mengambil bantal lalu melemparnya ke arah Ahen, Ahen menghindar dan 'Prang' bantal itu mengenai Ibu Alena yang membawa nampan berisi gelas hingga nampannya jatuh.
Ahen dan Alena terdiam dan saling pandang.
Sekarang mereka berdua berdiri berdempetan atas perintah Ibu Alena.
"Kalian harus saling menjewer telinga."
Dengan spontan Alena menjewer telinga kiri Ahen namun Ahen tidak melakukan hal sebaliknya.
"Kenapa kamu diam?" tanya Ibu Alena.
"Maaf, Ma. Aku tidak mungkin tega menyakiti Istriku." jawab Ahen.
Ibu Alena tersenyum tipis lalu membalikkan badan.
"Ya sudah, biar Alena yang menjewermu, 10 menit lagi baru di lepas." titah Ibu Alena, kemudian ia pergi dari kamar Alena sambil tersenyum lebar.
Setelah Ibu Alena tidak terlihat lagi, Alena melepas jewerannya dan melotot pada Ahen.