NovelToon NovelToon
ACADEMY ANIMERS I : The Silence After The Pen Drops

ACADEMY ANIMERS I : The Silence After The Pen Drops

Status: tamat
Genre:Romansa Fantasi / Fantasi Isekai / Persahabatan / Fantasi / Peran wanita dan peran pria sama-sama hebat / Konflik etika / Tamat
Popularitas:35
Nilai: 5
Nama Author: IΠD

Semesta Animers yang damai, dikelola oleh lima kerajaan berdaulat yang dipimpin oleh sahabat karib, kini terancam oleh serangkaian insiden sepele di perbatasan yang memicu krisis sosial. Para pemimpin harus bertemu dalam pertemuan puncak penuh ketegangan untuk menyelesaikan konflik politik dan membuktikan apakah ikatan persahabatan mereka masih cukup kuat untuk menyelamatkan Semesta Animers dari kehancuran.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon IΠD, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

After Day ~ Fin

Beberapa bulan berlalu. Suasana di Crown City terasa hangat ketika Indra dan Evelia akhirnya disambut kembali. Teman-teman mereka berkumpul, dan udara tegang dari Ranox kini digantikan oleh persahabatan yang kuat.

Shin menyenggol lengan Indra, menyeringai. "Ciee yang sudah ketemu kekasihnya, sudah tidak cengeng lagi, nih?" goda Shin.

Gumi tersenyum tipis. "Seranganmu waktu itu tidak begitu sakit, Indra," komentarnya, menyiratkan pemahaman bahwa Indra memang menahan diri saat menggunakan Berserk Mode.

Indra terkekeh pelan. "Tentu saja tidak sakit. Mana mungkin aku akan membunuh sahabatku sendiri? Aku menahan diri dengan sekuat tenaga."

Lyra memukul lengan Indra dengan gemas. "Dasar! Untung kami tidak kesetrum hingga pingsan permanen!" katanya sambil terkekeh riang.

Indra hanya terkekeh membalas semua godaan itu.

Sabre maju, memegang bahu Indra dengan erat lalu meremas bahu Indra kuat-kuat, sorot matanya serius namun penuh rasa lega. "Lain kali... Aku akan membalasmu," ucapnya dengan nada kesal yang disamarkan.

Indra menerima tantangan itu dengan senyum sombong. "Aku akan menunggu balasanmu, Sabre."

Setelah momen hangat bersama teman-temannya, Royal Ryuzu Elysion menyambut Evelia dan Indra dengan kehangatan dan kelegaan.

Namun, tidak semua senang. Riana terlihat sangat kesal. Ia melipat tangannya, cemberut. "Kalian pulang juga akhirnya... Aku kira kemana. Aku sangat khawatir!" keluh Riana. "Kak Sabre mengirimi aku pesan. Dia bilang kakak pergi sendirian mencari Kak Evelia... Jadi kami gelisah tahu!"

Raina (adik bungsu mereka) maju dengan polosnya. "Dasar Kakak BODOH! Bertindak sendirian jadi lama kami menunggu Kakak pulang, hahaha..." Ia tertawa ceria, tidak menyadari betapa pedasnya kata-katanya.

Royal Helena Elysion segera menengahi pertengkaran kecil itu. "Sudahlah, anak-anak. Yang terpenting kalian semua selamat dan berkumpul kembali."

Indra dan Evelia mengangguk, merasakan kembali hangatnya berada di rumah dan dikelilingi oleh keluarga dan sahabat mereka.

Beberapa saat kemudian, saat mereka masih berada di alun-alun istana, Evelia menarik lengan baju Indra. "Indra?" panggilnya lembut.

Indra kebingungan dan segera menoleh ke arah Evelia, matanya menunjukkan rasa ingin tahu.

Evelia menatap dalam-dalam ke mata Indra, senyum tipis terukir di bibirnya. "Terima kasih," katanya dengan tulus. "Kamu adalah pangeranku tersayang..."

Namun, Indra yang terkenal kurang peka terhadap momen emosional, menjawabnya dengan santai, mengabaikan ketulusan dan romansa dalam ucapan Evelia. "Tidak masalah," jawabnya. "Selagi yang aku cari adalah kekasihku, akan kulakukan segalanya."

Evelia tertawa pelan, senyum lembutnya kini ditujukan pada Indra, lalu sesaat pada kucing es-nya. "Aku senang," ucap Evelia sambil menggenggam tangan Indra dengan lembut. "Ada yang menerima diriku apa adanya..."

Merasa genggaman lembut di tangannya dan mendengar ungkapan Evelia, wajah Indra mulai memerah. Ia yang biasanya tenang kini terlihat salah tingkah. Indra segera mengalihkan pandangannya, tidak mampu menatap mata Evelia yang penuh makna itu.

"Aku... Aku juga senang, Evelia," jawab Indra, suaranya sedikit tercekat karena malu. "Aku... Aku juga mencintaimu, apa adanya dirimu."

.

.

.

Evelia tertawa lembut melihat Indra yang tersipu malu. Ia lalu mengajak Indra untuk masuk ke dalam istana, bergabung dengan keluarga dan sahabat mereka yang lain.

"Ayo, Pangeranku," ajak Evelia, menarik tangan Indra yang masih sedikit memerah.

Saat mereka berjalan menuju pintu masuk istana, Riana terlihat di kejauhan, berkacak pinggang dengan ekspresi datar. Ia memandang ke arah mereka, jelas menunjukkan ketidaksabarannya.

"Mau sampai kapan di alun-alun istana?!" seru Riana, menuntut mereka untuk segera masuk.

.

.

Di sisi lain Semesta Animers, jauh dari kemegahan Crown City, Araya dan Nina akhirnya tiba di rumah mereka. Suasana di sana sangat damai, kontras tajam dengan Istana Iblis tempat mereka bertarung.

Mereka disambut oleh Akihisa yang tersenyum lega melihat kepulangan mereka, dan Miku yang sedang mengandung, duduk dengan tenang di sofa kayu.

"Kalian kembali!" seru Akihisa, membantu Araya meletakkan pedangnya.

Araya dan Nina duduk bersama, dan mereka mulai menceritakan hasil petualangan mereka—tentang Gerbang Kegelapan, sihir darah yang intens, dan pertemuan tak terduga dengan Dewi-Dewi (meski mungkin mereka menyaring detail tentang kejatuhan Lizani).

Akihisa terkekeh mendengar betapa gilanya petualangan mereka, terutama bagian yang melibatkan pertarungan di Istana Iblis.

"Ini," kata Nina dengan bangga, mengeluarkan bungkusan roti dan daging yang mereka dapatkan sebagai hadiah dari menyelesaikan misi Guild yang mereka singgahi. "Untuk makan malam kita."

Araya menyandarkan punggungnya, lalu mengajukan pertanyaan yang sudah lama mengganggunya. Ia tahu Akihisa adalah salah satu orang terdekat Indra.

"Akihisa," panggil Araya. "Apakah kau benar-benar tidak masalah jauh dari sahabatmu, Indra? Dia pasti akan sangat merindukanmu di Crown City."

Akihisa tersenyum tipis, memandang Miku dengan penuh cinta. Ia mengangguk. "Tidak, aku baik-baik saja, Araya. Aku yakin ini adalah pilihan terbaik. Aku ingin hidup tenang bersama Miku. Dan aku yakin Indra juga hidup dengan tenang di wilayahnya. Dia tahu aku bahagia di sini."

Araya menerima jawaban itu. Ia berdiri dan mendekati Miku. Araya mengelus perut Miku dengan lembut, memberikan senyum langka.

"Jaga dirimu baik-baik, Miku," kata Araya, nadanya menunjukkan tanggung jawab sebagai yang tertua di sana. "Kau tidak lagi berada di garis depan. Nikmati kedamaian ini. Dan jangan pernah lupakan bahwa anakmu nanti adalah generasi yang harus dilindungi dari bayangan yang akan datang."

.

.

.

Di sisi lain Semesta Animers, di sebuah hutan yang jauh, Royal Natsuya (Kakak dari Agito) dan Royal Agito sedang menjelajahi alam, mungkin menjalankan tugas kerajaan.

Tiba-tiba, dari balik pepohonan, muncul seorang wanita berambut gelap dengan pakaian yang sudah berganti dari gothic dress menjadi pakaian yang lebih sederhana, namun masih elegan. Dia adalah Lizani, sang mantan Dewi Kegelapan.

Natsuya terhenti, kebingungan. Ia segera waspada, melihat kehadiran Lizani yang mencolok. "Siapa kau?" tanya Natsuya.

Agito (Sang Adik, yang juga royal) hanya menyunggingkan senyum dingin yang misterius. "Santai, Kak Natsuya," ujar Agito. Ia kemudian memperkenalkan, "Dia adalah Lizani Ishtar. Seorang penyihir yang... cantik."

Lizani memberikan salam dengan cengiran ceria, menunjukkan sisi manusianya.

Natsuya, yang selalu mengutamakan tanggung jawab keluarga, langsung teringat pada Kakak tertua mereka. "Penyihir? Kenapa penyihir sepertimu ada di sini? Apa Kak Indra sudah tahu?"

Lizani menjawab pertanyaan Natsuya dengan ceria, matanya berbinar. "Tentu saja dia tahu! Aku baru saja bertemu dengannya di Ranox. Dia mengirimiku pesan, ya kan, Agito?"

Agito terkekeh pelan, mengkonfirmasi kebohongan Lizani tanpa kata.

Natsuya memandang Agito, lalu ke Lizani, dan akhirnya Natsuya dan Agito terkekeh bersama. Mereka berbagi pemahaman tentang sifat Kakak mereka, Indra.

"Aku bisa membayangkan bagaimana reaksi Indra," kata Natsuya, sambil menggelengkan kepala.

"Pasti dia memanggil Lizani 'iblis' lagi," tambah Agito sambil tertawa.

Lizani hanya tersenyum bangga, senang menjadi bagian dari pertengkaran keluarga Royal itu.

.

.

.

Di sisi lain Istana Crown City, jauh dari alun-alun, Royal Nuita Elysion, putri tunggal Royal Ryuzu dan Royal Helena, sedang berada di tempat penelitiannya. Ruangan itu dipenuhi aroma herbal yang kuat dan botol-botol kaca berisi cairan berwarna-warni.

Nuita sedang sibuk meracik obat herbal seperti rutinitasnya. Ia dibantu oleh sosok yang jauh lebih muda darinya, Royal Liini, adik Indra yang paling muda.

"Liini, tolong ambilkan Akar Solara yang di rak atas itu, yang kering," pinta Nuita, matanya fokus pada ramuan di depannya.

"Siap, Kak Nuita!" jawab Liini dengan cepat.

Mereka berinteraksi sangat akrab, berbagi tawa kecil dan membahas khasiat setiap tanaman. Dalam suasana laboratorium yang tenang itu, Liini tampak damai.

Meskipun Liini masih sangat muda, ia sudah tahu bahwa orang tuanya, Royal Railord dan Nia Sayaka, sudah tiada karena perang bertahun-tahun lalu. Namun, berkat kasih sayang dari keluarga besar Elysion dan kakak-kakaknya, ia sudah terbiasa dengan kenyataan itu dan menemukan ketenangan dalam kehidupannya yang baru.

"Ini akarnya, Kak," kata Liini, menyerahkan ramuan itu.

"Terima kasih, Sayang," ujar Nuita sambil tersenyum hangat, menambahkan akar itu ke dalam racikannya. Mereka berdua melanjutkan pekerjaan mereka, menjaga kedamaian kecil mereka di dalam dinding istana yang besar.

.

.

Di dimensi yang tak terjangkau oleh mata manusia, di dalam kuil kristal yang tenang, Fujin Shirayuki berdiri di hadapan tiga sosok agung lainnya: Phreyna, yang bertugas menyampaikan informasi penting; Alcatrion, yang mungkin mewakili kekuatan militer atau pertahanan kosmik; dan Soyeon, yang mewakili otoritas spiritual atau kehidupan.

Fujin, dengan aura dingin namun berwibawa, mulai menarasikan peristiwa yang baru saja terjadi di Semesta Animers.

"Seperti yang telah kalian saksikan," ujar Fujin Shirayuki, suaranya tenang dan bergema di ruang hampa. "Anomali Lizani Ishtar telah teratasi. Berkat intervensi dari fana yang tangguh, Lizani telah diturunkan menjadi penyihir biasa dan dibebaskan dari tugasnya sebagai penyeimbang Kegelapan."

Fujin menghela napas, sebuah tindakan yang jarang dilakukan oleh Dewa.

"Meskipun Gerbang Kegelapan telah kupulihkan dan kini stabil, tindakan Lizani telah menciptakan keretakan di tatanan kosmik yang tidak bisa ditutup begitu saja. Keseimbangan telah bergeser."

Ia menatap satu per satu rekan-rekannya:

"Phreyna, berkat informasimu, krisis total dapat dicegah. Namun, kekacauan yang diinginkan Lizani kini harus dihadapi oleh mereka yang ditinggalkannya."

"Alcatrion," lanjut Fujin. "Kini, kekuatan gelap tidak memiliki pemimpin terpusat. Mereka akan menjadi lebih liar dan sporadis. Dunia telah kembali ke tangan manusia. Aku tidak bisa mengganggu lagi. Semua anakku, termasuk Indra dan keluarga Yamada, harus berjuang sendirian untuk bertahan, seperti yang telah kutetapkan dalam takdir."

"Soyeon," tutup Fujin. "Dunia fana berada dalam kedamaian palsu. Indra dan Evelia aman di Crown City, dan Yamada bersaudara telah kembali ke bayangan, menjalankan tugas mereka sebagai penjaga rahasia. Namun, ancaman selalu mengintai. Tanpa penyeimbang, mereka kini adalah satu-satunya benteng yang tersisa untuk mempertahankan Semesta Animers dari ancaman yang lebih besar—ancaman dari dalam dan dari luar."

Fujin melipat tangannya, mengakhiri laporannya. "Kita telah melakukan apa yang harus dilakukan. Kini, kita hanya bisa mengamati dan berharap."

.

.

Fujin Shirayuki memandang tiga Dewa yang lain di ruang kristal, pandangannya melampaui dimensi, kembali menatap Semesta Animers, wilayah yang kini harus menjaga dirinya sendiri.

"Kalian telah menyaksikan, para Dewa," ujar Fujin, suaranya kini melunak, membawa beban kebijaksanaan ribuan tahun. "Takdir bukanlah ukiran abadi, melainkan hanya sketsa yang bisa dirobek oleh kemauan bebas yang kuat. Lizani Ishtar, sang penyeimbang yang ditakdirkan untuk kegelapan, memilih jalan cinta fana, dan dengan demikian, ia membebaskan dirinya dari beban keilahian. Perannya kini menjadi sejarah, sebuah legenda yang dibisikkan oleh penyihir baru."

"Semesta Animers telah memasuki era baru. Era di mana Garis Keseimbangan tidak lagi dijaga oleh dua kutub Dewa yang sempurna, melainkan oleh kehendak murni dari fana yang rapuh. Anak-anak yang kita lihat—Indra, Evelia, Shin, Sabre, Lyra, dan mereka yang memilih bayangan, Araya dan Nina—mereka adalah pilar baru. Mereka membuktikan bahwa keberanian fana lebih efektif melawan kekacauan, daripada otoritas Dewa yang dingin."

"Namun, ingatlah ini," peringat Fujin, nadanya menjadi serius. "Kekacauan itu tidak hilang. Ia hanya berganti wajah. Tanpa Lizani yang mengumpulkan kegelapan, energi itu kini menyebar dan menjadi liar. Itu adalah harga dari kebebasan Lizani."

Fujin mengakhiri narasinya dengan senyum kecil yang misterius.

"Tugas kita sebagai Dewa telah selesai. Kita telah campur tangan terakhir kalinya. Kini, biarkan Semesta Animers berputar sesuai kehendaknya. Biarkan mereka berjuang, mencintai, dan membuat kesalahan. Karena hanya dengan demikian, mereka akan menemukan arti sejati dari kedamaian dan Keseimbangan. Perjalanan mereka masih panjang. Dan kita akan mengamati."

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!