"Mas! Kamu tega!"
"Berisik! Gak Usah Bantah! Bersyukur Aku Kasih Kamu 10 Ribu sehari!"
"Oh Gitu! Kamu kasih Aku 10 Ribu sehari, tapi Rokok sama Buat Judi Online Bisa 200 Ribu! Gila Kamu Mas!"
"Plak!"
"Mas,"
"Makanya Jadi Istri Bersyukur! Jangan Banyak Nuntut!"
"BRAK!"
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Tiara Pradana Putri, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 11
"Yakin Mas Bambang gak mau mampir dulu? Irma sih seneng kalo Mas Bambang mau mampir." Seperti biasa, Irma dengan segala bujuk rayuan setan berwujud manusia, kembali membuat iman dan imin Bambang meragu.
"Enggak dulu deh, ini sudah hampir pagi, nanti Nisa curiga."
"Ih, Mas Bambang ternyata SSTI juga!" Irma tertawa meledek Bambang.
Tanpa meladeni ledekan Irma, Bambang balik kanan, tujuan nya satu, pulang kerumah, bertemu Nisa.
Deru suara motor Bambang berhenti didepan kontrakan Mereka.
Nisa hapal betul dan langsung membuka pintu, melihat Bambang baru saja turun dari motor, senyum Nisa mengembang menyambut Suaminya yang baru pulang bekerja.
Bambang masuk tanpa mengucap salam.
"Waalaikumsalam. Mas, Nisa khawatir banget. Mas biasanya jam 3an sudah dirumah paling telat jam 4, Ini sudah jam 6 lebih, Mas gapapa kan?"
Nisa yang memang biasa terjaga di sepertiga malam, menunaikan shalat tahajud dan tak tidur lagi hingga waktu subuh dibuat khawatir karena Bambang tak juga sampai rumah.
Meski melakukan pekerjaan rumah, tapi hati Nisa was-was. Baru kemarin Bambang mengajaknya jalan dan sangat royal, hati siapa yang tidak berprasangka dan menjadi negatif berpikir sesuatu yang buruk telah terjadi pada Suaminya.
Bambang berhenti sejenak, menatap wajah khawatir Nisa yang segera menghampirinya, meraih jemari Bambang mencium punggung tangan Bambang dengan takzim dan memastikan jiwa raga Bambang tak ada yang terluka.
"Dosa Gue! Bini khawatirnya sampe segitunya, padahal apa yang Gue kerjaan haram! Maafin Mas ya Nis. Cari kerja susah. Mas gak mau lepas kerjaan ini, cari uangnya gampang belum tentu Mas berhenti cepet dapet lagi. Yang ada nganggur dan jadi opang lagi."
"Mas, ayo istirahat dulu. Pasti Mas capek banget." Nisa dengan sigap mengambilkan air putih untuk Bambang, duduk lesehan diatas lantai yang sudah bersih Nisa pel.
Bambang meneguk segelas air pemberian Nisa hingga tandas.
Melihat itu, wajah Nisa begitu khawatir, dalam hatinya betapa berat pekerjaan yang Suaminya jalani, Bambang rela kerja malam pulang pagi, semata-mata untuk Dirinya dan anak Mereka yang masih dalam kandungan Nisa.
"Mas, makasi. Maaf. Mas jadi kerja keras begini. Nisa selalu doakan Mas. Supaya Mas sehat, selamat dan banyak rezekinya. Dan paling penting, dimana pun Mas berada Allah selalu melindungi Mas." Perasaan seorang Istri ditambah hormon kehamilan membuat Nisa lebih peka dan sensitif.
"Makin ngerasa berdosa Gue sama Nisa."
"Udah Sayang, Mas gapapa kan. Mas tadi ada kerjaan tambahan disuruh Boss, tapi kan sekarang Mas sudah pulang."
"Iya Mas. Maafin Aku ya. Kadang Nisa itu suka khawatir berlebihan. Takut Mas kenapa-napa saat kerja."
"Makanya positif aja pikiran Kamu. Jangan mikir macam-macam. Kan Mas kerja. Emang keluyuran."
Mendengar jawaban Bambang dan terlihat Bambang mulai kesal, Nisa sebisa mungkin mengembalikan mood Bambang.
"Mas, mau mandi, atau mau sarapan dulu. Nisa sudah masakin buat sarapan. Sampai lupa ini Nisa juga sudah buat kopi, tapi kayaknya udah dingin Mas. Mau diganti yang baru?"
"Gapapa ini aja. Mas mau mandi dulu. Kamu hari ini ke Laundry?"
"Iya, kenapa Mas?"
"Kamu beneran masih mau kerja? Kamu kan lagi hamil Nis. Mas gak mau loh! Anak Kita kenapa-napa."
"Kalo Mas izinkan sih Nisa masih mau kerja. Bukannya apa-apa Mas, Nisa cuma mau bantu Mas, terus laundryan tempat Nisa kerja juga lingkungannya enak. Sesama pekerja saling bantu. Jadi Nisa gak kecapean banget kok Mas."
"Ya udah terserah Kamu ya. Tapi Mas pesen, Kamu harus utamakan kehamilanmu. Kalo udah ngerasa capek berhenti saja."
"Iya Mas. Nisa bakal nurut Mas. Tapi sekarang masih boleh kan Nisa kerja?"
"Em!"
Nisa mengulum bibirnya, paling tidak Bambang masih mengizinkannya bekerja.
"Mas, mau pergi?"
Nisa sedang bersiap untuk berangkat, dan Bambang buru-buru meraih kunci motor serta jaketnya.
"Mas mau anter Kamu."
"Tapi kan Mas baru,"
"Udah. Ayo naek!"
Nisa tak lagi membantah. Takut malah Bambang jadi marah. Nisa paham betul perangai Bambang, paling tidak suka dibantah.
Nisa membonceng di jok belakang. Memeluk Bambang erat, menempelkan kepalanya di punggung kokoh dan bidang Bambang yang membuat Nisa merasa nyaman.
"Kamu gak jadi kerja? Udah sampe Nis."
Nisa terlalu nyaman memeluk dan bersandar pada punggung Bambang. Entah efek kehamilan atau memang Ia suka saja bisa berdekatan dengan Bambang seperti ini.
"Oh, iya. Maaf Mas, Nisa nyaman." Nisa malu-malu, turun perlahan dari motor dan menyerahkan helm kepada Bambang.
"Oh iya Nis, nanti sore Mas kayaknya gak bisa jemput. Ada kerjaan tambahan disuruh Boss."
Nisa sejenak berpikir. Entah, ada sesuatu yang mengganjal di hati namun bukan saatnya mengatakan kecemasan apalagi curiga dihadapan Bambang.
"Iya Mas. Gapapa. Nisa nanti bisa pulang sendiri. Mas hati-hati ya. Jangan lupa makan sama luangkan waktu sebentar buat istirahat."
Sebetulnya banyak tanya yang menghinggapi hati dan pikiran Nisa. Lisannya ingin sekali bertanya apa saja yang Bambang kerjakan dan mengapa sepertinya Bambang semakin sibuk saja.
Tapi, sekali lagi, Nisa mengurungkan niatnya. Menahan rasa penasarannya. Menekan rasa khawatirnya. Semua Nisa lakukan demi kenyamanan Bambang.
"Mas balik ya."
"Makasi ya Mas udah antar Nisa. Mas hati-hati baliknya."
"Iya."
"Assalamualaikum Mas.
" Eh, Iya. Assalamualaikum."
"Waalaikumsalam Mas."
Meski motor Bambang sudah menjauh, tapi pandangan Nisa tetal tertuju hingga sebuah tepukan pelan dibahu Nisa menyadarkan.
"Bumil makin romantis aja. Udah gak ada motornya masih dipandangin."
"Eh, Mbak, maaf Aku telat ya. Tadi Mas Bambang telat pulang katanya ada kerjaan tambahan dari Boss. Makanya Aku nunggu sampai Mas Bambang pulang."
"Gapapa Nis, lagian Ibu tadi bilang, hari ini Mbak sama Kamu katanya mau disuruh belanja untuk keperluan Laundry. Biar anak-anak yang lain yang jaga di toko."
"Oh gitu Mbak. Jam berapa? Sama Ibu juga?"
"Enggak, Ibu sih kan harus kontrol Kateringan, Soalnya Kateringan gak bisa ditinggal sementara waktu, soalnya yang biasa handle resign, mau lahiran. Terus anaknya nanti gak ada yang jaga."
Nisa jadi teringat kata-kata Bambang, "Mbak, Aku disini nyusahin Mbak ya sama temen-temen?"
"Nis, kenapa? Kok tiba-tiba Kamu ngomong gitu."
"Begini Mbak, sebetulnya Mas Bambang tadi tanya sama Aku, masih mau lanjut di Laundry, Mas Bambang takut Aku kecapean, tapi Aku bilang sama Mas Bambang kalau Mbak sama Teman-Teman yang lain Kita itu saling bantu, dan Aku juga ngerasa Mbak sama Teman-Teman semenjak Aku hamil Kalian jagain Aku banget. Padahal beban kerja Kita harusnya sama. Aku jadi berasa gak enak sama Mbak dan yang lain."
"Nis, Kamu jangan pernah ngerasa gak enak, apalagi sama Mbak. Mbak udah anggap Kamu seperti Adik Mbak sendiri."
"Makasi ya Mbak."
"Ya udah, Ayo, Kita temui Ibu, apa saja yang mau dibeli buat kebutuhan Laundry. Biar nanti dicatat."
"Iya Mbak. Biar Nisa aja yang catat."
"Sipp. Mbak kalo nulis, apalagi jaraknya dekat suka siwer. Maklum wes tuek."
dan tak berdaya dia SDH di monitor oleh si bos
Nisa jg trllu bodoh jd istri