NovelToon NovelToon
Not Everyday

Not Everyday

Status: sedang berlangsung
Genre:CEO / Dijodohkan Orang Tua / Romansa / Obsesi / Keluarga / Konflik etika
Popularitas:1.1k
Nilai: 5
Nama Author: Gledekzz

Hidup Alya berubah total sejak orang tuanya menjodohkan dia dengan Darly, seorang CEO muda yang hobi pamer. Semua terasa kaku, sampai Adrian muncul dengan motor reotnya, bikin Alya tertawa di saat tidak terduga. Cinta terkadang tidak datang dari yang sempurna, tapi dari yang bikin hari lo tidak biasa.

Itulah Novel ini di judulkan "Not Everyday", karena tidak semua yang kita sangka itu sama yang kita inginkan, terkadang yang kita tidak pikirkan, hal itu yang menjadi pilihan terbaik untuk kita.

next bab👉

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Gledekzz, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Antara bosan dan rindu

Gue masih inget jelas isi surat yang Adrian tulis. Surat itu dilipat sangat rapi, tapi tulisannya berantakan kayak orang dikejar kucing.

"Dear teman lama.

Sebagai bentuk kebaikan lo yang udah nolongin Gue, untuk sekali aja, Gue traktir lo makan. Jika mau, silakan Nona Lotion hadir di tempat ini. Kafe kejora, pinggir jalan, alamat salah jalan."

Gue sempat ngakak nggak karuan waktu pertama kali baca. Nona Lotion? Dia terus-terusan manggil Gue, Nona Lotion. Emangnya Gue botol pelembab apa? Terus alamat salah jalan itu maksudnya apa coba?

Untungnya ada coretan kecil di bawahnya. Belok kanan setelah minimarket, kafe cat hijau.

Gue ketawa lagi kalau ingat itu. Serius, cuma Adrian yang kayaknya bisa buat hal simple jadi kayak aneh banget. Tapi setelah ketawa Gue reda, Gue tersadar sesuatu. Kenapa Gue nurut aja sama undangannya?

Buktinya sekarang Gue udah duduk di kafe kejora. Udah sejam lebih lagi.

Gue pesen es teh manis biar nggak keliatan kayak orang bengong. Tapi gelas dimeja Gue udah kosong dari tadi. Ponsel Gue bolak-balik Gue buka, Gue tutup, Gue geser-geser layar cuma buat ngisi waktu. Dan tetap aja, Adrian nggak muncul.

Biasanya Gue bukan orang yang suka nunggu. Gue paling nggak sabaran. Tapi entah kenapa, kali ini Gue duduk aja, masih berharap dia bakal nongol dengan gaya sok santai khasnya itu.

Kenapa sih Gue begini? Gue jadinya kesel sendiri. Tapi... kalau dia emang nggak niat dateng, kenapa harus repot-repot buat surat segala?

Udahlah Gue pulang aja, lagian tuh orang kayaknya cuma mempermainkan Gue aja. Gue udah mau berdiri, tas Gue tarik, ponsel Gue siapin buat dimasukin.

"Loh, Nona Lotion. Kenapa buru-buru pulang?" detik itulah, suara yang Gue hafal muncul.

Gue langsung berhenti gerak. Kepala Gue otomatis noleh. Dan di sana, di seberang meja, duduk Adrian. Gue bener-bener nggak nyadar kapan dia dateng.

Yang buat Gue bengong bukan cuma karena dia tiba-tiba ada. Tapi penampilannya.

Dia pakek kemeja putih rapi, lengan digulung sampai siku, jam tangan yang keliatan mahal, tapi nggak ada merek yang tertulis, dan rambutnya disisir agak klimis. Mirip banget kayak waktu Gue liat dia di restoran malam itu.

Beda jauh, dengan yang biasa Gue liat. Dia biasanya pakek kaos lusuh, celana jeans belel, sendal seadanya.

"Lo... sejak kapan duduk di situ?" Gue akhirnya bisa ngomong juga, meski suara Gue agak serak.

Adrian nyengir, nyender santai di kursi. "Dari tadi. Gue pengen liat lo nunggu sampai seberapa lama."

"Serius?!" Gue hampir meledak. "Lo tau Gue udah nunggu sejam lebih, tapi lo cuma liatin aja. Lo mau mainin Gue gitu?"

Dia malah ketawa kecil. "Ya makanya Gue kagum. Biasanya orang nggak bakal nunggu selama itu buat orang kayak Gue. Tapi lo rela. Atau jangan-jangan... lo kangen sama Gue."

Rasanya pengen Gue timpuk gelas kosong ke wajahnya. Tapi Gue tahan. "Lo keterlaluan, tau nggak."

Dia angkat bahu. "Sorry, Gue telat. Ada kerjaan baru."

Gue ngeliatin dia curiga. "Kerjaan baru? Emang lo kerja di mana lagi? Apa lo juga pernah kerja di restoran mahal di jalan raya modern?"

Adrian nyuap senyum jahil. "Banyak. Pernah jadi tampal ban. Pernah jadi tampal sendal. Pernah jadi sopir pengganti. Pernah juga jadi pengisi hati yang lagi galau. Gue kan, multimedia, ups... multi talenta maksudnya. Jadi lupa Gue kerja apa aja."

Jawaban nggak jelas banget. Gue cuma bisa melotot. "Gue tanya beneran loh."

"Gue juga jawab beneran." dia nyender, nyedot udara kayak orang paling santai sedunia. "Tapi sekarang Gue mau traktir lo. Sesuai janji Gue."

"Traktir, di kafe ini?" Gue otomatis celinguk-celinguk. Kafe ini lumayan nyaman, tapi harga menunya lumayan juga.

Adrian malah nyengir makin lebar. "Bukan di sini. Sini ikut Gue."

Belum sempet Gue protes, dia udah berdiri. Gue akhirnya nurut aja, meski masih kesel dan penuh tanda tanya.

Adrian bawa Gue keluar kafe, jalan santai ke arah parkiran kecil di samping. Ternyata dia nyiapin sesuatu di sana. Sebuah meja lipat kecil, di atasnya ada panci portabel, dan dua bungkus mie instan yang udah siap dimasak.

Gue melongo. "Lo... serius?"

Adrian ngangguk mantap. "Serius. Gue janji traktir lo. Gue nggak ngomong traktir mewah, kan?"

Gue refleks ketawa. "Astaga. Dari semua tempat makan yang ada, lo malah masak mie instan di parkiran kafe?"

"Kenapa? Lo nggak suka? Kita bisa pindah tempat kalau lo nggak mau di sini."

Gue nggak bisa jawab. Antara pengen ngakak atau pengen kesel. Tapi jujur aja, pemandangan ini gila banget. Seorang Adrian, yang gayanya barusan kayak orang kaya, sekarang jongkok buat masak mie.

"Nih liat," katanya sambil buka bungkus mie. "Gue kasih bumbu rahasia campur dua rasa, biar nggak biasa."

"Loh tuh... aneh banget." Gue akhirnya ikut duduk di bangku plastik kecil yang udah dia siapin. "Bisa-bisanya buat kejutan kayak gini."

Adrian nyengir tanpa dosa. "Kan udah Gue omong, Gue nggak pernah kasih hal biasa buat orang yang nggak biasa."

Gue terdiam. Ada sesuatu di nada omongannya. Sederhana, tapi buat hati Gue hangat.

Nggak lama, aroma mie instan yang lagi di masak mulai buat perut Gue keroncong. Adrian menuang mie ke dua mangkuk kecil, lalu nyodorin satu ke Gue. "Selamat menikmati, Nona Lotion."

Gue terpaksa ketawa lagi. "Berhenti manggil Gue gitu dong."

"Tapi cocok," dia nyaut sambil nyeruput mie. "Lo selalu buat orang lain jadi lembut."

Gue hampir keselek. "Apaan sih? Gombal."

"Gue serius," jawabnya sambil tetap nyengir.

Gue akhirnya makan juga. Dan entah kenapa, mie instan ini jadi terasa paling enak yang pernah Gue makan. Bukan karena rasanya, tapi karena momen ini.

Duduk bareng Adrian, di parkir kafe, dengan panci portabel seadanya. aneh, tapi hangat.

Gue masih ngaduk-ngaduk mie di mangkuk, tapi pikiran Gue udah lari jauh. Akhirnya Gue nggak tahan juga buat nanya hal yang dari tadi ngeganjel.

"Adrian," Gue pelan buka suara.

"Hm?" dia lagi asik nyeruput mie, suaranya berisik banget kayak sengaja buat Gue kesel.

"Kenapa lo nolak balik kerja di rumah Tante Rani?" Gue nekat nanya. "Padahal lo kan butuh pekerjaan. Jadi kenapa lo nolak?"

Adrian berhenti sebentar, terus malah nyengir santai. "Bosaaaan."

Gue hampir keselek kuah. "Alesan lo cuma itu?"

Dia ngangguk sok serius. "Iya. Bosan. Masa tiap hari ngelap mobil, nyuci mobil, terus disuruh muter-muter. Hidup Gue butuh warna. Gue pengen coba kerjaan baru."

"Kerjaan baru apaan?" Gue langsung nyorot curiga.

Adrian garuk kepalanya, pura-pura mikir. "Rahasia. Yang jelas, kerjaan baru ini... bisa buat orang kangen sama Gue."

Gue bengong. Kata-katanya aneh banget sih. Tapi entah kenapa, dada Gue tiba-tiba sesak. Jangan-jangan maksudnya... dia beneran nggak akan balik lagi. Jangan-jangan, malam ini juga sebagai pertemuan terakhir kami.

Gue buru-buru nurunin pandangan, pura-pura fokus sama mie. Tapi kepala Gue keburu penuh sama kemungkinan aneh-aneh.

"Lo takut kita nggak ketemu lagi ya?" suara Adrian tiba-tiba nyeletuk, enteng, tapi nadanya kayak nebak tepat isi kepala Gue.

Gue kaget, langsung liat dia. "Apaan sih? Siapa juga yang takut?" Gue ngerasa pipi Gue panas sendiri.

Adrian malah ketawa kecil, matanya tajem tapi hangat. "Kalau lo udah nganggep Gue teman, Gue bakal selalu ada. Tanpa perlu lo hubungi."

Gue langsung salah tingkah. Tangan Gue buru-buru mindahin sumpit, padahal mie Gue udah abis. "Siapa juga yang nganggep lo temen Gue? Gue cuma... ya... Gue cuma nggak suka aja liat lo jadi kambing hitam kemarin."

Dia nyender lagi, masih dengan tatapan santai yang buat jantung Gue makin nggak karuan. "Hmm, kalau gitu... berarti Gue harus buat lo suka dulu biar lo mau ngaku."

"Lo!" Gue langsung melotot, padahal sebenarnya pengen ketawa. Dia ngakak, terus balik nyeruput mie sisa di mangkuknya kayak nggak ada beban.

Dan Gue... Gue cuma bisa diam. Nggak tau harus seneng karena dia masih bisa buat Gue ketawa, atau sedih karena Gue juga ngerasa takut ini jadi terakhir kalinya Gue ketemu sama dia.

1
Susi Andriani
awal baca aku suka
Siti Nur Rohmah
menarik
Siti Nur Rohmah
lucu ceritanya,,,🤣🤣🤣
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!